![]() |
Pict : Nasi Goreng Oriental
Tentunya kita pernah mendapati meja makan yang penuh dengan seabrek makanan dan minuman. Terlalu banyak pilihan, dan Masha Allah semuanya kelihatan nikmat. Ya....awalnya ada keinginan terbesar kita untuk menghabiskan sederetan makanan enak tersebut. Lalu ? apakah yang selanjutnya terjadi?. Dari ratusan piring di atas meja itu, kita mungkin hanya mampu menghabiskan beberapa piring saja. Lalu, pernahkan kau melihat, bahkan mengalami sendiri, manusia yang memiliki puluhan, eh ratusan, eh ribuan pakaian?. Apakah mereka memakai semuanya dalam satu waktu? Tentunya tidak. Dari ribuan pakaian mereka yang tertata rapi di lemari, mereka hanya bisa memakainya satu saja untuk satu waktu. Ahhh..
Tentunya kita pernah mendapati meja makan yang penuh dengan seabrek makanan dan minuman. Terlalu banyak pilihan, dan Masha Allah semuanya kelihatan nikmat. Ya....awalnya ada keinginan terbesar kita untuk menghabiskan sederetan makanan enak tersebut. Lalu ? apakah yang selanjutnya terjadi?. Dari ratusan piring di atas meja itu, kita mungkin hanya mampu menghabiskan beberapa piring saja. Lalu, pernahkan kau melihat, bahkan mengalami sendiri, manusia yang memiliki puluhan, eh ratusan, eh ribuan pakaian?. Apakah mereka memakai semuanya dalam satu waktu? Tentunya tidak. Dari ribuan pakaian mereka yang tertata rapi di lemari, mereka hanya bisa memakainya satu saja untuk satu waktu. Ahhh..
Mungkin
dua analogi di atas cukup menjelaskan. Lihatlah, ternyata manusia itu tidak
membutuhkan sesuatu yang berlebihan, manusia tidak membutuhkan harus memiliki
semuanya, manusia tidak membutuhkan semua hal terbaik harus ada pada dirinya. Ya...pada
dasarnya manusia itu membutuhkan kecukupan. Lihat saja, ketika merasa cukup
dengan satu pasang pakaian untuk dipakai, maka ribuan pakaian di lemari seolah
tak ada gunanya. Ketika merasa cukup dengan semangkok sop daging, maka segunung
pizza pun tak akan menggoda. Ketika merasa cukup dengan menghabiskan waktu
bersama keluarga, maka mengapa harus menghamburkan uang untuk jalan-jalan ke
luar negeri. Ketika merasa cukup memiliki pasangan hidup yang begini begitu,
maka mengapa harus mencari orang lain untuk menjadi sandaran hidup. Sekali
lagi, hanya ketika kita merasa cukup.
So,
jodohpun juga masalah kecukupan.
Sayangnya,
manusia tak pernah merasa cukup. Selalu mencari yang terbaik di antara yang
terbaik. Bahkan selalu membandingkan satu dengan yang lainnya. Ada yang baik,
maka ia terus mencari yang lebih baik lagi, ketika ada yang lebih baik, maka ia
akan mencari yang sangat baik. Suatu hari ada lelaki sholeh datang kepadanya,
ditepis dengan alasan kurang mampu secara finansial. Ada laki-laki yang secara
finansial mumpuni, juga ditepis karena wajahnya tak seperti artis korea (haha),
ada laki-laki keturunan pejabat menghampiri juga langsung ditepis karena belum
hafal juz amma. Ahh...kamu mau cari yang seperti apa sih?
Dan
pastilah diri akan semakin bingung dengan kondisi itu. Berharap agar ada yang
lebih baik lagi datang, berharap seseorang yang benar-benar sempurna akan
menghampiri. Jelaslah bahwa diri akan semakin dilema, karena ketika terus
mencari, terus membandingkan maka sejatinya kita sedang melawan fitrah manusia
itu sendiri. Bukankah manusia itu fitrahnya “cukup”, bukan harus mendapatkan
yang terbaik ?
Maka
jangan teruskan lagi proses melawan fitrahmu. Engkau akan teus menyakiti dirimu,
engkau akan terus mengkerdilkan jiwamu. Berhentilah !
Berhentilah
untuk mencari yang terbaik !
Berhentilah
untuk mencari yang yang sempurna !
Karena
sebenarnya tidak ada yang benar-benar baik. Yang ada itu adalah yang bergerak
ke arah kebaikan, bersedia untuk terus memperbaiki dan diperbaiki.
Ambillah
secukupnya !!
Percayalah,
yang cukup itulah yang justru bisa memberikan kenyamanan.
Percayalah,
yang cukup itulah yang akan memberikan ruang gerak untuk terus tumbuh, untuk
terus menjadi yang lebih baik lagi.
Ambillah
dia, yang secukupnya bisa menjadi tumpuan hidup dunia akhirat
Ambiilah
dia, yang secukupnya bisa menjadi sandaran dikala dunia mulai tak stabil
Ambillah
dia, yang secukupnya bisa mendidik anak-anak menjadi qurrota ‘ayun
Ambillah
dia, yang secukupnya dengan fasih membisikkan kalimat tayyibah di telinga kita
saat kita menghadapi sakratul maut.
Karena
pada akhirnya memang kita hanya memerlukan yang cukup !!