KENALILAH MEREKA !
Menjadi seorang tenaga pendidik, baik itu guru, dosen, tentor atau ustadzah pasti memiliki masalah dengan mengingat siswa mereka satu per satu dengan detail. Sangat wajar sebenarnya. Lihat saja, guru memiliki ratusan bahkan hampir ribuan siswa untuk diingat. Ahh, bagi sebagian guru hal ini sungguh pe er yang sangat besar.
Tentu bukan hal yang mudah untuk mensinkronkan nama mereka dengan wajah masing-masing. Terlebih lagi siswa perempuan. Semuanya seolah kelihatan sama dan serupa dalam balutan jilbab dengan warna senada. Hal ini yang terkadang membuat seorang guru dengan tidak sengaja sering menukar nama mereka. Mungkin wajah para siswa itu lebih sulit daripada rumus integral untuk mencari luas daerah di antara dua kurva.
Namun, walau begitu mengenali siswa itu adalah hal yang penting. Ingat ya, mengenali bukan hanya sekadar nama, nomor induk, ranking berapa atau ciri fisik saja. Guru seharusnya juga mengetahui cara belajar siswanya, hobi, bahkan termasuk hal kecil seperti makanan kesukaan atau masalah yang tengah dihadapinya.
Wah, berarti banyak banget dong tugas guru? Satu siswa aja udah banyak, bagaimana dengan ratusan atau ribuan siswa ya?
YAA. Tugas guru itu memang banyak. Itulah mengapa pekerjaan menjadi guru bukan panggilan dunia, melainkan panggilan jiwa. Hanya orang yang tergerak hatinya memilih guru sebagai profesi dalam hidup mereka. Menjadi guru itu bukan semata pekerjaan dunia, melainkan panggilan hati. Menjadi guru juga bukan sekadar ajang pengumpul rupiah, melainkan sebagai sarana menambah saldo pahala.
Jikalau ada seorang guru yang masih kewalahan mengenali siswanya dengan baik, percayalah ia sedang belajar untuk mengenali siwa. Ada banyak cara yang bisa dilakukan guru agar bisa mengenali siswa mereka dengan baik. Salah satunya adalah dengan mengecek daftar hadir mereka.
Para guru bisa melakukan kebiasaan ini sebelum mengajar selalu mengecek daftar hadir siswa. Hal ini bertujuan untuk memastikan siswa datang tepat waktu di kelas. Nah, selain itu guru juga bisa menjadikan hal ini sebagai sarana untuk menghapal nama dan wajah mereka. Coba bayangkan jika seorang guru melakukan hal ini secara konsisten selama satu bulan, dapat dipastikan guru akan mampu mensinkronkan nama dan wajah siswa.
Nah, selain itu guru juga berlatih memanggila mereka dengan menyebut nama. Sebisa mungkin guru meminimalisir penggunaan kata “kamu”, “anda” atau “saudara”. Guru bisa menggantinya dengan langsung menyebut nama siswa yang dimaksud. Pelan-pelan guru akan bisa menghafal nama siswa di kelas tersebut.
Selain itu, memanggil nama secara langsung akan membuat para siswa merasa diperhatikan dan disayangi oleh guru. Perasaan ini adalah impuls paling mujarab untuk mendapatkan aktivitas belajar yang berkualitas. Jadi para guru jangan sungkan untuk memberikan perhatian lebih kepada siswa ya.
“Iqbal rambut baru ya?”
“Cantik banget pakai baju itu Liza”
Lebay sih, tapi ini beneran membantu untuk meningkatkan chemistry antara siswa dan guru
Tidak ada salahnya untuk mencoba kan wahai para pencerdas anak bangsa?
Kuy silakan dicoba dan selamat membangun chemistry dengan siswa.
Medan, 28 Agustus 2020; 23 : 14
ICE BREAKING : FACE YOUR FACE
Kenapa di setiap tulisan ada spasi? Kenapa di setiap cerita ada paragraf? Agar si pembaca bisa mengambil jeda. Agar si pembaca mampu menganalisis setiap kalimat yang tengah ia baca. Nah, dalam belajar pun perlu ‘mengambil jeda’. Terlebih lagi pada mata pelajaran yang membosankan, rumit, susah, atau bikin sakit kepala. Matematika misalnya.
Sudah seharusnya pengajar matematika mengambil jeda dalam mengajarkan matematika kepada siswa. Hal ini bertujuan agar para siswa bisa menarik nafas atau bisa memahami materi dengan lebih baik lagi. Sudah menjadi rahasia umum kan ya betapa susahnya pelajaran matematika. Lalu bayangkan seorang pengajar matematika mengajar tanpa mengambil jeda. Duuh, gak kebayang deh mumetnya isi kepala siswa.
Bagaimana bentuk mengambil jeda?
Guru boleh berkreasi dengan bebas apapun bentuk ‘mengambil jeda’ yang ia lakukan. Tentu saja hal ini menyesuaikan dengan sarana prasarana sekolah, kualitas siswa atau kepadatan materi yang diajarkan. Jangan bayangkan bahwa mengambil jeda ini adalah membiarkan siswa tidak belajar. Oh, tentu tydaccck Fergusso.
Perlu trik yang handal bagi para guru untuk mengambil jeda namun tidak mengganggu aktivitas pembelajaran. Namanya juga mengambil jeda, ya itu artinya sebentar saja dong. Bukan berarti 2 jam pelajaran habis untuk relaksasi atau 3 sks habis untuk ngobrol ngalor ngidul di depan mahasiswa.
Ada beberapa alternative yang bisa dilakukan guru dalam melakukan aktivitas mengambil jeda. Misalnya menonton, bermain games, ice breaking, atau aktivitas fisik lainnya. Sesuaikan saja dengan kondisi siswa, lebih cocok menggunakan yang mana.
Bermain games sebenarnya adalah aktivitas mengambil jeda yang paling seru. Ia hanya membutuhkan waktu sebentar dan sangat ampuh mengembalikan konsentrasi siswa dan mood belajar siswa tentunya. Para guru bisa mencari berbagai permainan yang bisa dilakukan dalam waktu singat, gampang aplikasinya dan menyenangkan prosesnya.
Salah satu bentuk games yang oke adalah permainan ini. Aku menamakannya Face Your Face. Aku akan menyuruh siswa menyediakan kertas kosong satu lembar dan sebuah pulpen. Setelah itu, siswa disuruh untuk menempelkan kertas tersebut di wajah mereka masing-masing. Satu tangan memegang kertas, sementara satu lagi memegang pulpen.
