![]() |
Bukit Naang, Bangkinang, Kabupaten Kampar |
Foto
ini diambil sekitar tujuh tahun yang lalu. Ya, itu adalah waktu yang lama untuk
menunggu. Tapi waktu yang masih begitu singkat untuk menyebutnya dengan kenangan. Begitulah, bagiku mereka belum masuk ke dalam memori kenangan. Aku
masih beranggapan mereka masih ada, dekat, ketawa bersama, susah payah
sama-sama. Hihihi. Well, mungkin
kebersamaan itu memang bukan kontak fisik layaknya tujuh tahun yang lalu.
Bertemu dengan wajah mereka secara virtual saja sudah sangat menyenangkan
hatiku. Mengobrol panjang dengan mereka melalui sentuhan jari di layar smartphone juga sangat memuaskan.
Sesekali mendengar intonasi dan nada suara mereka juga telah mengobati
sebongkah rindu.
Mereka
adalah teman satu kelas dan satu angkatan ketika aku masih unyu-unyu berkuliah
di Universitas Riau? *kamu unyu? Eh, skip aja*. Jumlah kami yang minimalis satu
angkatan (just 48 orang) ya
benar-benar membuat lumayan dekat dan akrab satu sama lain. Hmm, sebenarnya gak
juga sih, tetapi ada kelompok-kelompok tertentu di dalam kelas, tapi kalau udah
hangout seperti ini ya no more gank lah, hihi.
Mereka
bukan hanya sekadar teman satu kelas, teman makan siang ke kantin, teman
sama-sama nunggu dosen pembimbing, atau teman yang nyontek-in tugas kuliah *eh,
afa-afaan ini*, atau teman yang sigap menghubungi jika ada kuliah ganti atau
dosen gak datang. Bagiku malah mereka bukan sekadar teman atau sahabat, mereka
itu adalah saksi perubahan diriku. Mereka adalah orang-orang yang menyaksikan
bagaiman proses aku dari ulat, larva, pupa, terus menjadi kupu-kupu, *tapi,
sekarang masih belum jadi kupu-kupu juga sih*. Intinya, mereka adalah orang
yang tahu ritme perubahan dalam diriku.
Tentunya
bukan hal yang mengejutkan. Bersama mereka itu hampir empat tahun lamanya.
Wajar dong jika mereka melihat empat tahun episode kehidupanku. Wajar juga jika
mereka melihat aku-nya yang dulu pemalu, berantakan tiba-tiba telah menjadi
seseorang seperti sekarang, *memangnya sekarang gimana ya, hehe*
Mereka
menyaksikan aku yang dulunya masih pakai celana kemanapun pergi, hingga
sekarang bermetamorfosa dengan mengenakan rok atau gamis. Mereka juga yang
menyaksikan aku yang dulu jilbabnya masih “lempar kiri kanan” hingga sekarang
tak berdaya lagi untuk ‘melempar’nya. Bahkan proses hijrah itu
terdokumentasikan dengan jelas di setiap foto-foto kami. Ahh, bahkan jadi malu dengan
foto studio yang fenomenal itu. Foto dengan nuansa hitam putih dan almamater
kampus itu masih menampilkan aku yang belum berhijrah. Jadi, jangan terkejut
jika kalian menemukan di foto itu seorang gadis yang jilbabnya dilempar kiri
kanan serta memakai jeans, hiks.
Dari
mereka aku juga belajar banyak hal. Belajar tentang bagaimana harusnya kalau
ngomong di depan umum. Aku yang dulunya pemalu banget setiap ngomong, suka
terbata-bata kalau ngomong di depan kelas, dan alhamdulillah sekarang menjadi lebih
berani. Ini berkat mereka, yang secara sengaja atau tanpa sengaja mengariku
akan hal ini.
Dari
mereka aku juga banyak belajar tentang profesiku. Mereka mengajariku yang
dulunya sangat tidak paham dengan istilah definit positif sampai akhirnya aku
berhasil membuktikan Teorema Butterfly. Aku, yang masih begitu tidak paham
dengan materi kuliah, sering mendapatkan les gratis dari mereka. Dengan kebesaran
hati, mereka rela meluangkan waktu setiap selesai kuliah untuk mengajariku
beberapa materi yang tidak aku pahami. Mereka juga tidak sungkan berbagi
catatan kepadaku. Aah, aku yang dulunya teramat bodoh mengenai profesi ini
benar-benar tercerahkan oleh kebaikan hati mereka. Masha Allah.
Mereka
juga membelajarkan aku tentang agama. Ahh, aku yang dulunya hampir tidak peduli
dengan urusan agama. Paling malas ketika urusan agama dibawa-bawa dalam urusan
dunia, astaghfirullah. Lalu mereka dengan sabarnya mengajariku tentang
bagaimana urgensinya agama dalam dunia. Tentang bagaimana seorang muslim harus
benar-benar kaffah dengan keislamannya. Tentang bagaimana seorang muslimah itu
berpakaian, berpola tingkah laku, bergaul. Hingga akhirnya mereka membuatku
merasakan momen yang disebut dengan ‘hijrah’. Mereka akhirnya mengubah pola
pikirku sehingga sekarang aku merasa bahwa agama adalah hal paling prioritas
dalam hidup. Mereka yang membuat hidupku yang ‘berantakan’ menjadi lebih
teratur.
Dan
begitulah mereka. Sekumpulan malaikat langit yang Allah kirimkan untuk
menjagaku, mengajariku dan membimbingku selama di dunia. Mereka adalah saksi
perubahan diriku. Bukan hanya perubahan fisik, gaya berpakaian atau pola
tingkah lakuku, tetapi juga perubahan pola pikir dan prinsip hidupku. Empat tahun
bersama mereka adalah episode terindah dalam hidup. Terima kasih karena kalian
telah membuat lukisan kehidupanku lebih berwarna, terima kasih telah memberikan
warna berbeda dalam lukisanku, dan tentunya terima kasih telah menjadikan
diriku seperti sekarang ini. Aah, aku merasa menjadi pribadi yang lebih baik
setelah bertemu kalian. Masha Allah.
Payakumbuh,
9 Juni 2018, 20 : 29 WIB
In
frame ; ini adalah dokumentasi terakhir kami jalan-jalan ke salah satu arena outbond di Kabupaten Kampar. Setelah ini,
kami benar-benar tidak pernah lagi hangout
barengan lagi, hiks. Eh, kok tiba-tiba merindukan kalian semua ya? Lets
Robithoh and Lets Al Fatihah (especially
for Alm.Zul)
No comments:
Post a Comment