14
April 2018
Ingin
rasanya melonjak kegirangan karena melihat tanggal itu. Bukan karena ada yang
milad atau hari anniversary apaa
gitu. Melainkan karena tanggal itu berwarna merah di kalender. Its mean holiday, yeaay!. Buatku hari
libur dan hari biasa hampir tidak ada bedanya sih. Toh, pekerjaanku tidak
menuntutku untuk berlama-lama di kantor, jadinya aku tidak begitu terbeban
dengan urusan pekerjaan. Dan tentunya hari libur pun kadang-kadang aku masih
berkutat dengan tulisan, papper,
article¸modul atau apapun itu. But, begitulah, aku selalu exicted sendiri ketika melihat tanggal yang berwarna merah, *aneh*.
Rencananya
sih holiday kali ini aku akan manfaatkan untuk
menghabiskan waktu ku di rumah saja. Ya, setiap harinya aku selalu keluar
rumah, tentunya untuk urusan pekerjaan, dan beberapa urusan lain yang beneran
penting, bukan sekedar leyeh-leyeh aja di cafe *catet tuh, heheh*. Aku ingin
menghabiskan hari dengan pekerjaan ala istri shalihah *eh*, yaitu mencuci pakaian,
beres-beres rumah. Aku juga berencana menghabiskan beberapa bacaan buku yang
sempat tertunda karena sibuk, menikmati segelas cappucino sambil dengerin lagu photograph nya Ed Sheeran. Ahh, perfectly holiday deh. Ya, mau gimana
lagi, anak kos yang jauh dari orang tua, plus teman-teman yang pada udah nikah
semua, dan sebagian diantara mereka adalah worker
holic, membuat aku merasa sendirian, hufthiks.
Lalu,
ternyata Allah mendengarkan keluh kesah anak kos yang hobi sendirian ini, hehe.
Dengan kuasa Nya Allah gerakkan hati sebuah keluarga yang mulia, baik hati dan
rajin sedekah ini untuk mengajakku bergabung di acara libuaran mereka. Nggak
kebayang betapa senangnya anak kos yang satu ini. Tentu saja tawaran ini sangat
sayang kalau dilewatkan begitu saja. Akhirnya tanpa pikir panjang, aku
meng-iyakan jawaban mereka. Yeaay, akhirnya aku pergi liburan juga.
Alhamdulillah, Allah itu baik banget ya!
Kesenangan
itu semakin memuncak ketika mendengar bahwa kami akan menghabiskan liburan itu
di sebuah pantai. Hey, anak gunung ini akan kembali bermain di pantai,
yeaaaay!. Pantai Pondok Permai yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai menjadi
destinasi kami. Posisinya berdekatan dengan pantai Cermin, pantai Bali Lestari.
Ada banyak pantai deh di sekitaran situ, jadi kita bisa memilih pantai mana
saja yang akan kita kunjungi. Dan berdasarkan hasil istikharah kami *ya ampun*
, pantai Pondok Permai menjadi pilihan terbaik.
Perjalanan
menuju ke Pantai Pondok Permai hampir terbilang safety banget deh. Kita bisa menempuhnya hanya tiga jam perjalanan
darat. Ya, memang sih kita akan melintasi jalur lintas yang biasanya sering
dilewati mobil atau bus besar. Tapi dengan kesiagaan, kehati-hatian, dan modal
tawakkal kepada Allah, it is truly safety.
Ada beberapa titik macet sih selama perjalanan, apalagi ketika memasuki kota
Lubuk Pakam. Biasa sih, itu pusat kota plus hari ini long weekend, so wajar
banget dong kalau macet di sana sini. Tetapi macetnya nggak separah macet jam
pulang kerjanya kalau di Medan. Kalau itu mah, ampuun DJ, hehehe.
Ketika
memasuki kawasan pantai, as my
expectation, pantai ini ramai banget euy. Padahal kami landing di sana sekitar jam 11.00 WIB. Ya, maklumkan saja ini kan long weekend. Para pemburu liburan tentu tidak akan
menyia-nyiakan pantai ini, termasuklah kami. Walau kondisi ramai, parkir
kendaraan tetap tersedia, aman, nggak senggol-senggolan *ih apaan sih*. Salut
deh, manajeman pantai ini beneran pandai mengalokasikan lahan untuk parkir,
luas banget euy.
Setelah
menemukan tempat parkir yang cocok, akhirnya kami mencari pondok untuk
istirahat dan menikmati bekal yang telah kami siapkan. Untuk menyewa pondok,
kita harus mengeluarkan uang sebesar Rp
75.000 dengan waktu yang unlimited.
Aku rasa cukup mahal sih dengan ukuran kecil yang hanya sekitaran 2m x 2m (ihh,
beneran deh, itu tuh kecil banget, atau kami yang kebanyakan yak, hehe). Tetapi
jangan khawatir kehabisan deh, pihak pantainya memiliki stok pondok yang banyak
banget, heh. Aku rasa manajemennya benar-benar best planner nih. Setelah menyusun perlengkapan makan, barulah kami
menikmati makan siang yang ditemani dengan deburan ombak. Plus melengkapinya
dengan berbagai dokumentasi *as an
usually*.
![]() |
Dokumentasi sebelum makan siang |
![]() |
Best lunch ever, hehehe |
Akhirnya
aku memutuskan untuk berkeliling pantai. Dan sekali lagi, ini beneran ramai
dengan makhluk bernapas. Aku mencoba berdamai dengan kondisi ini. Tenang Suci,
kamu akan baik-baik saja walau crowded begini. Aku menemani dua krucil-krucil (read :keponakan) untuk mandi di pantai itu. Hmm,
menurutku kondisi air di pantai ini lebih meyakinkan ketimbang pantai Cermin
atau pantai Sri Mersing. Airnya lumayan bersih, ya walau nggak sebersih pantai
di Aceh atau di Padang. Oke, stop to
compare, Suci. Ombaknya pun juga tidak begitu tinggi, jadi cocok banget deh
buat anak-anak mandi disini, eeh bukan hanya anak-anak yang mandi di sini, tapi
juga orang dewasa. Terus aku? Absolutely
NOT.
Bukan
hanya airnya yang ‘cukup bersih’, pantai ini juga memiliki tempat favoritku.