Setelah itu, guru akan memberikan instruksi untuk menggambar wajah masing-masing. Lakukanlah dengan acak. Misalnya pertama “gambar mata kiri”, dilanjutkan dengan “Gambar bibir atas” dan begitu seterusnya. Lakukan instruksi ini sampai semua bagian yang ada di wajah tergambar di atas kertas itu. Jangan biarkan siswa melihat atau membalik kertas tersebut. Selama permainan kertas itu wajib menempel di wajah siswa.
Setelah menyelesaikan semua instruksi, guru boleh menyuruh siswa untuk membalik kertas itu dan melihat hasil gambar mereka. Lalu guru bisa mengatakan “Itulah bentuk asli wajah kalian”. Dipastikan siswa akan spontan tertawa meriah menggelegar melihat wajah yang mereka gambar sendiri. Bahkan di antara mereka tak malu menunjukkan hasil lukian wajah kepada temannya dan akhirnya mereka tertawa bersama.
Guru juga bisa menyampaikan pesan moral dari permainan ini. Misalnya ternyata wajah kita tak secantik yang dibayangkan. Makanya jangan sombong kalau memang cantik, karena sejatinya tidak ada yang benar-benar cantik secara fisik. Yang ada itu cantik secara hati. Duuuh, mendengar quote ini para abegeh abegeh akan meleleh langsung. Seolah mendapat suntukan semangat.
Tak perlu waktu lama melakukan permainan ini. Paling lama 15 menit deh. Dan kelas akan riuh, meriah. Tentu saja konsentrasi dan mood siswa telah kembali. Gampang kan? Jadi para guru bisa melakukannya di ujung pembelajaran menjelang tugas atau di tengah pembelajaran ketika suasana kelas sudah tidak bersahabat lagi. Hehehe.
Selamat mencoba!
Medan, 25 Maret 2020, 22 : 16
***
CATATLAH !
 |
Markaz Dakwah PKS DPW Riau |
“Ilmu itu liar, maka ikatlah ia dengan mencatatnya”
Tentunya kita sering mendengar
ungkapan tersebut. Coba deh renungi ungkapan tersebut dengan baik. Apakah benar
ilmu itu liar? Lalu liar yang dimaksud itu seperti apa? well, ternyata ungkapan itu memang benar adanya. Ilmu itu
benar-benar liar, ia bisa bergerak sesuka hatinya, pergi kemana saja dalam
waktu kapan saja, bahkan ketika teramat dibutuhkan, ia mendadak hilang *aihh*.
Misalnya saja nih, ketika diajarkan oleh guru, dosen atau tentor, para siswa
itu paham banget, sangat mengerti dengan penjelasan gurunya, bahkan merasa
kalau dirinya telah mampu *cie, elah*. Sayangnya, ketika ditanya lagi materi
yang sama entah dua hari kemudian, lupa. Eeh, sebenarnya nggak harus dua hari
juga sih, beberapa jam kemudian saja sudah mulai lupa-lupa ingat *eh, kok
seperti judul lagu ya*. Aneh memang. Tetapi begitulah sifat dari ilmu, ia
sangat liar.
Apa yang bisa kita lakukan dengan
ke-liar-an ilmu ini? Cukup dengan memaklumi dan kemudian membiarkannya saja?
Ahh, tentunya tidak. Coba deh bayangkan jika kita membutuhkan ilmu tersebut,
misalnya ketika ujian, terus ia menghilang. Nah, bisa terbayang apa yang akan
terjadi bukan? Maka sudah seharusnya kita berusaha meng-akal-i agar ilmu itu bisa
diikat sehingga tidak lagi menjadi liar. Maka, abadikan ilmu itu dalam catatan.
Catatlah semua ilmu yang telah diperoleh.
Inilah yang kemudian menjadi
alasanku untuk mewajibkan para siswa memiliki sebuah catatan. Actually aku mewajibkan para siswaku memiliki
dua buah buku tulis. Pertama adalah buku catatan, dimana mereka akan mencatat
semua materi yang aku berikan. Kedua adalah buku latihan, tempat mereka
mengerjakan soal yang kemudian aku akan memberikan nilai. Uniknya, aku memberikan
instruksi agar mereka menyampul kedua buku tersebut dengan warna tertentu. Ini
sih tujuannya seru-seruan aja, selain itu juga lebih gampang membedakan buku
antar kelas yang aku ajar. Biasanya aku menyuruh masing-masing kelas untuk
menyampul buku dengan warna berbeda, misalnya merah, kuning, hijau, biru, silver atau ungu.
Karena memiliki catatan adalah
sebuah keharusan, maka mencatat merupakan rutinitas wajib yang harus dilakukan
oleh siswaku. Dalam kelasku, seluruh siswa harus mencatat semua penjelasan yang
aku berikan. Setelah aku menjelaskan, papan tulis sudah dipenuhi oleh kalimat
dan simbol matematika yang terkesan menyebalkan itu, maka aku akan memberikan
waktu kepada siswa untuk mencatat. Aku ulangi, BERIKAN WAKTU MENCATAT. Jangan
biarkan mereka berlama-lama mencatat, batasi waktunya. Jika guru tidak
membatasi waktu, siswa akan menggunakan waktu mencatat ini untuk bermain bahkan
tidur.
Kenapa aku menyediakan waktu khusus
untuk mencatat? Memang, selama aku menjelaskan materi, aku tidak mau para siswaku
terjebak dalam kegiatan catat-mencatat. Menurutku, multitasking yang sering di gadang-gadang sangat efektif itu hanya
akan merusak tingkat konsentrasi para siswa. Harusnya mereka bisa fokus
memahami materi, menyimpan materi itu di dalam neuron terbaiknya. Sayangnya,
karena ada proses mencatat konsentrasi itu pecah. Terkadang informasi itu akan
diletakkan di memori yang salah. Nah, inilah yang kemudian membuat siswa sering
lupa dengan rumus atau konsep pelajaran.
Maka, cukup berikan saja mereka
waktu untuk mencatat. Sekali lagi, jangan biarkan mereka berlama-lama dengan
catatan itu, batasi waktu mereka. Lalu, selama proses mencatat itu, guru bisa
memberikan scaffolding (bantuan)
kepada siswa yang membutuhkan. Terkadang ada beberapa siswa yang malu bertanya
ketika guru memberikan kesempatan bertanya, nah selama proses mencatat ini
siswa yang ‘pemalu’ itu akan bertanya kepada guru. Tentunya hal ini akan sangat
bermanfaat bukan?
Hal lain yang biasa aku lakukan
adalah memberikan reward kepada siswa yang memiliki catatan lengkap
dan rapi. Ini biasanya aku lakukan ketika Ulangan Harian. Sebelum memulai UH,
aku menginstruksikan siswa untuk mengumpulkan semua catatan ke depan kelas.
