Monday, 4 June 2018

Catatan Wisuda


Judicium Ceremonial of Master Program

Siapa sih yang tidak memimpikan momen ini berlangsung dalam kehidupannya. Apalagi mahasiswa semester akhir yang masing ngos-ngosan dengan tugas akhirnya. Bisa segera merasakan momen wisuda adalah impian terbesar dalam hidup. Seolah kebahagiaan hidup paling paripurna itu didapatkan setelah mengecap momen wisuda. Jangankan mahasiswa semester akhir, mahasiswa baru pun juga berdecak kagum ketika acara perhelatan wisuda di gelar di kampusnya. Melihat senior yang berbaju toga itu kok ya rasanya keren banget, rasanya bahagiaaa banget.

Eh, apakah sebenarnya wisuda itu menyenangkan? Membahagiakan? Aah tentu saja. Aku yang notabene nya sudah dua kali merasakan prosesi wisuda gak akan pernah lupa gimana rasa deg-degan setiap wisuda. Seolah wisuda itu punya sensasi tersendiri.

Momen wisuda membuat lupa bagaimana jerih payah masuk ke kampus favorit. Dulu sebelum masuk kampus berjuang mati-matian, ada yang lewat jalur undangan, ada juga yang diharuskan mengikuti seleksi masuk kampus. Walau masuk ke kampus favorit itu susah dan nyesek banget, tapi keluarnya (read : wisuda) itu tetap harus disegerakan. Jadi teringat kata senior “dek, masuk kampus ini susah, udah masuk malah mau cepat-cepat keluar”. Ahh, pemikiran yang sedikit aneh menurutku, heheh.

Wisuda itu membuat lupa bagaimana rasanya bergadang mengerjakan tugas kuliah, laporan praktikum, laporan penelitian, algoritma program. Tugas kuliah itu benar-benar kayak tukang bubur naik haji atau cinta fitri atau tersanjung, gak ada habis-habisnya, hehehe. Prediksi seorang mahasiswa itu ia bisa menghabiskan week end dengan bermalas-malasan di kos, tetapi takdir berkata lain, ia harus berkutat dengan laptop, artikel ataupun buku.

Wisuda juga membuat lupa bagaimana rasanya ketika tugas akhir dipenuhi oleh tanda cinta dari dosen pembimbing. Semua bab ada coretannya, ketika ditanya salahnya dimana ya pak?, lalu beliau dengan lugu, polos dan tak berdosa menjawab cari sendiri lah. Allahu Akbar!! Ini tuh lebih parah dari di PHP-in euy, *uhuk*. Belum lagi harus ada drama kejar-kejaran dengan si bapak. Ketika kita masuk lewat pintu depan, ee si bapak kabur lewat pintu belakang. Aah, sakitnya itu dimana-mana. Atau yang paling melatih kesabaran, kita udah hampir 3 jam nungguin di depan ruangan beliau, menghubungi beliau tapi gak aktif, terus tiba-tiba beliau memberi kabar maaf ya, saya lupa kalau kita ada janji. Bunuh aja saya pak, bunuh aja, hahaha. Ini nih derita mahasiswa semester akhir banget.

Wisuda pun membuat lupa tentang rasa deg-degan ketika sidang tugas akhir berlangsung. Mulut tergagap menjawab pertanyaan dari empat dosen mengenai hasil penelitian kita, dimana keempat dosen itu bukanlah dosen kemarin sore, melainkan mereka yang sudah maral melintang di profesinya. Betapa keringat dingin membanjiri tubuh ketika ada seorang dosen yang tiba-tiba walk out. Betapa adrenalin diproduksi dengan maksimal ketika seorang dosen dengan lantang memberikan pertanyaan yang susah atau dengan santainya mencampak-campakkan tugas akhir kita. Ahhh, sensai naik roller coster kalah deh dengan sensasi sidang tugas akhir.

Wisuda memang membuat segala kesusahan dan kepayahan itu menjadi sebuah fatamorgana. Dan orang-orang yang menyaksikan prosesi wisuda tentu tidak tahu bagaimana susah dan payahnya diri ini tertatih-tatih menuju gerbang wisuda. Para penonton wisuda itu hanya melihat kesuksesan yang telah kita capai dan melupakan bagaimana capeknya mendapatkan moment wisuda, bagaimana sakitnya jiwa raga ini.

Dan begitulah, setiap wisuda itu akan selalu ada cerita. Wisuda itu selalu memberikan sebuah pengalaman luar biasa, memberikan gambaran kebahagiaan yang tiada terkira. Dan memberikan rasa yang ingin lagi, ingin lagi, seperti candu. Aah, kok  jadi kepengen wisuda lagi ya? Aku sempat menuturkan masalah keinginan untuk wisuda lagi (read : doctoral program) kepada salah seorang sahabat. Aku pikir akan mendapat sebuah suntikan semangat, kata-kata motivasi atau apa lah gitu, ternyata tidak.

“Jika tesis dikerjakan seorang diri, apa bedanya tesis dengan skripsi. Dan jika disertasi dikerjakan seorang diri, apa bedanya disertasi dengan skripsi. Paham masukku toh?” kurang lebih begitulah kalimat menyakitkan ini keluar dari mulutnya. Menyakitkan. Jleb banget. Nohok. Nampar keras. Semuanya deh. Tapi apa bener seperti itu? Terus aku-nya harus gimana? Hmmm *let me think*. Dan akhirnya baca panduan beasiswa LPDP. Hehehe


Medan, 05 Juni 2018, 11 : 16 WIB
Foto ini adalah wisuda besar-besaran teman satu gank, satu kelas, satu perjuangan tapi gak satu nasib. Hehe. Foto ini diambil sekitar Oktober 2015. Please jangan tanya aku kenapa gak pakai toga di foto itu, hehe.

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...