Apalagi kalau bukan spot untuk
dokumentasi. Ada beberapa tempat yang didesain oleh pihak pantai sebagai tempat
untuk mengabadikan momen. Ada yang berupa miniatur rumah, plang dengan ucapan i love you, replika lumba-lumba, kapal,
dan masih banyak jenis spot foto
lainnya.
![]() |
Where are you Jack? aiih |
![]() |
Lumba-lumba aja ada pasangannya, nah kamu? |
Selain
itu kita juga bisa merasakan sensasi naik boat dengan gaya meliuk-liuk di tengah laut. Pihak
pantai ini menyediakan boat yang
(tentunya ada tarif dong) bisa digunakan untuk mengelilingi lautan. Boat ini bisa mengangkut sekitar sepuluh
orang.
Urusan
fasilitas, pantai pondok Permai pantas diacungi jempol deh. Mulai dari tempat
parkir yang luas sehingga setiap mobil yang masuk pasti selalu ada tempat,
hehe. Kamar mandi dan toilet juga bagus dan bersih. Ada beberapa kamar mandi
yang terdapat di pantai, sehingga para pengunjung pantai nggak perlu rebutan
apalagi ngantri berjam-jam. Begitu juga dengan tempat ibadah, oke punya deh,
mushollah nya bagus dan bersih, ada mukenahnya lagi. Sayangnya, posisi
mushollanya agak jauh banget dari pantai, jadi butuh energi ekstra untuk
mencapainya. Dan kita tidak perlu khawatir soal makanan. You can found millon foods here, sate kerang, sate jengkol, bakso,
makanan ala-ala cafe pantai, bahkan kacang dan jagung rebus juga, hehe.
Kami
akhirnya menghentikan perjalanan ini ketika lelah mulai melanda. Sore menjelang
dan kami bergegas meninggalkan pantai. Kembali menikmati perjalanan ke ibu
kota, menghadapi macet lagi, menghadapi jalan berlubang lagi, menghadapi bunyi
klakson dan teriakan, menghadapi tumpukan deadline
pekerjaan dan tentunya menghadapi kenyataan bahwa kamu masih tidak menyadari
keberadaanku, aiih.
Medan,
24 April 2018, 20 : 22 WIB
I still waiting for the next journey yaa!
***
"Sang Dewi"nya Siantar
Banyak
yang bertanya kenapa aku memilih destinasi ini sebagai penutup wisata ke Kota
Siantar kali ini. Jelas-jelas bahwa yang aku kunjungi adalah sebuah tempat
peribadatan umat Buddha. Apa yang bisa aku dapatkan dari sana? Unfaedah banget
sih ke sana, hehe. Mungkin benar, perjalanan ke sini hampir bisa dikatakan
tidak memberikan manfaat yang berarti (untuk sebagian orang). Well, ini hanya sebuah tempat ibadah
umat Buddha, trus kita yang muslim bisa ngapain di sini? Hehe. At least, walaupun seperti unfaedah, tetapi
aku mendapatkan sesuatu hal menarik di tempat wisata ini, apalagi kalau bukan
destinasi yang oke punya. Menurutku, selain hikmah, cerita dan pengamalan,
memiliki sebuah dokumentasi dari perjalanan adalah must, hehe.
Pagi
itu hujan membasahi tanah Siantar. Kami akhirnya memilih tempat wisata yang
dekat agar bisa segera balik ke kota Medan. Alhasil aku wara wiri di google, dan jeng jeng jeng muncul sebuah
website yang menyatakan ada sebuah
pagoda yang di sana terdapat Dewi Kwan Inn. Cantik, berasa di luar negeri, bisa
dapat banyak spot foto cantik deh pokoknya. Setidaknya itu
kalimat yang membuatku memutuskan bahwa sebelum pulang ke Medan, kudu nih
mengunjungi tempat ibadah yang konon katanya telah bermetamorfosa menjadi
sebuah tempat wisata. Tahu siapa Dewi Kwan Inn? Hmm, sejujurnya nggak. Dan
nggak berminat juga sih mencari tahunya. Tapi seingatku dulu waktu kecil, ayah
pernah nonton film Kera Sakti, nah gurunya Kera Sakti itu ada yang perempuan,
kalau nggak salah, itulah dia Dewi Kwann Inn. Hehe. But nothing problem, toh aku ke sini juga bukan sedang observasi
atau cari literature tentang agama Budhha kok, aku ke sini hanya ingin
POTO-POTO (catet tuh).
Ketika
mobil memasuki kawasan pagoda, kami agak ragu, sepi sih soalnya. Eh, kita yang muslim boleh masuk gak ya? akhirnya muncul pikiran seperti itu. Daripada
sesat di jalan, kami memberanikan diri untuk bertanya, dan Alhamdulillah satpam
penjaga pagoda itu dengan ramahnya mempersilakan kami masuk. Mobil kami adalah
satu-satunya yang terparkir di halaman pagoda itu. Mungkin umat Buddha beribadahnya tidak sepagi ini, he. Hal pertama
yang aku lihat tentunya adalah sebuah patung raksasa siapa lagi kalau
bukan patung Dewi Kwann Inn.
![]() |
Pintu Utama Tempat Ibadah |
Aku
mendekat ke arah gedung utama pagoda, ada beberapa anak tangga yang harus
dilewati dan sebuah jembatan kecil. Pandanganku terhenti ke arah sebelah kanan.
Bukankah itu kumpulan patung shio?.
Benar, itu adalah kumpulan berbagai patung shio. Ingatan membawaku kembali ke
zaman SMA. Masa ketika ramalan zodiak dan shio sangat aku tunggu-tunggu, aiih.
Aku ingat, shio ku adalah kuda. Lalu aku mencari patung shio kuda dan
mendokumentasikannya. Ya, walau aku beneran gak percaya dengan zodiak dan shio,
setidaknya kalau ada yang bertanya perihal zodiak dan shio, aku bisa menjawabnya
dengan mantap. Hehe.