Tujuannya adalah menghindari proses mencontek dari catatan dan tentu saja
memberikan nilai terhadap catatan mereka selama belajar. Semakin lengkap dan
rapi, maka semakin bagus juga nilai catatan tersebut. Nilai ini akan
diakumulasikan terhadap nilai akhir mereka nantinya. Proses reward
ini tentunya akan sangat memotivasi mereka untuk memiliki catatan yang rapi dan lengkap.
Alhasil mereka akan memaksimalkan proses mencatat.
Memang sih kesannya kok ribet gitu
ya, apa harus? Well sebenarnya tidak
mutlak seperti itu. hanya saja, menurutku memiliki sebuah catatan akan sangat
menguntungkan siswa. Banyak hal positif yang bisa dperoleh siswa ketika mereka
memiliki catatan yang lengkap. Tentunya kalian sangat setuju bahwa catatan yang
rapi akan membantu siswa dalam memahami materi. Percaya deh, suatu hari nanti
jika para siswa itu membuka catatan mereka kembali, aahh mereka tidak akan
kecewa melihat catatan mereka yang begitu lengkap.
Selamat mencoba!
Medan, 2 Mei 2018, 08:51
In frame :
Lagi mendampingi para santri untuk
mengikuti perlombaan nasyid. Eh, guru matematika bisa nasyid juga? Hmm, kalau
guru mah harus bisa semuanya. Begitulah!
***
KEAJAIBAN PAPAN TULIS
 |
SMPN 1 Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara |
Papan tulis adalah sebuah benda wajib
yang harus dimiliki oleh setiap kelas. Entah itu berupa papan tulis hitam,
papan tulis putih, papan tulis hujau, atau berupa lembaran kertas saja. Kita
bisa saja menemukan sebuah kelas yang tidak memiliki lemari, tidak memiliki jam
dinding, kipas angin, bahkan tidak memiliki dinding (eh, ini biasanya kelas
model saung yang sering digunakan oleh kelas alam itu lho, hehe). Hal ini sudah
sangat menegaskan bahwa papan tulis menjadi benda paling krusial di dalam
kelas, terutama ketika pembelajaran sedang berlangsung.
Hampir semua guru menggunakan papan
tulis sebagai perantara pembelajarannya. Artinya, guru memberikan ilmu kepada
siswanya dengan menggunakan papan tulis. Terlebih lagi pelajaran eksak seperti
matematika, fisika, kimia atau biologi yang memerlukan penjelasan dan
pembahasan yang panjang, papan tulis seolah menjadi satu-satunya penghubung
antara guru dan siswa. Sayangnya, tidak semua guru menggunakan papan tulis
dengan baik dan benar. What? Penggunaan
papan tulis dengan baik dan benar? Itu seperti apa ya? hehe.
Aku menyebutnya dengan manajemen papan
tulis *biar kelihatan ilmiah euy, hehe*. Manajemen papan tulis menjadi salah
satu hal yang penting bagi guru, terutama untuk guru eksak yang menjadikan
papan tulis sebagai alat perantara dengan siswa. Bayangkan saja seorang guru
matematika yang tidak menuliskan catatan di papan tulis dengan runut, sudah
tentu siswa akan kebingungan memindahkan catatan tersebut ke buku. Alhasil,
ketika belajar di rumah, siswa akan sangat kebingungan.
Nah, berkaitan dengan manajemen papan
tulis, aku pernah menerapkan beberapa hal. Ini bukan dari literature yang aku
baca, ini berasal dari pengalaman aku mengajar. Ya, walaupun aku mengajar belum
lama-lama banget sih, tetapi ilmu yang aku dapat dari pengalaman itu tentunya
sudah boleh aku bagi kan ya? hehe. Ada beberapa trik yang pernah aku lakukan
dalam memaksimalkan fungsi papan tulis. Pertama,
aku biasanya membagi papan tulis menjadi beberapa bagian. Hal ini tergantung
dari besar kecilnya papan tulis dan ukuran tulisan guru. Aku biasanya membagi
tiga sampai empat bagian. Kenapa harus dibagi? Alasan utamanya agar siswa
memahami urutan catatan yang sedang guru tampilkan di papan tulis. Dan ketika
siswa memindahkan catatan itu ke bukunya, ia akan mengerjakannya dengan sangat
mudah. Pembagian papan tulis ini juga akan membuat tulisan guru lebih rapi dan
sistematis.
Kedua, bagian
paling kiri biasanya aku jadikan sebagai note
of formula. Secara, matematika adalah pelajaran yang banyak sekali menggunakan
rumus. Alhasil, aku akan mencatatkan semua rumus yang akan digunakan selama
pembelajaran hari itu di bagian paling kiri dari papan tulis. Rumus-rumus yang
aku catatkan di sana tidak akan aku hapus sampai pembelajaran selesai. Hal ini
untuk memudahkan siswa mengingat rumus yang akan mereka gunakan dalam
menyelesaikan permasalahan matematika. Ya, setidaknya keberadaan rumus-rumus
ini akan ‘menghantui’ pikiran mereka *hihi*, sehingga akan terbayang terus
dalam ingatan siswa. Selain itu menuliskan rumus juga akan memudahkan siswa
karena tidak perlu membolak balik catatan mereka untuk memastikan rumus yang
dipakai.
Ketiga, mulailah
catatan di papan tulis dengan menuliskan judul, sub judul, pengertian, contoh
dan penyelesaian contoh. Kalau bahasanya mah harus runut. Jangan tiba-tiba udah
masuk sub judul baru tapi gurunya kelupaan menuliskan sub judul. Entar siswanya
beranggapan bahwa itu masih di sub judul yang sama. Sistematika yang seperti
ini akan membuat pola dalam otak siswa, akan mengarahkan siswa bagaimana
harusnya ia berpikir. Siswa akan terbiasa memahami konsep terlebih dahulu,
kemudian memperhatikan contoh dan menyelesaikan contoh tersebut.
Keempat, Rapi.
Para guru belajarlah menulis dengan rapi, jelas dan dapat dibaca oleh siswa.
Aku tidak mengatakan bahwa tulisan guru harus cantik, seperti times new roman
12 pt spasi 1,5. Tulisan cantik itu anugerah terindah seorang guru,
hehehe. Jadi, jika tulisan kalian tidak terlalu cantik, sebenarnya nggak
terlalu masalah sih. Yang paling penting adalah tulisan itu harus rapi, jelas
dan dapat dibaca. Gimana siswanya mau semangat mencatat jika tulisan gurunya di
papan tulis sangat kecil, rapat dan tidak terbaca, hihihi. Untuk hal yang satu
ini, mungkin banyak guru yang harus belajar lagi bagaimana membuat tulisan di
papan tulis menjadi rapi, jelas dan dapat dibaca.
