![]() |
Judul : Shattered (Menghancurkan, Dihancurkan)
Penulis :
Teri Terry
Penerbit :
PT Bhuana Ilmu Populer, Kelompok Gramedia.
Halaman :
501
“Tumben baca novel Uni”,
begitu tanggapan beberapa teman kerjaku ketika aku mengeluarkan novel ini dari ransel.
Haahaha, memang begitulah kenyataannya. Aku sangat jarang sekali membaca novel,
teenlit, apalagi komik. Biasanya buku non fiksi, seperti buku agama, buku
matematika, buku pendidikan, buku psikologi sangat menjadi andalanku di sela
kesibukan. Tapi tidak untuk kali ini, aku merasa butuh sedikit perubahan bahan
bacaan. Terenyuh dengan ucapan seorang teman di facebookku, “jangan seius amat
Uni, nanti cepet tua lo (udah tua kali ya), sesekali baca novel buat bahan
imajinasi, karena buku non fiksi itu gak bisa menghadirkan sebuah imajinasi”. Finally, aku membeli novel ini.
Kadang butuh beberapa bacaan
ringan di sela bacaan “berat” dan syarat makna. Akhirnya novel ini pun aku
garap. Awalnya aku pikir ini bacaan ringan, sekedar melepaskan kejenuhan dari
rutinitas pekerjaan, ternyata Oooh tidaaak !! aku terjebak. Novel ini
benar-benar syarat akan ilmu, novel ini syarat akan emosi. Biasanya beberapa
novel akan membuat pembacanya memiliki ekspresi seperti terpingkal, atau
tersenyum kecil, pipi merona, bahkan ada yang berurai air mata. Tapi tidak
untuk novel ini. Novel ini benar-benar membuat keningku berkerut, otakku
bekerja, menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Benar-benar
petualangan terbaik untuk para neuron di otakku.
Petualangan? Ya. Novel ini
tentang sebuah petualangan. Petualangan seorang gadis di masa depan. Masa depan?
Ya. Novel ini bercerita tentang masa depan. Tentang bagaimana kehidupan
masyarakat masa depan yang semuanya bergantung dengan komputer. Bahkan manusia “nakal”
di masa depan akan diprogram otaknya melalui komputer, sehingga ia akan hadir
sebagai pribadi yang lebih baik, lebih tepatnya pribadi yang nantinya akan
dimanfaatkan oleh para orang yang akan menggunakannya.
Lucy, Riley, Kyla, Gadis yang
menjadi subjek utama dari novel ini, entah sudah berapa kali ia berganti nama,
berganti warna rambut, berganti riasan wajah, hanya untuk mengelabui
orang-orang yang memiliki niat jahat terhadapnya. Hanya satu hal yang tak
pernah berubah darinya yaitu warna bola matanya yang hijau, ia tak mau
mengubahnya. Sudah pernah “dihapus” (baca : sudah dicuci otak) oleh pemerintah
karena disangka teroris yang akan melaksanakan bom bunuh diri terhadap perdana
menteri mereka. Pernah dipalsukan kematiannya sehingga ia terus berganti nama,
berganti wajah. Terakhir kali ia tercatat sebagai Riley.
Petualangan Riley di novel ini
adalah menemukan siapa dirinya sebenarnya. Ia berpetualang sendirian,
meninggalkan zona amannya untuk menemukan ibu kandungnya, ayahnya, kenapa ia
bisa “dihapus”, kenapa kematiannya dipalsukan oleh negara. Ya...dan gadis belia
ini berhasil menemukannya. Ia memang bertemu dengan ibunya, yang ternyata
setelah diselidiki bukanlah ibu kandungnya. Lalu siapa ibu kandungnya? Teka-teki
yang membuat Riley berpikir lebih keras. Terus menemukan beberapa fakta tentang
siapa dirinya.
Keingintahuannya yang besar
itu mengantarkannya kepada sebuah panti asuhan yang mengakomodasi pencucian
otak untuk anak-anal (ILEGAL). Mengantarkannya kepada sekelompok pemberontak
negara yang berhasil melumpuhkan asrama mahasiswa Oxford. Mengantarkannya untuk
bertemu dengan kekasih masa lalunya yang sangat ia cintai dan ternyata bagian
dari pemberontak tersebut, bahkan ingin membunuhnya.
Ahh...penuh petualangan
sekali. Perjuangan Riley, Mac, Aiden yang terus berusaha membuktikan kepada
pemerintah tentang keberadaan pemberontak ini. Sampai akhirnya kebenaran itu
terungkap perlahan. Terungkap oleh seorang Bapak tua yang gagah berani, dan
tidaaaak, ternyata bola matanya berwarna sama dengan Riley. Perdana Menteri.
Ternyata. Riley adalah cucu
dari perdana menteri. Dimana ibunya, anak perdana menteri disekap oleh para
pemberontak selama bertahun-tahun sampai akhirnya meninggal. Sedikit perasaan
lega bagi Riley akhirnya ia menemukan siapa dirinya sebenarnya, untuk apa ia
dikirim sebagai pembunuh yang memegang
bom bunuh diri, kenapa chip di otaknya tidak ada yang bisa memecahkan
kodenya. Ternyata dirinya memang sudah diprogram sedari kecil untuk membunuh
keluarganya sendiri, apakah seunik itu? Sehingga hidupnya telah dibayang-bayangi
masa depan padahal masih anak kecil yang ingin bermain.
“Hope”, itulah nama yang
diberikan ibumu. Begitulah sipir penjara itu mengatakannya. Ia memang
dilahirkan di penjara bawah tanah milik pemberontak. Ahh..nama yang bagus.
Lembar per lembarnya adalah
petualangan kecil, sehingga semakin dibalik akan meningkatkan adrenalinmu,
menambah rasa penasaran. Jadi kau mungkin akan berusaha untuk menamatkannya
lebih dari usaha yang aku lakukan (heheh). Pilihan katanya bagus, memang
benar-benar menggambarkan suasana yang aku bayangkan. Mungkin sangat dianjurkan
membaca buku pertama dan keduanya, karena memang saling berhubungan. Dan kesalahanku,
aku tidak membacanya. Ya.. wamalupun begitu aku cukup memahami beberapa istilah
yang dimunculkan seperti TAP, DOH, Levo, atau lainnya. Akan tetapi lebih seru
jika kita lebih paham dengan beberapa istilah penting di atas.
Beneran deeeh, ini tuh
refreshing yang oke banget. Oke banget buat kamu yang lagi menghela nafas dari
rutinitas pekerjaan sekolah, pekerjaan kampus, ataupun pekerjaan kantor. Memang
ceritanya seperti unlogic , tapi
lihat perjuangannya, lihat petualangannya, lihat melankolisnya.
Silakan ditemukan bukunya, dan
selamat membaca !!
Medan, 13 Juli 2017, 14.10
Standby di kos aja, waktu produktif banget buat nulis.
No comments:
Post a Comment