![]() |
Patung Shio |
Aku
melanjutkan perjalanan menuju ke patung raksasa itu. Bukankah memang ini yang ingin aku lihat?. Patung itu berada di
lantai dua gedung utama. Beratapkan langit dan beralaskan lantai yang full di keramik. Tak ayal lagi, aku
langsung sigap mendokumentasikan berbagai tempat. Tentang patungnya? Besar dan
tinggi, sayangnya warnanya sudah tidak glowing
lagi, mungkin karena langsung kena panas dan hujan. Di sekeliling Dewi
Kwann Inn ada beberapa patung Buddha yang aku nggak tahu itu apa dan siapa
namanya. Hmm, sepertinya keempat patung itu sedang menjaga Dewi Kwann Inn
dengan baik, hehe.
![]() | ||
Patung Dewi Kwann Inn |
Di
depan Dewi Kwann Inn, terdapat sebuah lonceng raksasa. Besar banget euy, bahkan
aku saja bisa masuk ke dalam lonceng itu lho. Jadi teringat film boboho dulu
yang masuk ke dalam lonceng, terus temannya dengan usil membunyikan lonceng
itu, alhasil pusing deh tu kepala boboho.
![]() |
Lonceng Raksasa |
Nah,
ini yang aku nggak paham. Awalnya kurang tertarik untuk berfoto di sini, tetapi
aku melihat beberapa penganut Budhha berfoto di sini dengan gaya yang aku
lakukan ini, heheh. Mungkin ada beberapa mitos yang mereka percayai, aku juga
nggak sempat nanya sih, terlalu sibuk dengan foto-foto (maklumkeun). Eh, tapi
aku berfoto disini bukan karena mempercayai mitos mereka lho, melainkan karena
ternyata di kamera hasilnya lumayan cantik juga, hehehe.
Gerimis
akhirnya mengguyur kawasan pagoda. Aku masih berusaha mengabadikan beberapa
tempat yang oke punya. Alhasil gambar ala-ala luar negeripun berhasil kami
abadikan.
Dan
ketika hujan terasa semakin rapat. Kamipun mempercepat langkah menuju ke mobil,
menghindari tetesan hujan yang makin lama makin tidak bersahabat.
Well,
aku kurang begitu prefer dengan pagoda ini. Ya, selain alasannya karena urusan
imaan, tetapi memang untuk kalian yang suka hunting tempat foto keren, ini
nggak begitu reccomended deh. Tetapi,
yang paling penting itu no fee charge,
alias gratisss. Nah, daripada nangkring di hotel aja atau keliling-keliling
kota sambil ngobrol nggak jelas, pagoda ini merupakan solusi terbaik untuk kalian
kunjungi.
Medan,
5 April 2018
What?
Tulisan sederhana ini aku selesaikan dalam waktu hampir seminggu. Aiih. Kenapa?
Bukan karena stuck, tetapi kagak
sempat.
Trus
sempatnya ngapain? Stalking IG si
dia, aiih.
***
Sensasi Berbeda dari Danau Toba
![]() |
Pintu Masuk BIS |
Siapa
yang tidak mengenal danau Toba, sebuah destinasi wisata yang sangat terkenal
jika seseorang menyebutkan Medan atau Sumatera Utara. Bahkan jangan nagku-ngaku
jadi orang Medan jika belum pernah berkunjung ke danau Toba. Berwisata ke danau
Toba biasanya dihabiskan dengan mengelilingi danau denga speedboot, melihat batu gantung, pesona alam Parapat atau
berkunjung ke pulau Samosir, sebuah pulau yang berada di tengah-tengah Danau
Toba. Beberapa cara berbeda dalam menikmati keindahan danau Toba adalah berenang
di danau atau sekadar memancing ikan. Nah, jika kalian berkunjung ke danau
Toba, ingin mencoba sensasi yang mana? Hehe.
Tersebutlah
sebuah destinasi wisata yang baru launching
mencoba mencari cara menikmati danau Toba dengan sesuatu yang tidak biasa. Ialah
wisata Bukit Indah Simarjarunjung atau yang lebih sering disingkat BIS. Bukit
ini berada di sebuah kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Lebih tepatnya di
Jalan Simarjarunjung, Butu Bayu Pane Raja, Dolok Perdamean, Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara. Kalau dari ibukota provinsi (Medan) memakan waktu
perjalanan darat sekitar empat jam.
Sesuai
dengan namanya, Bukit, tentu kalian sudah bisa membayangkan bagaimana
perjalanan menuju ke sana. Pastikan kendaraan kalian kondisinya benar-benar fit
karena medannya sedikit berbeda. Kita akan melewati perjalanan menuju ke sebuah
bukit dengan hutan di sebelah kiri dan jurang di sebelah kanan dan tentunya
kondisi jalananyan yang meliuk-liuk. Kalian takkan menemukan lampu jalan, rumah
penduduk, bengkel apalagi hotel bintang lima (hehe). Maka, kondisi kendaraan
menuju ke sana benar-benar harus baik.
Teruntuk
kalian yang suka mabuk perjalanan, mungkin perlu disiapkan peralatan anti
mabuk. Misalnya saja obat anti mabuk, minyak kayu putih atau kantong kresek.
Usahakan jangan tidur selama perjalanan ya, karena ada pemandangan luar biasa
yang kau temui selama perjalanan. Misalnya saja hutan pinus yang tersusun rapi,
birunya air danau Toba, atau beberapa monyet hutan yang bebas bekeliaran.
Percaya deh, kalian akan berdecak kagum dengan pemandangan yang dihadirkan.
Satu lagi, matikan AC mobil dan biarkan udara segar memenuhi paru-paru kalian.
Setidaknya inilah cara memanjakan paru-paru yang selama ini mungkin hanya
berisi asap kendaraan dan asap rokok, aihh.
Hal
yang paling menarik dari BIS ini adalah tidak adanya tiket masuk. Kalian hanya
cukup membayar uang parkir untuk setiap kendaraan, dan itu tidak dihitung per
jam lho (memangnya mall, hehe). Cukup membayar Rp 30.000 saja untuk mobil dan
Rp 10.000 untuk motor, kalian bisa menikamati BIS dengan leluasa.
Sebuah
pemandangan tak kalah menarik juga disuguhkan oleh BIS. Apalagi kalau bukan
sensasi melihat danau Toba dari atas bukit. Masha Allah, ini benar-benar kuasa
Allah yang luar biasa, cantik dan indah sekali. Birunya air danau seolah
dipantulkan sempurna oleh sinar matahari. Riak airnya seperti garisan –garisan
kecil, bahkan kalian bisa melihat setiap kapal yang melintasi danau tersebut.