Kelima, Gunakan
spidol warna-warni. Ini bukan keharusan ya, karena biasaya guru lelaki agak enggan
menggunakan trik kelima ini. Penggunaan spidol warna warni membuat tulisan guru
di papan tulis tidak terlihat monoton dan membosankan. Selain itu, spidol warna
warni dapat membantu guru memberikan penekanan terhadap beberapa hal yang
penting. Kalau aku biasanya menggunakan tiga spidol yaitu warna hitam, biru dan
merah. Aku biasanya menggunakan spidol biru untuk menuliskan judul materi, sub
judul, dan contoh. Spidol hitam biasanya aku gunakan untuk menuliskan konten
pelajaranku, sedangkan spidol merah aku gunakan untuk membagi papan tulis,
membuat kotak terhadap hal-hal yang aku rasa penting. Hmm, aku tidak begitu prefer sih menulis dengan spidol mereka,
agak perih aja mata membaca tulisan dengan warna merah.
Keenam, tambahkan
beberapa gambar menarik. Ini terutama untuk SD atau SMP. Eh, sebenarnya tingkat
SMA dan kuliah juga bisa kok, hanya tinggal memilihkan gambar atau quote yang cocok dengan usia mereka. Misalnya
ketika belajar bangun ruang, maka tidak ada salahnya guru menggambar sebuah
bola yang digunakan dalam permainan sepak bola atau menggambarkan sebuah
tumpeng. Aku bahkan menyelipkan kata ‘YEAAY’ di ujung jawaban permasalahan
matematika yang aku selesaikan bersama siswa-siswaku. Menurutku, ketika siswa
memindahkan kata “yeay” itu ke dalam catatannya akan menambah motivasi mereka
ketika belajar matematika.
Ini beberapa trik yang pernah aku
gunakan untuk menyulap papan tulis putih nan sederhana itu sehingga kelihatan
lebih menarik dibaca. Semakin menarik papan tulis yang didesain oleh guru,
semakin semangat siswa untuk memindahkan ke buku catatannya. Bahkan, seperti
apa cara guru menuliskan catatan di papan tulis, seperti itu pulalah siswa
menuliskannya di buku catatan mereka. Jadi, kalau ketemu catatan siswa yang
berantakan, jangan-jangan catatan guru di papan tulis yang harus diperbaiki,
heheh.
Selamat mencoba para pejuang
pendidikan!
Medan, 17 Maret 2018, 15:29 WIB
Padahal proposal penelitian harus
dikerjakan, tetapi kenapa otak dan hati memaksaku untuk menorehkan tulisan ini,
aah.
***
MUDAH DAN RUMIT
 |
Kelas Inspirasi 3 Medan |
Sebelum
membaca tulisan ini silakan jawab pertanyaan ini dengan jujur ya!
Siapa yang menyukai pelajaran
matematika?
Aah,
sudahlah. Sepertinya aku sudah mengetahui jawaban kalian. Daripada menambah
sakit hatiku mendengar sumpah serapah kalian terhadap pelajaran matematika,
lebih baik aku urungkan niat untuk mengajukan pertanyaan tersebut, hehehe.
Siapa
yang tidak mengenal pelajaran matematika. Semua jenjang pendidikan mempelajari
matematika. Pelajaran yang tidak menjadi pilihan ketika ujian nasional, itu
artinya setiap siswa wajib mengikuti ujian nasional matematika, hehehe.
Pelajaran yang menjadi momok bagi siswa, mulai dari sekolah dasar sampai ke
perguruan tinggi.
Aku
juga heran, kenapa banyak orang yang membenci pelajaran matematika. Awalnya aku
juga membenci pelajaran ini kok, tapi gak gitu-gitu amat sih. Apakah pelajaran
matematika itu sangat susah?. Pelajarannya susah, rumusnya banyak, hitungannya
rumit, tingkat ketelitiannya tinggi, setidaknya itu beberapa alasan yang pernah
aku dengar kenapa para siswa dan mahasiswaku begitu membenci pelajaran
matematika.
Betul
sekali. Alasan yang mereka paparkan sangat tepat, karena dulu aku juga
merasakan hal yang sama. Aku dulu sangat membenci pelajaran matematika, bahkan
aku termasuk salah satu siswa yang suka remedial setiap ulangan matematika.
Qadarullah, Allah takdirkan jalan hidupku menjadi salah satu pengajar untuk
pelajaran matematika, hihihi. Tetapi, kebencian itu berubah ketika aku
menemukan sosok guru matematika yang begitu apik dan runut dalam mengajarkan
matematika. Seingatku itu adalah ketika kelas dua MTs. Artinya sejak itu aku
mulai jatuh cinta dengan kamu, eeh salah, dengan matematika maksudnya, hehe.
Aku
mempelajari banyak hal dari sosok guru yang membuatku jatuh cinta dengan pelajaran
matematika. Dan sekarang, aku pun coba menerapkan cara beliau kepada
siswa-siswaku dengan harapan beberapa di antara mereka ada yang jatuh cinta
dengan matematika. Hal yang menarik dari guruku itu adalah ia menjelaskan
dengan apik, jelas dan runut. Seperti apa penjelasan yang apik dan runut itu?
Ketika
seorang guru menjelaskan sebuah materi, apalagi materi yang tergolong susah,
mulailah dari hal-hal yang mudah. Pahamkan siswa dengan konsep-konsep sederhana
sebelum mereka menemui hal yang lebih rumit. Bukankah di matematika ilmu itu
sifatnya hieraki? Saling berhubungan satu sama lain. Jika konsep dasarnya saja
siswa tidak paham, itu artinya konsep yang lebih rumit takkan ia pahami juga.
Contohnya
dalam matematika nih, guru perlu mengajarkan apa itu garis, apa itu sinar
sebelum menjelaskan apa itu sudut, karena sudut itu terdiri dari konsep garis
dan sinar. Atau sebelum mengajarkan konsep integral, guru seyogyanya kembali
menjelaskan perihal turunan. Dan masih banyak contoh yang lainnya, kalian tentu
bisa menemukan sendiri.
Poin
pentingnya adalah ajari hal-hal yang mudah dan gampang terlebih dahulu.
Pahamkan siswa dengan konsep dasar materinya. Lalu, bergeraklah perlahan menuju
ke hal-hal yang lebih rumit. Begitu juga ketika memberikan contoh soal kepada siswa.
Mulailah dengan memberikan soal yang mirip dan menyerupai soal yang guru
berikan. Berikutnya, silakan guru berkreasi dengan soal agar siswa dapat
mengeksplorasi kemampuannya dalam mengerjakan masalah matematika.
Akan
lebih bagus ketika guru membuat mindmap
tentang urutan materi yang harus diajarkannya kepada siswa. Urutkan materi dari
yang paling mudah sampai ke hal yang paling rumit, sertakan dengan model contoh
soal yang bervariasi tentunya. Mindmap
ini akan sangat membantu guru dalam menjelaskan materi matematika dengan lebih
runut dan apik. Satu lagi, jelaskan materi matematika dengan bahasa yang lebih
sederhana dan kekinian (hehe). Jangan jadi guru jaman old lagi, move on lah menjadi guru jaman now.
