Monday, 2 July 2018

Celengan Rindu

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru, Riau


Ini adalah sebuah dokumentasi yang kita abadikan sekitar tahun 2015. Ya, bukankah ini sudah sangat lama? Aku sangat suka mengamati lamat-lamat wajah kalian yang ada di foto ini. Tiga tahun berselang dari pertemuan ini, semoga kalian tetap cantik seperti di foto ini. Semoga kalian tetap tersenyum seperti di foto ini. Dan semoga hari-hari kalian juga seindah sore yang kita lewati di kala itu.

Allah mempertemukanku dengan tiga orang luar biasa ini sekitar tahun 2012. Ketika aku berhasil menamatkan kuliah S1, Allah menakdirkan aku untuk mengabdi di sebuah pondok pesantren di kota Pekanbaru. Nah, pondok itulah yang kemudian berhasil mempertemukan kita berempat.  Membersamai kalian bukanlah berbilang tahun. Aku bersama kalian hanya sekitar sembilan bulan saja. Karena Allah kembali memberikan takdir yang berbeda, yaitu aku harus melanjutkan sekolah Pasca Sarjana ku di kota Medan. Kita akhirnya berpisah di pertengahan 2013. Hingga kembali takdir Allah mempertemukan kita pada pertengahan tahun 2015.

Boleh aku perkenalkan kalian? Tiga orang sahabat terbaik yang menemani hari-hariku selama mengajar di pesantren. Yang pakai baju biru itu namanya Ustadzah Rita, beliau adalah guru bahasa Indonesia tingkat SMP. Yang pakai jilbab abu-abu berkacamata itu adalah kak Yosi, beliau adalah musrifah (guru asrama). Yang pakai jilbab hitam adalah Salwa, beliau juga musrifah seperti kak Yosi.  Entah apa yang menguatkan hubungan yang bermula dari rekan kerja ini, aku bahkan lupa kapan pertama kali kita mulai dekat dan saling curhat. Begitulah, Allah menggerakkan hati kita kemudian mempertautkannya satu sama lain, aah, peluuuk.

Kebersamaan itu akhirnya harus aku akhiri karena sebuah keputusan besar yang aku ambil yaitu melanjutkan sekolah Pasca Sarjana di kota Medan. Beraat sekali meninggalkan kalian kala itu, tetapi bismillah, aku harus tetap berangkat demi masa depanku. Aku kira persahabatan ini hanya sebatas pertemuan yang intens belaka, tetapi tidak. Allah masih tautkan hati kita walau hampir terpisah enam ratus kilometer. Kita tetap saling berkomunikasi lewat media sosial, telepon atau sms. Alhasil kita tetap saling curhat, berbagi cerita, dan mengetahui kabar masing-masing.

Sayangnya, media sosial, telepon atau SMS tidak bisa menggantikan kehadiran kalian. Aku terus memupuk rindu selama hampir dua tahun di kota Medan. Menahan rasa untuk bertemu mereka, bercengkrama dan saling berbagi cerita. Setiap hari aku tabungkan rindu itu di dalam celengan rindu yang aku bentuk sendiri. Dengan harapan, aku bisa membeli sebuah pertemuan beermodalkan hasil celengan rindu ku.

Hingga akhirnya saatnya tiba. Ketika celengan rindu itu telah sangat penuh dan sesak sekali. Aku rasa ini saat yang tepat aku menukar celengan ini dengan sebuah pertemuan. Bismillah, aku berangkat menuju ke bumi Lancang Kuning untuk menebus celengan rindu ini. Meluapkan semua rindu yang terus tertahan hampir dua tahun lamanya. Menceritakan berbagai episode yang aku lewati di kota metropolitan. Merasakan kembali pelukan hangat yang menenangkan dari kalian.

Dan beginilah kita kalau udah ketemu. Tak peduli hari itu panas atau macet, kita tetap bersemangat mengitari kota Pekanbaru yang sederhana itu. Kita berpetualang dari satu tempat ke tempat lainnya hingga perut ini terasa lapar. Lalu kembali menuai senyuman dan cerita sambil menikmati makanan yang enak dan tentu saja enak banget. Sebuah tempat makan yang menjadi saksi betapa kita sering menghabiskan waktu di sini, bercerita, mengurai luka dan berbagi bahagia.

Sayangnya kita akan selalu begini, tetap sama. Kita akan terus bercerita tentang dua tahun yang kita lewati secara terpisah. Ada banyak hal yang tidak aku ketahui dari perjalanan hidup kalian. Ada banyak hal yang kalian ingin dengar dari kisahku selama dua tahun di kota Medan. Kita juga akan terus mengabadikan setiap kegiatan dalam sebuah dokumentasi sederhana. Aah, mungkin lebih tepatnya sebuah dokumentasi yang sangat banyak, karena ada banyak foto kalau udah ngumpul.

Apakah foto-foto itu mengabadikan kisah kita? Aku rasa tidak. Lihat saja, satu orang diantara kita telah menemukan sandaran hidupnya dan menemukan kota baru yang lebih nyaman. Satu orang telah pulang ke kampung halaman ingin mengabdikan diri di sana. Satu orang masih bertahan di kota Bertuah sambil terus mendidik dan mencerdaskan anak bangsa. Lalu aku? Memilih kota metropolitan ini sebagai dermaga sementaraku, ya, setidaknya sebelum Sang Kapten menjemputku untuk berlayar lagi, hehe.

Walau memang semunya terkesan tidak abadi, tetapi kita percaya bahwa persahabatan ini akan abadi. Kita percaya bahwa keabadian  itu bukan dari kontak fisik, bukan dari seberapa sering kita bertemu. Karena jika kita masih saling mendoakan satu sama lain, itu artinya kita sedang menciptakan keabadian dari benteng persahabatan kita. Inilah yang membuatku selalu menyebut nama kalian di dalam doa-doaku. Lets robithoh!






Medan, 01 Juli 2018, 18:31
Ketika menuliskan ini, aku kembali merasakan sesuatu. Ya, sepertinya celengan rinduku sudah mulai penuh. Kapan aku bisa menukarnya dengan sebuah pertemuan?
_pendosa yang ingin bermanfaat_

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...