Siapa
sih yang tidak memimpikan momen ini berlangsung dalam kehidupannya. Apalagi
mahasiswa semester akhir yang masing ngos-ngosan dengan tugas akhirnya. Bisa
segera merasakan momen wisuda adalah impian terbesar dalam hidup. Seolah kebahagiaan
hidup paling paripurna itu didapatkan setelah mengecap momen wisuda. Jangankan
mahasiswa semester akhir, mahasiswa baru pun juga berdecak kagum ketika acara
perhelatan wisuda di gelar di kampusnya. Melihat senior yang berbaju toga itu
kok ya rasanya keren banget, rasanya bahagiaaa banget.
Eh,
apakah sebenarnya wisuda itu menyenangkan? Membahagiakan? Aah tentu saja. Aku
yang notabene nya sudah dua kali merasakan prosesi wisuda gak akan pernah lupa
gimana rasa deg-degan setiap wisuda. Seolah wisuda itu punya sensasi
tersendiri.
Momen
wisuda membuat lupa bagaimana jerih payah masuk ke kampus favorit. Dulu sebelum
masuk kampus berjuang mati-matian, ada yang lewat jalur undangan, ada juga yang
diharuskan mengikuti seleksi masuk kampus. Walau masuk ke kampus favorit itu
susah dan nyesek banget, tapi keluarnya (read
: wisuda) itu tetap harus disegerakan. Jadi teringat kata senior “dek,
masuk kampus ini susah, udah masuk malah mau cepat-cepat keluar”. Ahh,
pemikiran yang sedikit aneh menurutku, heheh.
Wisuda
itu membuat lupa bagaimana rasanya bergadang mengerjakan tugas kuliah, laporan
praktikum, laporan penelitian, algoritma program. Tugas kuliah itu benar-benar
kayak tukang bubur naik haji atau cinta fitri atau tersanjung, gak ada
habis-habisnya, hehehe. Prediksi seorang mahasiswa itu ia bisa menghabiskan week end dengan bermalas-malasan di kos,
tetapi takdir berkata lain, ia harus berkutat dengan laptop, artikel ataupun
buku.
Wisuda
juga membuat lupa bagaimana rasanya ketika tugas akhir dipenuhi oleh tanda
cinta dari dosen pembimbing. Semua bab ada coretannya, ketika ditanya salahnya dimana ya pak?, lalu beliau
dengan lugu, polos dan tak berdosa menjawab cari
sendiri lah. Allahu Akbar!! Ini tuh lebih parah dari di PHP-in euy, *uhuk*.
Belum lagi harus ada drama kejar-kejaran dengan si bapak. Ketika kita masuk
lewat pintu depan, ee si bapak kabur lewat pintu belakang. Aah, sakitnya itu
dimana-mana. Atau yang paling melatih kesabaran, kita udah hampir 3 jam
nungguin di depan ruangan beliau, menghubungi beliau tapi gak aktif, terus
tiba-tiba beliau memberi kabar maaf ya,
saya lupa kalau kita ada janji. Bunuh aja saya pak, bunuh aja, hahaha. Ini
nih derita mahasiswa semester akhir banget.
Wisuda
pun membuat lupa tentang rasa deg-degan ketika sidang tugas akhir berlangsung.
Mulut tergagap menjawab pertanyaan dari empat dosen mengenai hasil penelitian
kita, dimana keempat dosen itu bukanlah dosen kemarin sore, melainkan mereka
yang sudah maral melintang di profesinya. Betapa keringat dingin membanjiri tubuh
ketika ada seorang dosen yang tiba-tiba walk
out. Betapa adrenalin diproduksi dengan maksimal ketika seorang dosen
dengan lantang memberikan pertanyaan yang susah atau dengan santainya
mencampak-campakkan tugas akhir kita. Ahhh, sensai naik roller coster kalah deh dengan sensasi sidang tugas akhir.
Wisuda
memang membuat segala kesusahan dan kepayahan itu menjadi sebuah fatamorgana. Dan
orang-orang yang menyaksikan prosesi wisuda tentu tidak tahu bagaimana susah
dan payahnya diri ini tertatih-tatih menuju gerbang wisuda. Para penonton
wisuda itu hanya melihat kesuksesan yang telah kita capai dan melupakan
bagaimana capeknya mendapatkan moment wisuda, bagaimana sakitnya jiwa raga ini.
Dan
begitulah, setiap wisuda itu akan selalu ada cerita. Wisuda itu selalu
memberikan sebuah pengalaman luar biasa, memberikan gambaran kebahagiaan yang
tiada terkira. Dan memberikan rasa yang ingin lagi, ingin lagi, seperti candu. Aah,
kok jadi kepengen wisuda lagi ya? Aku
sempat menuturkan masalah keinginan untuk wisuda lagi (read : doctoral program) kepada salah seorang sahabat. Aku pikir
akan mendapat sebuah suntikan semangat, kata-kata motivasi atau apa lah gitu,
ternyata tidak.
“Jika
tesis dikerjakan seorang diri, apa bedanya tesis dengan skripsi. Dan jika
disertasi dikerjakan seorang diri, apa bedanya disertasi dengan skripsi. Paham masukku
toh?” kurang lebih begitulah kalimat menyakitkan ini keluar dari mulutnya.
Menyakitkan. Jleb banget. Nohok. Nampar keras. Semuanya deh. Tapi apa bener
seperti itu? Terus aku-nya harus gimana? Hmmm *let me think*. Dan akhirnya baca
panduan beasiswa LPDP. Hehehe
Medan,
05 Juni 2018, 11 : 16 WIB
Foto
ini adalah wisuda besar-besaran teman satu gank, satu kelas, satu perjuangan
tapi gak satu nasib. Hehe. Foto ini diambil sekitar Oktober 2015. Please jangan tanya aku kenapa gak pakai
toga di foto itu, hehe.
No comments:
Post a Comment