Bukan
hanya pemandangan yang sensasional, wisata ini benar-benar menyuguhkan sebuah
wisata ala kids jaman now. Apalagi kalau bukan dokumentasi.
Tempat ini menyediakan beberapa spot yang instgramable
banget lengkap dengan fotografer handal. Cukup membayar Rp 5.000 per orang
untuk setiap spot foto, kalian bisa
berfoto sepuas hati dengan menggunakan kamera sendiri. Jika ingin menggunakan
jasa fotografer, kalian cukup menambah Rp 10.000 dan mendapatkan empat soft file foto yang disimpan di memory card kalian. Spot
foto yang disajikan bukan sekadar bunga, papan bertuliskan BIS, atau tempat
duduk yang ada love nya. Bahkan
beberapa spotnya sangat menarik. Sebut saja rumah pohon dengan tinggi hampir
tiga meter dan itu berlatar danau Toba, ayunan yang mengarah ke permukaan danau
Toba, mengayuh sepeda dengan seutas tali yang melintasi pepohonan atau sarang
burung yang menggelantung. Masih banyak juga spot foto lainnya. Jika melihat
dengan mata secara langsung, spotnya akan terlihat biasa saja. Lain halnya jika
didokumentasikan dalam kamera, wah beneran instgramable banget deh.
Rumah Pohon BIS |
Ayunan BIS |
BIS
ini juga dilengkapi dengan warung makan, toilet yang bersih, dan tempat sholat.
Jadi tidak usah khawatir jika kalian berlama-lama di sini, kalian tidak akan
kelaparan, tidak akan menahan hajat, apalagi meninggalkan sholat, eeh.
Penting
juga untuk kalian memakai pakaian yang cocok jika ke sini. BIS yang berada di
puncak bukit ini sangat dingin, anginnya juga agak kencang, jadi jangan
terkejut ya, namanya juga di puncak bukit. Jangan lupa untuk menyiapkan
logistik. Cuaca yang dingin akan membuat lambung bekerja lebih cepat, sehingga
akan sangat cepat lapar. Bukan hanya itu, persiapan fofografi juga harus
dimaksimalkan. Percayalah, kalian akan menghabiskan banyak memory untuk mengabadikan semua spot cantik di tempat ini.
Penasaran
bagaimana menikmati danau Toba dengan sensasi berbeda? Silakan berkunjung ke
BIS. Kalian tidak akan kecewa kok. Percayalah, kalian akan mendapatkan
dokumentasi terbaik dan coba aja posting di instagram, pasti nambah itu
followersnya, hehe.
Medan,
08 Maret 2018, 14 : 35 WIB
Perjalanan
ini telah dilakukan tepat dua minggu yang lalu, tapi entah kenapa kok belum move on ya ? tiba-tiba rindu melanda. Eh
rindu.
___________________________________________
Sebuah Makam Bersejarah
Bekerja
ke luar kota merupakan hal menyenangkan bagiku. Bagaimana tidak, akhirnya aku
meninggalkan hiruk pikuk kota Metropolitan ini. Sejenak melupakan macetnya
jalanan ibu kota yang hampir setiap hari aku lewati. Tentunya melupakan dirimu
dan segala pertanyaan mereka tentang dirimu, hehehE. Hingga akhirnya aku
mendapatkan sebuah pekerjaan ke luar kota yaitu di Balige, Kabupaten Toba
Samosir, Sumatera Utara.
Sudah
menjadi kebiasaan, bahkan ritual wajib bagi aku dan timku untuk mencoba memaksimalkan
waktu di luar kota dengan menyelipkan beberapa destinasi wisata di sela-sela
kesibukan yang gak karuan. Balige sebenarnya tidak menyediakan destinasi yang
mumpuni untuk sebuah perjalanan wisata. Kita bisa saja menikmati berbagai
wisata, tapi membutuhkan perjalanan maksimal menuju ke sana. Tentunya kami
tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan perjalanan semacam itu.
Akhirnya
perjalanan ke Balige ini dilengkapi oleh kegiatan wisata sejarah, eeh
jarang-jarang banget nih. Secara aku adalah seorang penikmat alam, tapi untuk
kali ini lupakan dulu perihal alam-alam itu. Destinasi wisata kami adalah
sebuah makam pahlawan nasional yaitu Makam Sisingamangaraja.
Makam
Sisingamangaraja terletak tidak jauh dari hotel aku menginap, itu hanya sekitar
25-30 menit. Sore yang dibumbui sedikit gerimis itu mengantarkan aku untuk
berziarah, eeh gak juga sih, sebenarnya hanya ingin foto-foto doang, heheh.
Suasana sore yang melankolis banget untuk berkunjung ke sebuah makam pahlawan
nasional.
Sepi,
itulah kesan pertama ketika aku memasuki kawasan makam terebut. Entah karena
itu gerimis, atau karena aku yang berkunjungnya sudah kesorean atau memang
makam itu sudah merupakan hal biasa, aku juga kurang tahu dan tidak begitu
tertarik untuk menebak teka-teki semacam ini, hehe. Aku memasuki kawasan makam,
dan maaf, sedikit tidak begitu terurus menurutku. Beberapa ilalang tumbuh di
depan makam, dedaunan kering yang menutupi jalanan menuju ke makam, bahkan
beberapa sampah plastik membuat mataku ‘gatal’. Begitukah kondisi kebersihan
semua destinasi wisata di Indonesia? Aah, miris
Langkahku
akhirnya memasuki kawasan makam. Ekspektasinya aku akan menemukan sebuah
kuburan atau nisan bertuliskan nama sang pahlawan. But, aku menemukan bentuk makam yang lebih mirip seperti dinding
sebuah bangunan. Kami semua menatap heran, jadi makamnya yang mana ya? Jasad
Sisingamangaraja nya di letak di sebelah mana? Aku bahkan mengitari dinding
itu, but aku tidak menemukan apapun. Hanya sebuah
dinding yang dikeramik bertuliskan Makam Sisingamangaraja. Akhirnya kami
mencoba mencari petugas makam untuk menjawab semua rasa ingin tahu kami, tetapi
nihil.
