"Perempuan gak usah kuliah tinggi-tinggi, kan nantinya cuma di rumah saja"
"Perempuan itu yang penting pandai ngurus rumah, anak dan suami"
"Perempuan yang berkarier itu menyalahi kodratnya"
Itulah, beberapa stereotipe yang sering aku dengar. Menurutku, itu terkesan menyebalkan dan terlalu menjustifikasi kaum perempuan. Membuat otakku berpikir, apakah memang seharusnya perempuan tidak boleh menjadi hebat, cerdas, berkualitas, dan luar biasa? Apakah perempuan itu benar-benar harus di rumah saja? Apakah perempuan itu tidak boleh bekerja di luar rumah untuk membantu menyelamatkan perekonomian keluarganya? Apakah perempuan itu tidak boleh mengaktualisasikan diri dan kemampuan yang dimilikinya?
Oke, baiklah. Mari kuajak sedikit bercerita tentang sebuah kisah menarik. Tentang Ibunda Khadijah.
Kalian tahu kan? Ya, istri pertama Rasulullah ini menurutku adalah sosok perempuan yang wajib diidolakan oleh para wanita. Coba kita baca shiroh tentan Ibunda Khadijah. Bukankah Ibunda Khadijah seorang pebisnis yang sukses? Beliau punya usaha yang maju, karyawan yang banyak, omset yang tinggi. Bener kan ya?
Itu artinya beliau bekerja dong? Beliau wanita karier dong? Beliau pinter doong. Mana mungkin seorang pebisnis, seorang wanita karier mendapatkan ilmu tanpa belajar dan berkumpul dengan orang hebat? Gak mungkin kan ibunda khadijah hanya berdiam diri tanpa berusaha belajar dan terus meng upgrade dirinya. Menurutku, Ibunda Khadijah adalah sosok wanita karier yang sholihah.
Lalu, mari kita lanjutkan dengan Ibunda Aisyah. Siapa yang tidak tahu betapa hebat, kritis dan cerdasnya ibunda Aisyah. Menurut kamu, apakah kepintaran itu ia dapatkan secara cuma-cuma? Sudah jelas Ibunda Aisyah belajar banyak agar memiliki kepintaran seperti itu.
Dari dua kisah ibunda hebat tersebut. Sudah jelas kan, betapa keduanya tidak hanya berdiam diri saja. Mana mungkin kecerdasan yang dimiliki oleh kedua Ibunda luar biasa itu didapatkan hanya dari dapur, sumur dan kasur. Sudah pasti kedua Ibunda itu belajar dan diskusi. Jika di zaman mereka ada sekolah atau universitas, ku rasa mereka telah menyelesaikan kuliah doktoral.
Setidaknya ini adalah alasan mengapa aku berani untuk melanjutkan pendidikan. Aku berani untuk terus belajar. Bukan berniat untuk menandingi Ibunda Khadijah dan Aisyah, aah mana pantas diri ini disandingkan dengan Ibunda luar biasa itu. Bukan juga untuk menunjukkan ke aku an ku. Menunjukkan kalau aku hebat, keren. Bukan. Astaghfirullah.
Aku hanya belajar banyak dari Ibunda Khadijah dan Aisyah bahwa perempuan itu harus cerdas dan hebat. Perempuan itu harus mengambil peran di dalam kehidupannya, harus memberi manfaat bagi bangsa, agama dan sekitarnya. Tidak harus menjadi hebat sekali, terkenal atau memberi dampak besar. Ya, terutama untuk keluarga kecil mereka, lalu dilanjukan keluarga besar dan tetangga nya. Tidak mutlak harus memberikan manfaat yang besar, bahkan hal remeh temeh sekalipun asalkan bermanfaat itu sudah lebih dari cukup
Begini deh, bayangkan saja jika tidak ada perempuan yang kuliah dokter, bagaimana nasib perempuan yang ingin melahirkan, padahal itu jelas-jelas memperlihatkan auratnya? Jika tidak ada perempuan yang belajar hadits, bagaimana nasib perempuan yang kebingungan bagaimana cara membersihkan darah haidh? Aku rasa dua analogi ini sudah sangat menjelaskan mengapa perempuan itu harus pintar, hebat dan berkualitas. Dan bukankah ibu itu adalah madrasah pertama bagi anaknya? Aah, bayangkan saja jika si ibu tidak punya kemampuan mumpuni, bagaimana nasib si anak coba.
Untuk perempuan di luar sana, menjadi hebat lah ! Teruskan mimpimu, gapai cita dan cintamu. Menjadi perempuan hebat itu tidak salah kok. Apresiasi dirimu dengan menjadi sosok yang hebat dan luar biasa. Teruslah belajar. Bodoh itu tidak salah, tapi membiarkan diri untuk terus dalam kebodohan itu merupakan kesalahan besar
Medan, 16 Februari 2022, 21:46 WIB
No comments:
Post a Comment