Tantangan pertama ketika memulai
sebuah pembelajaran adalah memfokuskan siswa agar benar-benar siap menerima
pelajaran. Kenapa harus fokus? Ahh, sepertinya tak perlu aku jelaskan lagi.
Bukankah fokus adalah kunci keberhasilan seseorang? Sebuah lup hanya akan bisa
membakar kertas di bawah cahaya matahari jika lup itu memiliki fokus. Dan masih
banyak contoh yang menyatakan bahwa fokus itu adalah inti dari sebuah
pembelajaran. Sehingga fokus siswa adalah pekerjaan pertama guru sebelum
memulai pelajarannya. Bagaimana seorang guru membuat siswa merasa siap ia akan
belajar pelajaran tertentu, membuat siswa merasa bahwa ia sedang di kelas dan
ada guru yang akan menjelaskan materi pelajaran (karena banyak banget siswa
yang di kelas raganya tapi pikirannya di kantin dengan semangkuk bakso, heh).
Memfokuskan siswa akan jauh lebih
menantang lagi pada pelajaran yang membutuhkan perhatian ekstra, sebut saja
matematika, fisika, kimia. Pelajaran yang konon katanya sangat mengerikan,
sangat meyebalkan. Nah, udah kebayang kan gimana menantangnya awal pembelajaran
buatku, seorang guru matematika. Hehe.
Beruntung guru yang bisa masuk di
jam yang mengenakkan, pagi hari misalnya. Kondisi siswa di pagi hari sangat fit
karena mereka belum menemukan masalah, sudah menyelesaikan urusan perutnya dan
cuaca masih sangat bersahabat. Bayangkan jika mengajar pada siang hari.
Widiiihh...tantangan seorang guru akan dimulai. Cuaca panas dan perut lapar
menjadi faktor utama tingkat ke fokusan mereka berkurang. Lalu, bagaimana guru
menyelesaikan masalah cuaca panas dan perut lapar ini? Hehe.
Tidak hanya itu, kombinasi mata
pelajaran pada hari itu juga mempengaruhi tingkat kefokusan siswa. Bayangkan,
siswa belajar matematika setelah mereka belajar olahraga. What? Nanti di kelas pada
tidur semua karena kecapekan. Atau belajar fisika setelah belajar matematika,
wah, mungkin para siswa akan langsung melihat ke kamera dan melambaikan tangan,
ampuuun...ampuun..heheh. Apa yang bisa dilakukan guru dengan jadwal pelajaran
siswa?
Cuaca panas, perut lapar, jadwal
pelajaran siswa mungkin akan bisa dikondisikan guru, tapi faktor yang lain?
Faktor yang tak terlihat, tak diketahui guru, bagaimana guru mengkondisikannya?
Sebut sajalah masalah di keluarga siswa, masalah siswa yang baru putus dengan
pacarnya, masalah siswa yang baru kehilangan pulpennya, dan masih banyak
masalah sepele (menurut guru) yang merusak konsentrasi siswa dalam belajar. Dan
ini semua benar-benar di luar kuasa guru. Guru tak akan bisa mengendalikan
semua faktor ini.
Sebuah trik yang pernah aku coba
untuk memfokuskan siswa, dan alhamdulilah manjur (obat kali ah) adalah dengan
mendongeng mereka. Di dongeng? Nanti mereka tertidur lho. Eits, dongeng yang
aku ceritakan ini bukan sembarangan dongeng, seperti putri pangeran atau kisah
romeo dan juliet.
Sebelum memulai pelajaran, aku
biasanya sudah mempersiapkan sebuah cerita untuk mereka. Ini artinya apa? Sebagai
guru jangan hanya modal tangan kosong aja masuk ke kelas. Guru harus
mempersiapkan rencana ia di kelas, mau jelasin materi apa, mau ngasih soal
halaman berapa atau mau bawain lelucon yang mana. Catet tuh. Guru tetap harus
persiapan di setiap malamnya. Cerita inspiratif yang aku siapkan biasanya aku
sesuaikan dengan kondisi mereka. Jika ketemu kelas yang lelaki semua (aku
pernah merasakan ini, he) guru bisa menceritakan kisah heroik, kisah lelaki
hebat, sukses atau sekadar hasil pertandingan bola tadi malam. Jangan ceritakan
kisah melow dan penuh emosional kepada siswa laki-laki, kebanyakan di antara
mereka gak suka. Heheh.
Biasanya, aku menceritakan tentang
kisah pemuda yang sukses, sebuah tradisi unik di negara tertentu , kisah
sahabat Rasulullah yang tidak begitu terkenal (nah, untuk yang ini kondisinal
aja, kalau siswanya muslim semua silakan), kisah orang-orang di sekitarku
bahkan mungkin kisahku sendiri. Jika ada momentum hari tertentu misalnya hari
ibu, sumpah pemuda, ceritakanlah dongeng tentang hal itu kepada mereka.
Berceritalah layaknya tukang
dongeng. Ekspresif, detail dan bersemangat. Jangan hanya sekadar bercerita
sebuah kisah dan mereka mendengarnya, tapi buatlah mereka terhanyut dengan
dongeng yang kita ciptakan. Jika perlu, gunakan pernak pernik mendukung,
misalnya saja gambar. Aku pernah menceritakan sosok Jengis Khan kepada siswaku
dengan menujukkan beberapa gambar kekejaman Jengis Khan. Mereka benar-benar
terbawa dengan ceritaku, heran, mendengar dengan seksama setiap kata yang aku
ucapkan. Bukankah itu artinya fokus?
Mungkin guru tidak bisa menjamin
bahwa siswa akan benar-benar fokus setelah mendengar dongeng, tapi minimal
dengan mendengarkan sebuah cerita kepada siswa, akan membuat mereka ‘hadir’ kembali dalam kelas kita.
Tidak hanya memfokuskan siswa, bercerita adalah ajang menanamkan konsep dan
mempengaruhi pemikiran siswa. Bayangkan, setiap pertemuan guru menceritakan
sebuah kisah pemuda yang sukes, perlahan pikiran siswa akan di cekok i bahwa
mereka juga bisa menjadi seorang pemuda sukses yang sering gurunya ceritakan.
Lihat, cerita kita akan sangat bisa mempengaruhi pikiran mereka.
Jadi mendongenglah wahai guru.
Bukan sekadar untuk membuat siswamu fokus, tapi juga mengajarkan sebuah
nilai-nilai kehidupan untuk mereka. Pesan kebaikan yang guru sampaikan lewat
dongeng itu akan mendengung terus di telinga mereka sehingga akan di
terjemahkan otak sebagai sesuatu yang harus mereka lakukan, sesuatu hal yang
bagus, sesuatu hal yang patut ditiru.
Dimana dapat ditemukan cerita
dongeng itu? Ahh, tante google
menyediakan sejuta dongeng. Silakan temukan di sana, dan selamat mencoba!
Medan, 5 Januari 2018 15:58
Tulisan ini berakhir dengan berkumandangnya
adzan ashar. Labbaika ya Robbi!
No comments:
Post a Comment