Semua
akhirnya terjawab oleh kepintaran mas Google, hehe. Bukankah bentuk makam di
daerah Balige memang hampir menyerupai dinding? Dan di dalam itulah jasad
Sisingamangaraja disemayamkan. Alhamdulillah, rasa penasaran kami terjawab. Oh ya,
kondisi makam sangat bersih dan terurus, aku suka. Lihat saja, kami bahkan
harus melepaskan alas kaki ketika memasuki kawasan makam ini, menghormati arwah
yang berada di makam, setidaknya ini yang aku baca di google.
Beberapa
bunga pun menghiasi makam ini dan masih segar. Itu artinya bunga itu selalu
diganti dengan bunga yang baru, atau memang ada beberapa orang yang berziarah
dan memberikan bunga, nah kami? Ah kami mendoakan beliau kok. Semoga semua
kebaikan beliau mendapat balasan dari sisi Tuhan. Di depan makam
Sisingmangaraja ini terdapat sebuah kolam. Nah, ini yang beneran aku gak tahu
kenapa harus ada kolam di depan sebuah makam. Sebuah kolam yang tidak ada airnya.
Walaupun bertanya-tanya tetap aja eksis mengbadikan foto duduk di pinggiran
kolam tersebut, eh dasar!
Perjalanan kami di makam ini harus
terhenti karena memang tidak ada lagi yang harus dinikmati. Jujur, lama-lama
malah kesannya kok mistis banget ya, udah sore, hujan gerimis lagi, hehe. Akhirnya
kami bergerak meninggalkan makam ini menuju ke sebuah tempat yang tidak jauh
dari makam. Hey itu sebuah museum. Kalian penasaran? Terus kepoin blog aku ya!
Medan, 22 Februari 2018, 13:46
Bahkan rela menunda makan siang
demi menyelesaikan tulisan ini, ahh.
***
Jalan-Jalan Pintar Di Kebun Raya Bogor
Di setiap perjalanan kerja ke luar kota terutama ke Pulau Jawa, aku selalu menyempatkan diri untuk menambah jadwal perjalananku, hehe. Dan untuk perjalanan ke ibu kota Indonesia ini, aku memilih Bogor menjadi destinasi tambahanku. Kenapa harus Bogor ? ah, sebenarnya banyak drama yang terjadi sampai akhirnya memilih Bogor menjadi destinasi. Awalnya aku dan beberapa teman ingin memilih Yogyakarta, gak tahu kenapa kami sangat tertarik untuk berkunjung ke sana. Alhasil kami mencari tiket kereta api untuk memberangkatkan kami ke Yogyakarta, dan alhamdulillah tidak ada lagi tiket yang tersisa, semuanya telah habis terjual. Ya Allah, sedih rasanya. Padahal waktu itu ingin sekali mengunjungi kota Jogja.
Otak
kami berpikir keras, gak mungkin balik ke Medan tanpa melakukan sebuah
perjalanan lagi karena kami sudah melakukan pengunduran tiket pesawat. Dan
akhirnya memilih Bogor menjadi destinasi. Tidak hanya itu, keberadaan salah
seorang mamak ku (adik dari Bunda ku) juga ada di Bogor, aku memanggilnya
maetek. Dengan mendatangi Bogor aku toh juga bisa bersilaturrahim dengan
maetekku kan?. Jarak yang dekat antara Bogor dan Jakarta serta mobilitas yang
memadai menjadi alasan yang menguatkan kami untuk akhirnya memilih Bogor.
Kami
memasuki Kota Bogor siang hari. Mobil yang kami sewa meliuk
diantara kepadatan lalu lintas Kota Bogor. Yang aku lihat, ternyata Bogor rame
angkot juga ya, hehe. Aku memang pernah baca sih katanya Bogor itu adalah kota
seribu angkot, eh salah sejuta angkot maksudnya. Imbang-imbang dengan Medan
lah. Hehehe. Alhasil melihat angkot yang tiba-tiba nyalip atau berhenti, itu
mah udah jadi pemandangan yang biasa banget untukku.
Kamipun
meletakkan barang di sebuah Hotel yang telah dipesankan maetek dan tanteku. Dan
tanpa membuang waktu, kami segera mengunjungi destinasi yang menjadi icon kota Bogor, apalagi kalau bukan Kebun Raya
Bogor. Alhamdulillah tanteku berbesar hati untuk meluangkan waktunya menemani
jalan-jalan dadakan kami (thanks tante, kapan-kapan kita ke Puncak ya, hehe). Bermodalkan
angkot kami pun menginjakkan kaki ke kebun Raya Bogor.
Aku
ingat, kami ke sana bukan di hari libur, tapi suasana di Kebun Raya Bogor itu
sangat ramai sekali. Heheh. Saking ramainya bahkan kami gak sempat lagi berfoto
di sebuah tulisan yang menyatakan “Kebun Raya Bogor”, biar buktinya otentik
kalau kami beneran pergi ke sana, hehe. Setelah menyelesaikan proses
administrasi (membayar tiket, haha) kami pun memulai aksi kami. Dan ternyata kebun
itu sangat luaaaaaas sekali, kami bingung harus memulai dari mana, harus belok
kemana. Dan sekali lagi Allah mengirimkan bantuanNya lewat tanteku, tante yang
sudah sering bahkan hapal jalan-jalan di sini memilihkan spot-spot yang akan
kami kunjungi dan kami abadikan gambarnya (ini yang paling penting, hehe).
Dan
berfoto dengan latar belakang Istana Presiden adalah pilihan pertama kami. Aku
hampir loncat-loncat karena bisa melihat secara langsung dan lebih dekat rumah
dinas dari orang nomor satu di Indonesia ini. Sayangnya kami gak bisa berfoto
lebih dekat lagi karena kebetulan Presiden SBY sedang berada di Bogor sehingga
ada perimeter yang dipasang di sekitaran istana itu. Tak apalah, melihatnya
secara langsung saja sudah merupakan kebahagian tersendiri untukku.