Selamat
mencoba dan selamat bekreasi para pejuang pendidikan!
Medan,
01 Maret 2018, 15:42
Pulang
jalan-jalan, gak bisa tidur siang, dan jadilah sebuah tulisan yang semoga bukan
ala kadarnya. Hehehe
***
UNTUK APA BELAJAR INI?
 |
Mahasiswa Sistem Informasi TP 2015/2016, Universitas Potensi Utama |
Tersebutlah
sebuah pertanyaan unik yang selalu ditanyakan oleh peserta didikku, entah itu
siswa berseragam atau para mahasiswa. “Sebenarnya untuk apa kami belajar ini
Buk?”. Aku menoleh ke sumber suara, menatap mereka dengan serius dan kemudian
akan ku jawab “Ini keluar waktu Ujian Nasional atau Tes CPNS”, sontak mereka
akan tertawa. Apakah aku sedang mempermainkan mereka? TIDAK. Percayalah, aku
tidak tega mempermainkan hati siswaku, apalagi hati kamu, eeh.
Pada
sebagian pelajaran, menjawab pertanyaan ini akan sangat mudah dilakukan oleh
guru, tetapi tidak dengan mata pelajaran yang aku ajarkan. Kalian berniat
mengetahui mata pelajaran yang aku ajarkan? Oke baiklah! Biar ku ejakan ya,
MA-TE-MA-TI-KA, dan please jangan shock ya, hehehe. Tentu bukanlah hal
yang mudah ketika aku ingin menjelaskan kegunaan integral lipat dua dalam
kehidupan sehari-hari, karena memang tidak ada transaksi jual beli di pasar
yang menggunakan integral lipat dua? Eeh.
Akibatnya
tidak sedikit para siswa itu merasa matematika itu terasa semakin menyebalkan,
terlebih lagi seolah tidak ada gunanya belajar matematika. Mereka sering
beranggapan bahwa matematika itu hanya menambah penderitaan mereka saja, what?
Dulu aku juga merasakan hal yang sama kok, bahkan merasa aku salah
jurusan, aku seharusnya masuk sastra saja. Tapi lihatlah, aku bisa bertahan
dengan dunia matematika sampai saat ini. Alhamdulillah.
Pertanyaan
mereka yang rada aneh dan unik ini membuatku berpikir bagaimana caranya agar
mereka mengetahui betapa pentingnya belajar matematika. Membuat pikiran mereka
terbuka bahwa ternyata matematika itu sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Akhirnya Allah turunkan sebuah petunjuk kepadaku, dan akupun mulai
membiasakannya di kelasku.
Sebelum
aku mulai menjelaskan materi, terlebih dahulu aku akan menjelaskan kegunaan
pelajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Bukan secara langsung yang dapat
mereka lihat dan amati, tetapi mereka juga akan melihat kegunaan matematika
dalam beberapa profesi pekerjaan. Sebut saja pilot, arsitek, seniman,
penguasaha bahkan pejabat negara. Aku mencari berbagai informasi mengenai hal ini.
Berselancar di dunia maya untuk menemukan bahwa ternyata pelajaran logika
matematika akan sangat dibutuhkan dalam sidang pengadilan untuk membuktikan
kesaksian seseorang itu benar atau salah. Atau menemukan bahwa differensial
adalah salah satu ilmu yang diterapkan oleh Valentino Rossi dalam
perlombaannya, lebih tepatnya ketika ia harus melaju secepat mungkin pada sebuah
tikungan tajam.
Penjelasan
seperti ini akan membuat mereka terpana. Karena beberapa di antara mereka,
bahkan hampir semua benar-benar tidak tahu apa kegunaan matematika dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka beranggapan matematika hanya untuk menghitung
laba, rugi, penjumlahan atau luas sebuah bangunan. Dengan penjelasan yang unik
ini cakrawala mereka akan terbuka bahwa ada sisi lain dari matematika yang
tidak mereka ketahui dan itu merupakan sesuatu hal yang menarik.
Jadi
mulailah dari sekarang mencari informasi mengenai apa sih kegunaan belajar
matematika. ‘ulik’ lah informasi yang unik, bukan hanya sekadar retorika
belaka. Untuk apa belajar limit? Agar memudahakan belajar turunan. Untuk apa
belajar integral? Agar bisa menghitung luas benda tak beraturan. JANGAN seperti
itu. Itu adalah bahasa kaku yang juga dibenci oleh para siswa. Desain sebuah
cerita seorang arsitek yang ingin membuat bangunan unik, kalau perlu tampilkan
beberapa bangunan unik di negara lain. Kemudian tanyakan kepada siswa bagaimana
agar ia bisa memperkirakan banyak semen yang dibutuhkan, kerikil yang
diperlukan jika bangunannya berbentuk aneh? Permasalahan ini bisa diselesaikan oleh integral. Bukankah
itu lebih menarik?
Terus
temukan inovasi dalam matematika dan penerapannya. Aku juga sering mencari
berbagai hal unik dalam matematika, bermain tebak angka atau senam matematika.
Kalian sudah tahu ternyata pola integral dapat diubah menjadi sebuah desain
batik, nah lo keren kan? Atau beberapa keajaiban dari perkalian 9? Filosofi
bersedekah lewat pelajaran pecahan?. Matematika itu sebenarnya hebat dan
menakjubkan. Terkadang guru kurang ‘mengulik’nya sehingga siswa merasa
matematika hanya sebatas rumus dan hitung-hitungan.
Lalu,
kenapa capek-capek harus menjelaskan hal ini kepada siswa? Menurutku dan
pengalamanku (hehe) cara ini cukup ampuh untuk memusatkan perhatian siswa diawal
pembelajaran. Penjelasan ini sedikit banyaknya akan membuat siswa merasa
tertarik untuk mempelajari matematika. Bukankah sebuah ketertarikan itu tiket
yang mahal ketika ingin belajar sesuatu? Arak ketertarikan siswa menuju konsep
ilmu yang akn dijelaskan. Dan bersiaplah untuk melihat apa yang terjadi
kemudian. Kau tahu? Ternyata mereka sangat mengagumkan!
Selamat
mencoba para pejuang pendidikan !
Medan,
12 Februari 2018, 14:44
Hampir
dua minggu off dari kampus, tidak
lagi bertemu mahasiswa yang suka main game online, tidak mendengar teriakan
mereka ketika dosen bergerak meninggalkan ruangan kelas. Kok jadi rindu ya?
