Thursday, 13 July 2017

Resensi Novel : Shattered


Pict : Novel Shattered
Sebelumnya, aku ingin memperkenalkan siapa yang akan menjadi objek tulisanku. Novel. Ya, kali ini aku akan menuliskan resensi sebuah novel yang baru aku tamatkan (alhamdulillah).
Judul            : Shattered (Menghancurkan, Dihancurkan)
Penulis          : Teri Terry
Penerbit         : PT Bhuana Ilmu Populer, Kelompok Gramedia.
Halaman         : 501

“Tumben baca novel Uni”, begitu tanggapan beberapa teman kerjaku ketika aku mengeluarkan novel ini dari ransel. Haahaha, memang begitulah kenyataannya. Aku sangat jarang sekali membaca novel, teenlit, apalagi komik. Biasanya buku non fiksi, seperti buku agama, buku matematika, buku pendidikan, buku psikologi sangat menjadi andalanku di sela kesibukan. Tapi tidak untuk kali ini, aku merasa butuh sedikit perubahan bahan bacaan. Terenyuh dengan ucapan seorang teman di facebookku, “jangan seius amat Uni, nanti cepet tua lo (udah tua kali ya), sesekali baca novel buat bahan imajinasi, karena buku non fiksi itu gak bisa menghadirkan sebuah imajinasi”. Finally, aku membeli novel ini.

Kadang butuh beberapa bacaan ringan di sela bacaan “berat” dan syarat makna. Akhirnya novel ini pun aku garap. Awalnya aku pikir ini bacaan ringan, sekedar melepaskan kejenuhan dari rutinitas pekerjaan, ternyata Oooh tidaaak !! aku terjebak. Novel ini benar-benar syarat akan ilmu, novel ini syarat akan emosi. Biasanya beberapa novel akan membuat pembacanya memiliki ekspresi seperti terpingkal, atau tersenyum kecil, pipi merona, bahkan ada yang berurai air mata. Tapi tidak untuk novel ini. Novel ini benar-benar membuat keningku berkerut, otakku bekerja, menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Benar-benar petualangan terbaik untuk para neuron di otakku.

Petualangan? Ya. Novel ini tentang sebuah petualangan. Petualangan seorang gadis di masa depan. Masa depan? Ya. Novel ini bercerita tentang masa depan. Tentang bagaimana kehidupan masyarakat masa depan yang semuanya bergantung dengan komputer. Bahkan manusia “nakal” di masa depan akan diprogram otaknya melalui komputer, sehingga ia akan hadir sebagai pribadi yang lebih baik, lebih tepatnya pribadi yang nantinya akan dimanfaatkan oleh para orang yang akan menggunakannya.

Lucy, Riley, Kyla, Gadis yang menjadi subjek utama dari novel ini, entah sudah berapa kali ia berganti nama, berganti warna rambut, berganti riasan wajah, hanya untuk mengelabui orang-orang yang memiliki niat jahat terhadapnya. Hanya satu hal yang tak pernah berubah darinya yaitu warna bola matanya yang hijau, ia tak mau mengubahnya. Sudah pernah “dihapus” (baca : sudah dicuci otak) oleh pemerintah karena disangka teroris yang akan melaksanakan bom bunuh diri terhadap perdana menteri mereka. Pernah dipalsukan kematiannya sehingga ia terus berganti nama, berganti wajah. Terakhir kali ia tercatat sebagai Riley.

Petualangan Riley di novel ini adalah menemukan siapa dirinya sebenarnya. Ia berpetualang sendirian, meninggalkan zona amannya untuk menemukan ibu kandungnya, ayahnya, kenapa ia bisa “dihapus”, kenapa kematiannya dipalsukan oleh negara. Ya...dan gadis belia ini berhasil menemukannya. Ia memang bertemu dengan ibunya, yang ternyata setelah diselidiki bukanlah ibu kandungnya. Lalu siapa ibu kandungnya? Teka-teki yang membuat Riley berpikir lebih keras. Terus menemukan beberapa fakta tentang siapa dirinya.

Keingintahuannya yang besar itu mengantarkannya kepada sebuah panti asuhan yang mengakomodasi pencucian otak untuk anak-anal (ILEGAL). Mengantarkannya kepada sekelompok pemberontak negara yang berhasil melumpuhkan asrama mahasiswa Oxford. Mengantarkannya untuk bertemu dengan kekasih masa lalunya yang sangat ia cintai dan ternyata bagian dari pemberontak tersebut, bahkan ingin membunuhnya.

Ahh...penuh petualangan sekali. Perjuangan Riley, Mac, Aiden yang terus berusaha membuktikan kepada pemerintah tentang keberadaan pemberontak ini. Sampai akhirnya kebenaran itu terungkap perlahan. Terungkap oleh seorang Bapak tua yang gagah berani, dan tidaaaak, ternyata bola matanya berwarna sama dengan Riley. Perdana Menteri.

Ternyata. Riley adalah cucu dari perdana menteri. Dimana ibunya, anak perdana menteri disekap oleh para pemberontak selama bertahun-tahun sampai akhirnya meninggal. Sedikit perasaan lega bagi Riley akhirnya ia menemukan siapa dirinya sebenarnya, untuk apa ia dikirim sebagai pembunuh yang memegang  bom bunuh diri, kenapa chip di otaknya tidak ada yang bisa memecahkan kodenya. Ternyata dirinya memang sudah diprogram sedari kecil untuk membunuh keluarganya sendiri, apakah seunik itu? Sehingga hidupnya telah dibayang-bayangi masa depan padahal masih anak kecil yang ingin bermain.

“Hope”, itulah nama yang diberikan ibumu. Begitulah sipir penjara itu mengatakannya. Ia memang dilahirkan di penjara bawah tanah milik pemberontak. Ahh..nama yang  bagus.

Lembar per lembarnya adalah petualangan kecil, sehingga semakin dibalik akan meningkatkan adrenalinmu, menambah rasa penasaran. Jadi kau mungkin akan berusaha untuk menamatkannya lebih dari usaha yang aku lakukan (heheh). Pilihan katanya bagus, memang benar-benar menggambarkan suasana yang aku bayangkan. Mungkin sangat dianjurkan membaca buku pertama dan keduanya, karena memang saling berhubungan. Dan kesalahanku, aku tidak membacanya. Ya.. wamalupun begitu aku cukup memahami beberapa istilah yang dimunculkan seperti TAP, DOH, Levo, atau lainnya. Akan tetapi lebih seru jika kita lebih paham dengan beberapa istilah penting di atas.

Beneran deeeh, ini tuh refreshing yang oke banget. Oke banget buat kamu yang lagi menghela nafas dari rutinitas pekerjaan sekolah, pekerjaan kampus, ataupun pekerjaan kantor. Memang ceritanya seperti unlogic , tapi lihat perjuangannya, lihat petualangannya, lihat melankolisnya.

Silakan ditemukan bukunya, dan selamat membaca !!

Medan, 13 Juli 2017, 14.10
Standby di kos aja, waktu produktif banget buat nulis.

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...