Tak
perlu berlama-lama disini, kami melanjutkan perjalanan ke “Taman Meksiko”
Coba
tebak tanaman apa yang ada di Taman Meksiko? Kaktus. Iya, di taman ini kami
mendapati banyak sekali jenis tanaman kaktus dan bunga yang tumbuh di tempat
dengan suhu kering, ahh aku lupa namanya euy. Jalan-jalannya dihiasi dengan
susunan batu, wah serasa jadi koboy Meksiko kami.
Aku
lupa nama jembatan ini apa. Tetapi jembatan ini juga sering dijadikan objek
foto para netizen, hehe. Dan karena gak mau ketinggalan, kamipun mengabadikan
beberapa pose disini. Kamipun terus melanjutkan perjalanan kami mengitari Kebun
Raya Bogor. Jujur, aku capek sekali, sangat capek. Kami baru menempuh
perjalanan ke Bogor dan langsung berkelana mengitari kebun ini. Tentu kebayang
dong gimana rasa capeknya.
Dan
akhirnya kami memilih tempat ini sebagai tempat terakhir kami di Kebun Raya
Bogor;
Wajah-wajah
yang capek banget kan ya? Haha. Kami pun beristirahat disini. Menyusun agenda,
kemana lagi kita? Ahh padahal udah capek dan lelah tetapi semangat jalannya
masih aja getool, hehe.
Sayangnya
aku tak menemukan apa yang aku cari? Bunga Rafflesia. Entah dimana sebenarnya
posisi bunga itu, bahkan tanteku pun tak mengetahuinya. Kami juga sempat
menanyakan pengunjung lainnya dan jawabannya tetap sama, “kami juga lagi nyari
bunga itu”. Misteri banget kan ya? Haha. Mungkin bunga itu ada di suatu tempat,
kami aja yang belum menemukannya, kok sama seperti Jodoh yak? lho?.
Kebun
Raya Bogor ini adalah sebuah destinasi wisata yang edukatif banget. Disini kita
akan belajar banyak tentang biota tumbuhan, nama ilmiahnya, ciri fisiknya,
bentuk daun, batang, aah semuanya deh. Berbagai spesies tumbuhan ada di Kebun
ini, kereeeen sekali ide orang yang membuat kebun ini kan. Makanya selama
perjalanan ini aku menemukan gerombolan anak sekolah dengan catatan di
tangannya sedang mengamati pohon di depannya lalu menuliskan di buku catatan. Bahkan
ada gerombolan anak TK yang antusias bertanya kepada guru mereka “ini pohon apa
bu?” “ini apa”. Kami yang senantiasa bermain dengan angka jadinya tahu kalau
ada pohon ini, ada pohon itu, hehe. Jalan-jalan pinter deh pokoknya.
Bermodalkan
sisa tenaga yang kami punya, kami beranjak meninggalkan Kebun Raya Bogor. Hari
sudah mulai gelap, daripada kami terkurung dalam kegelapan dan gak bisa keluar,
kamipun segera melarikan diri. Kemana? Aaah, perjalanan panjang ini menguras
semua tenaga kami, menghabiskan semua cadangan energi kami. Dan akhirnya, “yok
makan”, kurasa itu ide yang sangat bagus.
Medan,
19 Januari 2018, 14:31
Ps
: Mereka yang menemani perjalanan ke
Bogor itu telah kembali melanjutkan perjalanannya masing-masing dengan
seseorang bernama suami. Aku? Ahh, mungkin saja sebentar lagi. Ya, sungguh
sebentar lagi.
***
Bermalam di Istiqlal
Malam
itu selesai berpetualang ke Monas kami melanjutkan perjalanan kami ke Masjid
Istiqlal. Dan kalian tahu, kami menuju ke Mesjid ini jalan kaki lho. Gak tahu
kenapa kami memilih untuk berjalan kaki menuju ke masjid ini sambil
bercengkrama dan bercerita tentang megahnya kehidupan di ibu kota. Dan tentunya
berharap ketemu artis yang nyasar beli bandrek di pinggiran jalan ibu kota,
ehh.
Capek,
lelah ketika ternyata perjalanan jalan kaki ini benar-benar membutuhkan energi
yang ekstra. Aku lupa kami memulai jalan kaki dari mana, tapi yang jelas ini
mah jauh banget. Capek pokoknya. Ditambah lagi dari pagi sampai sore, otak
harus bekerja keras menganalisa semua bahan seminar, Ahhh...bener-bener deh.
Dan
sampailah kami di tempat ini. Aku berdecak kagum, padahal baru sampai tanda ini
aja lho, belum masuk ke dalam masjidnya. Aku berteriak takbir dalam hati “Allahu
Akbar”. Betapa hebatnya karunia Allah, seorang gadis kampung tak berpunya
akhirnya bisa melihat sebuah masjid yang katanya fenomenal ini. Sebuah masjid
yang terluas se Asia Tenggara.
Lalu,
kami melangkah masuk ke dalam area Masjid. Mencoba mengumpulkan sisa-sisa
semangat yang ada agar terus bisa tersenyum setiap kamera beraksi. Eeh.
Pandangan
ku edarkan mengitari halaman masjid. Masha Allah. Masjid ini memang besar. Mungkin
karena di kampungku masjid hanya berukuran kecil, alhasil Masjid Istiqal
terlihat seperti masjid raksasa. Aku melihat beberapa spanduk, banner yang
bertuliskan beberapa agenda kajian masjid. Dan sekali lagi aku berdecak kagum. Aku
melihat beberapa nama yang ingin sekali aku ikuti kajiannya secara langsung. Ialah
Ust Arifin Ilham, KH. Abdullah Gymanastiar, Ust. Yusuf Mansyur dan masih banyak sederetan ustad
lainnya. Ahh, terlalu nge jomplang dengan masjid di daerahku. Boro-boro ngadain
pengajian sekali sebulan, pas bulan Ramadhan aja kami sering gak ada ustadnya. Hiks.
Aku
mulai memasuki kawasan di dalam masjid. Terlihat ada beberapa orang yang keluar
dari masjid, beberapa orang sedang memasang sepatu, mungkin baru menyelesaikan
urusan dengan Robb nya. Ada rak-rak sepatu tersusun rapi. Dan setiap pengunjung
masjid wajib memasukkan sepatunya ke dalam rak yang telah tersedia. Awalnya kami
bingung mana rak akhwat dan ikhwan, lalu dua orang petugas di sana dengan sigap
membantu kami. Bahkan untuk menyusun sepatu, ada petugasnya lho.