***
TUKANG DONGENG
Tantangan pertama ketika memulai
sebuah pembelajaran adalah memfokuskan siswa agar benar-benar siap menerima
pelajaran. Kenapa harus fokus? Ahh, sepertinya tak perlu aku jelaskan lagi.
Bukankah fokus adalah kunci keberhasilan seseorang? Sebuah lup hanya akan bisa
membakar kertas di bawah cahaya matahari jika lup itu memiliki fokus. Dan masih
banyak contoh yang menyatakan bahwa fokus itu adalah inti dari sebuah
pembelajaran. Sehingga fokus siswa adalah pekerjaan pertama guru sebelum
memulai pelajarannya. Bagaimana seorang guru membuat siswa merasa siap ia akan
belajar pelajaran tertentu, membuat siswa merasa bahwa ia sedang di kelas dan
ada guru yang akan menjelaskan materi pelajaran (karena banyak banget siswa
yang di kelas raganya tapi pikirannya di kantin dengan semangkuk bakso, heh).
Memfokuskan siswa akan jauh lebih
menantang lagi pada pelajaran yang membutuhkan perhatian ekstra, sebut saja
matematika, fisika, kimia. Pelajaran yang konon katanya sangat mengerikan,
sangat meyebalkan. Nah, udah kebayang kan gimana menantangnya awal pembelajaran
buatku, seorang guru matematika. Hehe.
Beruntung guru yang bisa masuk di
jam yang mengenakkan, pagi hari misalnya. Kondisi siswa di pagi hari sangat fit
karena mereka belum menemukan masalah, sudah menyelesaikan urusan perutnya dan
cuaca masih sangat bersahabat. Bayangkan jika mengajar pada siang hari.
Widiiihh...tantangan seorang guru akan dimulai. Cuaca panas dan perut lapar
menjadi faktor utama tingkat ke fokusan mereka berkurang. Lalu, bagaimana guru
menyelesaikan masalah cuaca panas dan perut lapar ini? Hehe.
Tidak hanya itu, kombinasi mata
pelajaran pada hari itu juga mempengaruhi tingkat kefokusan siswa. Bayangkan,
siswa belajar matematika setelah mereka belajar olahraga. What? Nanti di kelas pada
tidur semua karena kecapekan. Atau belajar fisika setelah belajar matematika,
wah, mungkin para siswa akan langsung melihat ke kamera dan melambaikan tangan,
ampuuun...ampuun..heheh. Apa yang bisa dilakukan guru dengan jadwal pelajaran
siswa?
Cuaca panas, perut lapar, jadwal
pelajaran siswa mungkin akan bisa dikondisikan guru, tapi faktor yang lain?
Faktor yang tak terlihat, tak diketahui guru, bagaimana guru mengkondisikannya?
Sebut sajalah masalah di keluarga siswa, masalah siswa yang baru putus dengan
pacarnya, masalah siswa yang baru kehilangan pulpennya, dan masih banyak
masalah sepele (menurut guru) yang merusak konsentrasi siswa dalam belajar. Dan
ini semua benar-benar di luar kuasa guru. Guru tak akan bisa mengendalikan
semua faktor ini.
Sebuah trik yang pernah aku coba
untuk memfokuskan siswa, dan alhamdulilah manjur (obat kali ah) adalah dengan
mendongeng mereka. Di dongeng? Nanti mereka tertidur lho. Eits, dongeng yang
aku ceritakan ini bukan sembarangan dongeng, seperti putri pangeran atau kisah
romeo dan juliet.
Sebelum memulai pelajaran, aku
biasanya sudah mempersiapkan sebuah cerita untuk mereka. Ini artinya apa? Sebagai
guru jangan hanya modal tangan kosong aja masuk ke kelas. Guru harus
mempersiapkan rencana ia di kelas, mau jelasin materi apa, mau ngasih soal
halaman berapa atau mau bawain lelucon yang mana. Catet tuh. Guru tetap harus
persiapan di setiap malamnya. Cerita inspiratif yang aku siapkan biasanya aku
sesuaikan dengan kondisi mereka. Jika ketemu kelas yang lelaki semua (aku
pernah merasakan ini, he) guru bisa menceritakan kisah heroik, kisah lelaki
hebat, sukses atau sekadar hasil pertandingan bola tadi malam. Jangan ceritakan
kisah melow dan penuh emosional kepada siswa laki-laki, kebanyakan di antara
mereka gak suka. Heheh.
Biasanya, aku menceritakan tentang
kisah pemuda yang sukses, sebuah tradisi unik di negara tertentu , kisah
sahabat Rasulullah yang tidak begitu terkenal (nah, untuk yang ini kondisinal
aja, kalau siswanya muslim semua silakan), kisah orang-orang di sekitarku
bahkan mungkin kisahku sendiri. Jika ada momentum hari tertentu misalnya hari
ibu, sumpah pemuda, ceritakanlah dongeng tentang hal itu kepada mereka.
Berceritalah layaknya tukang
dongeng. Ekspresif, detail dan bersemangat. Jangan hanya sekadar bercerita
sebuah kisah dan mereka mendengarnya, tapi buatlah mereka terhanyut dengan
dongeng yang kita ciptakan. Jika perlu, gunakan pernak pernik mendukung,
misalnya saja gambar. Aku pernah menceritakan sosok Jengis Khan kepada siswaku
dengan menujukkan beberapa gambar kekejaman Jengis Khan. Mereka benar-benar
terbawa dengan ceritaku, heran, mendengar dengan seksama setiap kata yang aku
ucapkan. Bukankah itu artinya fokus?
Mungkin guru tidak bisa menjamin
bahwa siswa akan benar-benar fokus setelah mendengar dongeng, tapi minimal
dengan mendengarkan sebuah cerita kepada siswa, akan membuat mereka ‘hadir’ kembali dalam kelas kita.
Tidak hanya memfokuskan siswa, bercerita adalah ajang menanamkan konsep dan
mempengaruhi pemikiran siswa. Bayangkan, setiap pertemuan guru menceritakan
sebuah kisah pemuda yang sukes, perlahan pikiran siswa akan di cekok i bahwa
mereka juga bisa menjadi seorang pemuda sukses yang sering gurunya ceritakan.
Lihat, cerita kita akan sangat bisa mempengaruhi pikiran mereka.
Jadi mendongenglah wahai guru.
Bukan sekadar untuk membuat siswamu fokus, tapi juga mengajarkan sebuah
nilai-nilai kehidupan untuk mereka. Pesan kebaikan yang guru sampaikan lewat
dongeng itu akan mendengung terus di telinga mereka sehingga akan di
terjemahkan otak sebagai sesuatu yang harus mereka lakukan, sesuatu hal yang
bagus, sesuatu hal yang patut ditiru.
Dimana dapat ditemukan cerita
dongeng itu? Ahh, tante google
menyediakan sejuta dongeng. Silakan temukan di sana, dan selamat mencoba!
