Friday, 12 June 2020

Menulis; Caraku Berbicara


Bagiku, menulis adalah salah satu caraku untuk berbicara. Sebagai seorang introvert sejati, tentu bukan hal yang mudah bagiku untuk berdiri di tengah keramaian atau sekadar memgungkapkan segala emosi jiwaku. Ya, jiwa introvert memang dominan dalam diriku. Aku bahkan lebih memilih memendam segala duka, menutup rapat segala derita. Atau setidaknya akan kubagi duka dan derita itu dalam untaian kata.

Aku tidak berharap orang-orang yang membaca tulisanku sadar akan duka yang kurasa. Aku tidak berharap dikasihani oleh mereka. Aku hanya menumpahkan segala sesak di dada. Ya, setidaknya setelah mengungkapkan lewat kata, ada sedikit bahagia. Bahkan semakin banyak aku mengungkap kata, maka semakin kering luka itu dan bahagia pun bermunculan. Luar biasa bukan?

Apakah itu artinya aku sedang memberitahu kepada banyak orang bahwa hati ini tengah terluka? Oh, tentu saja tidak Fergusso. Tulisanku tidak segamblang itu. Aku menulis dalam bahasa tersirat, aku takkan blak blakan mengungkap segala duka, ya kecuali dalam buku diary ku. Jadi, jika mereka menyimpulkan aku sedang bersedih setelah membaca tulisanku, hmm biarlah itu menjadi bonus dan hadiah buat mereka yang akhirnya tahu privasi dalam kehidupanku.

Makanya, menulis bagiku adalah sebuah obat. Untuk segala duka, bahagia atau nestapa yang aku rasakan. Melalui tulisan aku berhasil mengubah kumbang yang berterbangan terus dalam kepalaku menjadi bait-bait kata yang lebih bermakna. Melalui tulisan aku berharap ada orang yang ikut bahagia atas bahagianya diriku. Ada orang yang lebih semangat dan bersyukur atas nestapanya diriku.

Melalui tulisan jualah aku bisa dengan lantang menyuarakan segala kehendak hatiku. Hal yang tentu saja susah dilakukan oleh seorang introvert. Lidahku akan tiba-tiba kelu ketika ingin berpendapat di depan umum. Makanya menulis adalah jalan lain bagi diriku untuk tetap berkontribusi. Ya, setidaknya aku mencoba untuk menjadi orang yang lebih bermakna lewat unggahan tulisan-tulisanku.

Melalui tulisan, aku juga berhak menghidupkan seseorang di sana. Ya, walau aku bukan Tuhan, setidaknya sosok itu hadir dan hidup nyata dalam tulisan-tulisanku. Dirimu contohnya. Walau tak pernah bertemu atau bertatap muka, tapi aku berhasil membuatmu hidup dalam bait-bait kata itu. Lihat saja aku berhasil membuat diriku merasa bahwa kau benar-benar ada, kau nyata. Bahkan setiap untaian kalimat itu aku benar-benar merasa sedang berbicara denganmu.

Itulah mengapa aku masih menulis dan masih akan terus menulis. Ya, agar aku terus berbicara dengan dunia. Atau setidaknya dunia seolah mendengarkanku lewat tulisan sederhana ini. Aku akan terus menulis agar bisa menyuarakan kebaikan yang mampu aku lakukan. Atau setidaknya menyuarakan kebaikan yang harusnya dunia lakukan. Dan aku juga akan tetap menulis setidaknya sekadar untuk menyapamu dari kejauhan.



Medan, 12 Juni 2020, 14 : 44 WIB

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...