Perlahan
kami mengitari daerah dalam Masjid. Mulai dari tempat wudhunya yang bersih,
mukenahnya yang tersusun rapi, serta petugas yang berkeliling memantau kondisi
masjid atau sekadar menyapa pengujung yang alay seperti kami. Hehe.
Memang
tepat gelar yang disematkan untuk masjid ini, masjid terluas di Asia Tenggara. Karena
ternyata benar, masjid ini sangat luas. Mungkin aku tidak mengitari setiap
bagian dari masjid ini karena saking luasnya.
Waktu
itu sudah sangat larut, bahkan waktu isya sudah lama sekali berlalu. Tetapi aku
melihat ada beberapa aktivitas religius yang dilakukan sekelompok orang di sini.
Ada mereka yang sholat dengan khusu’nya, ada mereka yang melingkar dan
menceritakan kebesaran Illahi atau mereka yang mentadabburi Al Quran dan
kemudian menangisi dosa dengan terisak. Pemandangan yang benar-benar jarang aku
temui. Ingin sekali mencoba menyapa Tuhan dalam sholat di dalam masjid ini,
tapi apalah daya syariat sedang melarangku untuk melakukannya. Aah, mungkin
kali ini takdir Allah masih sebatas mengunjungi masjid, semoga suatu hari bisa
shalat atau ijab qabul di masjid ini. Widiiihhh..
Kami
terus berkelana dengan sisa tenaga yang makin menipis. Akhirnya bukan waktu
yang memisahkan, tapi tenaga. Ketika lelah itu benar-benar memuncak akhirnya
kami putuskan untuk menyudahi perjalanan di masjid Istiqlal. Kami bergerak
menuju pintu ke luar dan memberikan senyuman paling ramah kepada petugas masjid
yang telah memberikan pelayanan maksimal kepada kami. Dan ketika hendak ke luar
masjid aku menatap gagahnya masjid itu dan berazzam, “aku akan ke sini lagi Ya
Allah! Aku harus shalat di sini”. Berbalik arah dan bergerak menjauh dari
masjid.
Medan,
4 Januari 2018, 09:04
Ps
: salah satu bentuk me time yang sering aku lakukan adalah menulis sesuatu
yang berseliweran di dalam kepala. Jadi jika kalian melihat tulisanku kacau,
amburadul, penuh amarah, emosi, Ahh...sesungguhnya kalian akan bisa menebak apa
yang sedang aku pikirkan. Hehehe...
***
Ini Monas Yaak ?
Monas, siapa sih yang gak kenal dengan benda ini. Benda yang merupakan icon dari ibu Kota Indonesia, Jakarta, ramai menjadi bahan perbincangan orang (eeh atau aku aja kali ya, heheh). Tapi kali ini aku gak mau ngebahas tentang sejarah monas, kapan dibangun, siapa yang membangun atau alasan dibalik pembangunannya. Silakan searching atau tanya guru sejarah aja yaa...opss.
Mungkin untuk sebagian orang tugu monas ini adalah hal yang biasa saja, ‘basi’, begitu beberapa ungkapan dari mereka. Tapi tentu tidak denganku, gadis lugu (cie elah) yang hidup di sebuah desa kecil di pinggir kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Buatku monas adalah cita-cita kecilku, karena dari kecil aku sangat menginginkan bisa melihat tugu itu langsung dengan mataku sendiri. Ntah kenapa aku selalu ingin segera sampai kesini, aku ingin melihat Monas.
“Suci
mau ke Jakarta gak?”. Mau.
“Ntar
di Jakarta mau ngapain? Ke Ancol ?”. Gak, aku mau lihat Monas aja.
Ya
Allah, cita-cita yang sederhana banget, hehehe.
Tapi sayang, kondisiku begitu sangat
tidak memungkinkan. Dimulai dari kondisi ekonomi yang tidak bersahabat, waktu
yang tak kunjung datang dan pertimbangan tidak adanya keluarga di Jakarta,
membuatku mengurungkan niatku untuk berkunjung ke icon Jakarta itu. Buatku mendarat di Jakarta sehari atau dua hari
saja adalah impianku, karena membayangkannya saja aku tidak bisa, takut, takut
gak terwujud. Karena memang ada beberapa kondisi yang sangat tidak memungkinkan
aku untuk bisa berpergian dengan jarak yang jauh dan biaya yang cukup mahal
(dulu mah, tiket pesawat harganya melangit banget).
Tapi aku kan punya Allah, aku minta langsung saja sama Dia. Dan ternyata
Allah kabulkan permohonanku, Huaa...aku beneran gak nyangka banget, bisa
menginjakkan kaki ke negeri para artis itu. Masha Allah. Alhamdulillah. Tahun 2014
aku menginjakkan kaki ke sana, Jakarta, Im
Coming. Aku gak nyangka ternyata rencana Allah malahan lebih indah
ketimbang rencanaku sendiri. Teringat dengan surat Ar Rahman deh, “Maka Nikmat
Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”.
Bukan jalan-jalan atau memang
sekadar mewujudkan salah satu impianku agar bisa berkunjung ke ibu kota negaraku
itu, melainkan ada tugas dari NGO tempat aku bekerja. Kami diwajibkan untuk
ikut pelatihan di Jakarta selama hampir satu minggu, bahkan tanpa mengeluarkan
biaya sepeser pun. Ya Allah, aku bukan berangkat ke Jakata dengan biayaku
sendiri, aku sama sekali tak perlu memikirkan dimana aku akan menginap,
bagaimana caranya agar aku bisa makan di Jakarta. Ternyata itu Allah yang
uruskan. Allah yang pilihkan pesawat Garuda untuk perjalananku Medan-Jakarta,
Jakarta-Medan. Allah yang pilihkan Hotel Sultan, tempatku menginap selama
hampir seminggu di Jakarta, dan Allah juga yang urus makanan yang aku makan
melalui dapur hotel yang kaya akan cita rasa itu. Sekali lagi aku katakan,
Allah itu maha baik, Allah itu amat sayang dengan hamba Nya, bahkan ungkapan
sayangnya itu kadang tak ternalar lagi dalam pikiran kita. Alhamdulillah.