Medan, 5 Januari 2018 15:58
Tulisan ini berakhir dengan berkumandangnya
adzan ashar. Labbaika ya Robbi!
***
KENALILAH MEREKA !!
Menjadi guru dengan ratusan bahkan
hampir ribuan siswa memiliki keseruan tersendiri. Ada setakat bangga karena telah
berhasil membelajarkan mereka. Sekarung kabahagiaan
karena telah berhasil mengantarkan kesuksesan mereka (ya Allah, sukseskan
mereka, dimanapun mereka berada, aamin).
 |
Kelas X MIA SMA YPK Medan, Research done!! |
Tapi kalian tahu, ada bagian yang
menjadi pe er terbesarku ketika mengajarkan mereka yang jumlahnya ribuan
tersebut, yaitu mengenali mereka (opps). Aku mungkin adalah guru yang paling
susah mensikronkan antara wajah dan nama siswaku. Gak tahu kenapa, itulah
masalah terbesarku. Mungkin karena banyak diantara mereka yang wajahnya saling
menyerupai kali ya, apalagi yang perempuan (halaah). Kebanyakan mereka
berjilbab, sehingga semakin sulit otakku untuk membedakan manakah yang Fifi,
atau manakah yang Kartika. Ya ampuuun !!. mungkin wajah mereka lebih susah
ketimbang dari pembuktian Teorema Pytahgoras ya.
But,
anyway mengenali siswa itu merupakan hal
yang kudu and harus banget dilakukan oleh guru. Bahkan bukan
hanya sekadar nama, tanggal lahir, makanan kesukaan, penyakitnya, cara belajar,
hobi, bahkan masalah yang dihadapi oleh para siswa (hihihi, complete banget ya). Ketika seorang guru
sudah mengenali siswanya dengan baik, maka akan mudah baginya untuk membangun chemistry yang bagus dengan siswa. Nah,
lalu apa ? chemistry yang bagus ini akan meningkatkan motivasi
siswa dalam belajar mata pelajaran yang akan kita jelaskan. Next, bakalan tahu dong bagaimana hasil
belajar jika motivasi siswa itu tinggi, wahh..
Terus, bagaimana dong kasus seperti
aku yang mengalami kesulitan ketika mengenali siswaku?, bahkan untuk nama saja
aku kewalahan. Oke, aku pernah menerapkan trik yang mungkin sedikit membantu
para guru untuk mengenali siswanya. Jeng---jeng—jeng--, ini dia solusinya ‘daftar
presensi siswa'.
 |
Source : Tokopedia |
Buat apa sih ? aku memiliki
kebiasaan sebelum mengajar selalu mengecek kehadiran siswaku (wah..ini mah
wajib dilakukan guru). Aku melakukannya bukan semata karena menerapkan RPP yang
telah aku buat, atau hanya sekadar memastikan si Furqon gak terlambat kan ?.
aku melakukannya dalam rangka menghapal nama siswaku satu per satu (duuh,
ketahuan). Aku menyebut nama mereka, lalu memperhatikan wajah dan kondisi fisik
mereka, bentuk wajah, cara memakai jilbab atau potongan rambut mereka. Dan ketika
ada siswa yang hanya menjawab panggilan namanya dengan “hadir buk” tanpa
memperlihatkan wajahnya, maka aku akan menagihnya (ngeri ahh) “mana orangnya?,
ibu gak nampak”. Intinya, aku akan selalu memperhatikan wajah mereka satu per
satu setiap kali aku masuk ke kelas. Dan alhamdulillah aku tidak melewati scene ini setiap memulai pelajaranku.
Lalu hasilnya ? Alhamdulillah,
terima kasih kepada Allah yang telah mengaruniakan ingatan terhadap mereka, aku
mulai mengingat nama mereka, aku mulai terlatih menskironkan nama dan wajah mereka
(yeyeyey, loncat-loncat di depan pantai dulu, eeeh). Nah, jadi buat para guru,
para ustadz/zah, para dosen yang bermasalah dengan nama siswa nya, boleh
mencoba caraku ini. Insya allah bakal mulai ingat tuh nama siswanya satu-satu.
Gak cuma ngabsen lo pak dan buibu. Aku
juga tidak begitu suka dengan panggilan seperti “anda” atau “saudara” atau “kalian”
apalagi “kau”. Biasanya dalam pembelajaran, aku mengusahakan untuk memanggil
mereka dengan sebutan nama mereka. Wah..tentunya ini juga semakin berat tugasku
kan, karena aku harus benar-benar pas mencocokkan antara nama dan wajah mereka.
Tapi i did it kok. Biasanya kata-kata panggilan di atas
hanya keluar ketika aku mulai marah dengan mereka. Marah ? guru boleh marah kah
? boleh dong. Ntar di next tulisan
aku coba bahas ya (semoga Allah mudahkan melawan rasa malas nulis ini, hehe)
Percayalah para pendidik, merasa
diperhatikan, merasa disayangi, merasa menjadi objek penglihatan guru merupakan
sensasi tersendiri bagi siswa. Hal itu merupakan impuls terbaik dalam proses
pembelajaran. Salah satu cara agar siswa itu merasa diperhatikan, merasa
disayangi adalah panggil lah mereka dengan nama mereka, kenalilah mereka
pelan-pelan. Dan eits..jangan lupa perhatikan siswa secara detail yak,
perhatikan perubahan yang mereka sajikan setiap harinya. Karena kebanyakan
siswa membutuhkan komentar terhadap perubahan yang mereka tunjukkan. Jadi jangan
sungkan untuk mengatakan “Ridwan, potong rambut ya?” atau “Masha Allah Ilma,
kalau jilbabnya diulurkan ke dada gitu tambah cantik deh”. Bakalan
klepek-klepek tuh siswa sama gurunya. Dan ketika sang guru telah berhasil
merebut hatinya, percaya deh, para siswa itu juga akan memberikan sepenuh
hatinya, pikirannya untuk sang guru.
Nah, buat para guru yang lain,
monggo di coba caraku ya. Jangan berhenti menjadi guru terbaik untuk para siswa
hebat ya.. Orang hebat hanya akan lahir dari tangan seorang guru yang luar
biasa. Siap melahirkan dan mencetak generasi hebat ? maka jadilah guru yang
luar biasa.
Medan, 17 Agustus 2017, 14:55 WIB
Memaknai kemerdekaan di kos an sederhana (eeh)
*****************************************************************************
PANDANGAN
PERTAMA, SAATNYA JATUH CINTA
“Love at the first sight”, suatu slogan
yang sangat fenomenal di kalangan para remaja. Dengan bermodalkan tatapan lebih
kurang 8 detik, sesorang bisa menyukai
lawan jenisnya. Wajar ? tentunya, karena hampir semua manusia bersifat visual,
suka melihat dan memperhatikan sesuatu. Bertemu dengan mereka pun juga
menimbulkan cinta pertama bagiku, cinta pertama di setiap semester nya.
