![]() |
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan |
6 Mei 2017
Aku melintasi kawasan
Universitas Negeri Medan. Ya, waktu itu pagi-pagi sekali. Aku menuju ke sebuah
gedung bertuliskan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Terlihat
beberapa orang berkerumun menuju ke sebuah ruangan di lantai tiga. Ahh, sepertinya tujuan kami sama,
batinku. Aku pun mengikuti langkah mereka. Sesampainya di lantai tiga, beberapa
orang dengan id card menggantung di
lehernya mengarahkanku untuk mengisi beberapa data dan menyelesaikan
administrasi. Aku menurut. Hingga aku diinstruksikan untuk memasuki ruangan
besar, ya kurang lebih seperti aula.
Di dalamnya aku melihat
ratusan kursi telah disusun menghadap ke sebuah panggung. Ada banyak orang yang
telah duduk di kursi. Saling bercengkrama dengan teman sebelahnya. Ada juga
yang menikmati kue pemberian panita, bahkan ada juga yang sibuk dengan smartphone nya. Aku terpaksa duduk di
kursi belakang. Huffht, batinku.
Padahal aku rasanya udah (lumayan) cepat menghadiri acara ini, tetapi ada
mereka yang jauh lebih cepat datang dariku. Alhasil aku terpaksa duduk di kursi
barisan belakang. Aku meletakkan ransel dan menyisir pandangan ke seluruh
ruangan. Penglihatanku terhenti di sebuah spanduk bertuliskan “Seminar Nasional Matematika”
Ya, aku sedang mengikuti salah
satu ritual (izinkan aku menyebutnya begitu) seorang dosen. Menjadi dosen bukan
hanya mengajar di kelas, membimbing mahasiswa, mencoret-coret skripsi mahasiswa
apalagi sekadar memberi tugas lalu kabur dari kampus, astaghfirullah. Ada
beberapa kewajiban yang harus diikuti oleh dosen lho. Salah satunya adalah
menjadi pembicara di seminar nasional atau internasional dengan targetnya adalah
menghasilkan prosiding. Jadi, jika
kalian sering beranggapan bahwa dosen itu pekerjannya enak, duduk-duduk saja,
eitss, coba cek kembali ya.
Tidak ada yang menarik dari
acara seminar nasional ini. Well, mungkin
karena aku sudah sangat sering mengikuti yang beginian, jadinya ya gitu. There is nothing special lah. Semuanya
berjalan layaknya seminar seperti biasa. Sampai akhirnya salah seorang
pembicara dari ITB mulai mengambil alih acara seminar itu. Ia akan menyampaikan
beberapa penjelasannya tentang matematika dan pengalamannya selama
ber-matematika.
Ialah ia, bapak Dr. Saladin
Uttungadewa. Salah seorang pengajar dan praktisi matematika dari Institut
Teknologi Bandung. Suasana seketika mencair ketika beliau menyampaikan orasi
ilmiahnya. Tentu saja aku tidak akan menceritakan perihal matematika yang akan
memusingkan kepala kalian. Aku akan sharing
sebuah cerita menarik yang beliau ceritakan sebagai opening story kami.
Cerita ini khusus untuk
kalian, orang-orang yang berkutat dengan matematika. Para praktisi matematika,
dosen matematika serta mahasiswa matematika, dan terlebih lagi untukku juga.
Ahh, cerita ini juga sering aku alami ketika pertama kali memutuskan untuk
menjadikan matematika sebagai salah satu bagian dari hidupku.
Banyak yang bertanya, apa yang
bisa dikerjakan oleh para mahasiswa matematika ketika ia sudah menyelesaikan
kuliah matematika? Apa sih yang bisa dilakukan dengan matematika? Menjadi guru
tentu adalah pilihan yang cukup bagus. Sayangnya, tidak semua orang berminat
dan berbakat untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain.
Sehingga menjadi guru bukan pekerjaan yang didambakan. Hingga akhirnya
pertanyaan itu muncul lagi, apa yang bisa dilakukan oleh matematika? Pekerjaan
seperti apa yang membutuhkan kemampuan matematika secara general?
Doktor ITB ini juga bingung
untuk menjelaskan perihal ini kepada orang lain. Jangankan kepada orang lain,
ia sendiri juga bingung tentang kegunaan matematika yang dipelajarinya. Ia
mencoba menemukan jawaban itu selama kuliah. Apakah ia menemukannya? Tidak.
Bahkan sampai tamat kuliah, pak Saladin tidak menemukan jawaban apa kegunaan
matematika.
Hingga akhirnya beliau memutuskan untuk melanjutkan S2. Tentunya
dengan asumsi bahwa ia akan bisa menjawab pertanyaan itu dengan baik dan benar.
Sayangnya TIDAK. Beliau masih kebingungan dengan segala pertanyaan yang terus
menghantuinya selama ini.
Masih bosan menghadapi
kebingungan itu, akhirnya S3 di Belanda pun menjadi pilihan beliau. Berburu ke
negeri kincir angin benar-benar membuka cakrawala pikirannya mengenai
matematika seutuhnya. Beliau akhirnya menemukan bahwa matematika bukan sekadar
ilmu hitung yang melibatkan perhitungan yang rumit. Beliau tahu betapa
pentingnya ilmu matematika di dalam kehidupan sehari-hari. Betapa banyak
orang-orang yang tidak menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi di dalam
hidup adalah sebuah masalah matematika. Dan tentu saja harus diselesaikan
secara matematika.
Incredible
opening story sir. Jujur, aku
kagum dengan mereka yang benar-benar concern
menemukan hakikat ilmu yang dipelajari. Betapa hebatnya perjuangan sang doktor
satu ini untuk memenuhi rasa ingin
tahunya yang begitu besar. Sebuah pesan tersirat yang disampaikan oleh DR.
Saladin. Jika kamu masih bingung tentang sesuatu hal, maka teruslah belajar. Puaskan
rasa ingin tahumu dengan belajar. Jika ternyata proses belajar itu masih
membingungkan dirimu juga, maka ada baiknya kamu kuliah (lagi). Dan apakah ini
saatnya bagiku untuk kuliah lagi? Karena sepertinya belajar tidak berpengaruh
besar memenuhi rasa ingin tahuku. Yuk ahh, cari beasiswa!!
Medan, 18 Juli 2018, 09:38
Tulisan ini diselesaikan
ketika mengawas Ujian Akhir Semester mata kuliah Kalkulus 2 kelas TIF Pagi D,
Universitas Potensi Utama.
No comments:
Post a Comment