Karena ini judulnya adalah
pelatihan, alhasil dari pagi sampai sore kami harus berkutat dengan bahan, kertas,
presentasi atau tanya jawab. Akhirnya waktu yang luang untuk menikmati indahnya
kota Jakarta adalah di malam hari. Dan jadilah kami malam-malam mengitari kota
Jakarta, termasuk berkunjung ke tugu Monas, jeng,..jeng...jeng...
Maafkan
jika hasil kameranya tak seperti yang diharapkan, maklum anak kuliahan yang
kos-kosan jadi hp pun ala kadarnya. Mereka adalah teman NGO ku, teman kampusku
juga. Bersama merekalah aku mengitari kota Jakarta di malam hari.
Lho, kalian cuma pergi berempat
doang? Ahh tentunya tidak. Untuk seseorang seperti kami, yang barus first step di Ibu Kota Negara pasti
kebingungan dong ketika melihat kota Jakarta yang gedungnya tinggi-tinggi
banget. Huaa... tenang, kami punya guide kok, teman SMA nya Siti yang bekerja
di Jakarta. Dan inilah guide kami selama di Jakarta
Laki-laki
yah? Tenang. Insya allah mereka laki-laki baik. Mereka mengajak kami berkelana
dari sore sampai malam, Hahaha. Mereka pun menceritakan beberapa destinasi
wisata di Jakarta. Dan aku sangat antusias mendengar setiap cerita dari dua
laki-laki ini, Wah,..mungkin mereka melihat ke”katrok”an ku kali ya, yang
begitu norak banget ketika melihat Jakarta, ketika melihat tingginya gedung
atau ramainya lalu lintas di Jakarta.
“Ini Monas Yaak”
Itulah kata-kata yang pertama kali
keluar dari mulutku ketika menyaksikan tugu itu berdiri kokoh dihadapanku. Mungkin
dua orang guide kami tersenyum
melihat pernyataanku. Hahaha. Yang jelas aku menyaksikan tugu itu
hampir selama 10 menit tanpa beralih pandangan. Ya Allah. Tugu yang dari kecil
aku impikan, sekarang dengan kuasa Mu aku berdiri di hadapannya. Jangankan mewujudkannya,
memimpikan bisa sampai ke hadapan Monas saja aku gak berani, karena bisa sampai
ke Monas itu adalah miracle banget buat kehidupanku. Ahh...mungkin kalau
kalian bisa bertemu dan melihat kondisiku akan paham mengapa aku tak sanggup
memimpikannya. Hikss..
Aku menginjakkan kaki di Monas itu
sudah hampir jam 7 malam waktu itu. Jadi ya gelap banget deh kondisi di sana. Untung
saja kami kesana gak malam minggu jadinya gak begitu padat. Kata guide kami, kalau malam minggu ke Monas
itu seperti mengunjungi pasar malam. Banyak orang berkumpul di Monas, banyak
orang jualan. Aku juga terkejut dengan cerita sang guide. Karena sangat kontras
dengan apa yang aku lihat di sana. Aku melihat Monas tak begitu ramai, bahkan
kami sangat nyaman untuk berfoto karena begitu banyak spot yang lumayan cantik
diabadikan.
Kalau malam, Monas bercahaya, dan
cahayanya berganti-ganti. Kadang warna kuning, hijau, ungu. Jadinya kalau mau
foto yang nampak Monasnya harus berbarengan dengan lampu yang menyala ya..kalau
gak ya gak bakalan nampak tu Monasnya. Alhasil guide kami yang luar biasa ini mengerahkan segala tenaganya agar
kami bisa tercandeed dengan sempurna
di depan Monas. Terima kasih sang guide,
semoga Allah membalas semua kebaikan kalian yaah.
Ini salah satu bentuk mata pencarian masyarakat Jakarta, miris. Mereka sama sekali tak menetapkan berapa biaya yang dibebankan. Mereka hanya menyediakan kotak di depan mereka. Waah...aku benar-benar terkejut dengan kondisi itu, mungkin first time aku melihat hal yang seperti ini. Kami menghabiskan beberapa shoot dengan badut doraemon dan masha, lalu meninggalkan beberapa uang ribuan kepada keduanya. Gak tahu kenapa aku merasa sedih saja melihat perjuangan masyarakat Jakarta memenuhi kehidupannya.
Dan akhirnya setelah mengitari Monas
dengan bermodalkan kedua langkah kaki ini, kami pun merasa lapar (lagi) hahaha.
Aku iseng memesan kerak telor yang katanya makanan khas Jakarta. Kebetulan di
Monas ada beberapa yang jualan kerak telor. Ahh..mungkin semua orang tahu kerak
telor, kecuali aku. Katrok banget sih aku, hehe. Akibatnya aku begitu detail
memperhatikan ketika mas-mas itu membuatkan kerak telor spesial untukku. Lalu ketika
sudah selesai, aku bersiap menyantapnya, dan jeng...jeng...jeng...
Aku
menelannya perlahan.
Oh
my God !! aku langsung meneguk aqua lalu berteriak ke arah teman-teman, “kita
ke rumah makan Padang yokk” (teteup, kemana-mana rumah makan padang is the best). Ternyata lidahku tak
sesuai dengan kerak telor ini, hahaha. Bukan gak enak lo, tapi mungkin kurang
cocok saja di lidahku. Maklum, anak kampung ini kan biasa maka ubi sama
kangkung saja, hehe. Buat kalian boleh kok mencoba kerak telor, biar ngerasain
jadi orang betawi itu gimana, heheh..
Kami pun landing di hotel sekitar jam 11an malam. Ya Allah lama banget,
padahal besok pagi jam 8 kami harus pelatihan lagi, harus diskusi lagi, harus
presentasi lagi. Ahh...untung tubuhku bersahabat. Aku benar-benar menikmati
perjalanan pertamaku ke Monas, dan serasa ingin berteriak “AKU UDAH SAMPAI
MONAS”.
Medan,
20 Juli 2017, 15:55
Ps
: Ntah kenapa begitu merindukan berpetualang di Jakarta saat malam hari bersama
mereka.
No comments:
Post a Comment