Menghadapi mahasiswa baru di setiap semester memiliki tantangan tersendiri
bagiku, wajah baru, perilaku baru, cerita baru, ahh semuanya sangat baru. Ibaratkan
bayi yang baru lahir, mahasiswa baru ini bak seperti kertas putih di hadapan
kita, pengajarnya. Maka buatlah coreta-coretan rapi di kertas putih itu,
sehingga mahasiswa pun mengikuti coretan yang telah kita buat. Jika dari awal
kita membuat coretan yang rapi, maka kita akan menemukan tulisan yang
sistematis. Jika membuat coretan yang indah, maka kita akan menemukan tulisan
yang memiliki nilai seni, begitu juga jika membuat coretan yang kacau balau,
maka tulisan yang muncul pun tidak karuan bantuknya. Sekali lagi saya ulangi,
intinya adalah di coretan pertama yang dituliskan para dosen, dan coretan
pertama itu terdapat pada pandangan pertama (read : pertemuan pertama).
Menurut
saya, pertemuan pertama yang terjadi antara dosen dan mahasiswanya merupakan
ujung tombak dari semua pertemuan. Ahh, biasanya pertemuan pertama hanya diisi
dengan perkenalan, ngobrol ringan, atau bahasa ilmiah kampusnya adalah kontrak kuliah. Padahal esensinya
pertemuan pertama bukan hanya membicarakan nilai, membicarakan asal-usul dosen,
membicarakan asal-usul mahasiswa, atau
rangkaian kegiatan pembelajaran selama satu semester, TIDAK, saya tegaskan
TIDAK. Pertemuan pertama itu seharusnya menjadi ajang para dosen untuk
menyampaikan semua prinsip, aturan dan ketentuan yang dipakainya selama proses
pembelajaran. Tidak boleh merokok, tidak boleh memakai celana jeans, tidak
boleh begini, tidak boleh begitu. Melalui aturan ini itu, mahasiswa menjadi tahu dengan prinsip yang
kita pegang.
Saya
misalnya, setiap pertemuan pertama perkuliahan saya selalu menjelaskan semua
aturan yang menurut saya tidak ada penawaran lagi, misalnya keterlambatan hanya
saya perbolehkan 15 menit, tidak ada keterlambatan dalam mengumpulkan tugas, dan
masih banyak aturan lainnya yang saya sharing
kan ke mahasiswa. Tujuannya sama sekali bukan untuk mendzalimi mereka, bahkan
untuk niat mempermainkan mahasiswa (Nauudzubillah), tujuan saya adalah
menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif, terarah dan aktif, serta
saya mengajarkan kedisiplinan terhadap mahasiswa saya. Disiplin menjadi jargon saya ketika mengajar
mereka, jadi benar-benar tidak ada kata terlambat untuk mereka.
Melalui
pertemuan pertama ini, seorang dosen bisa merekayasa suasana pembelajaran yang
akan berlangsung selama satu semester ke depan, membuat pembelajaran berjalan
sesuai dengan harapannya, karena semua aturan telah di jelaskannya kepada
mahasiswa. Tidak hanya itu, para dosen juga bisa membaca hawa kelas tersebut.
Sebagai seorang pendidik, tentunya hal ini telah menjadi keahlian seorang
dosen. Begitu kali pertama memasuki kelas yang akan diajarnya, ia bisa membaca
situasi, sehingga bisa membuat kesimpulan tersendiri dalam pikirannya. Apakah
kelas ini memiliki inteligensi di atas rata-rata ? apakah inteligensinya
heterogen ? apakah suka ribut ? minat belajarnya tinggi ? Ya....seorang dosen
akan bisa membaca situasi kelas mereka. Bermodalkan hasil pemikiran inilah,
maka dosen akan membuat perlakuan yang
berbeda untuk kelas-kelas yang spesial. Perlakuan yang berbeda ini bukan
mengenai NILAI, tapi hanya cara pembelajaran. Lihat betapa pentingnya pertemuan
pertama.
Bukan
hanya dosen yang mendapat feedback
dari pertemuan pertama, bahkan mahasiswa telah mempelajari banyak. Salah
satunya adalah watak dan karakter seorang dosen. Jika seorang dosen pada
pertemuan pertama memunculkan kesan garang, kejam, pemarah, maka dalam mindset mahasiswa akan terbentuk bahwa
bapak/ibu ini adalah dosen killer,
begitu juga jika memunculkan karakter yang gampang terenyum, lembut, tentunya
mahasiswa punya penilaian sendiri. Ingat, bukan mereka menilai secara
sembarangan, para mahasiswa itu memberikan nilai berdasarkan apa yang kita
tunjukkan kepada mereka.
Jika
mereka telah membaca karakter dosennya, maka langkah selanjutnya yang dilakukan
para mahasiswa itu adalah memperlakukan dosennya sesuai dengan karakter dosen
yang bersangkutan. Makanya tak jarang kita temui kasus, dosen kejam yang sangat
dihormati (baca :ditakuti) oleh mahasiswa, dosen terlalu santai yang
disepelekan oleh mahasiswa, atau dosen berwibawa yang disegani oleh
mahasiswanya. Jadi jangan sepenuhnya menyalahkan mahasiswa atas cara mereka
memperlakukan kita, karena pada prinsinya mereka memperlakukan mereka sesuai
dengan karakter yang kita tunjukkan kepada mereka. Jadi, jika engkau ingin di
cap sebagai dosen kejam, dosen santai atau dosen berwibawa maka tunjukkan
karakter tersebut pada pertemuan pertama. Para mahasiswa itu akan memberikan
penilaian terhadap diri kita pada pertemuan pertama.
Ahh...betapa
luar bidahsyatnya pertemuan pertama bukan ? makanya jangan pernah sepelekan
pertemuan pertama. Jangan anggap pertemuan pertama sebagai sarana ngomong
ngolor ngidul dengan mahasiswa. Pertemuan pertama lah ujung tombak dari semua
pertemuan, pertemuan pertama akan menentukan atmosfer pembelajaran selama satu
semester. Jika dosen memulainya dengan baik, maka baiklah sampai ke
UASnya..heheh...
Siapkan
pesona terbaikmu ketika menghadapi mahasiswa2 baru. Tunjukkan karakter mu
kepada mereka dan biarkan mereka menilainya melalui cara memperlakukanmu. Siap
– siaplah jatuh cinta kepada mereka, dan buatlah mereka jatuh cinta kepadamu,
pada pandangan pertama.
Medan,
25 September 2016, 12 : 52
No comments:
Post a Comment