Banyak
yang bertanya kenapa aku memilih destinasi ini sebagai penutup wisata ke Kota
Siantar kali ini. Jelas-jelas bahwa yang aku kunjungi adalah sebuah tempat
peribadatan umat Buddha. Apa yang bisa aku dapatkan dari sana? Unfaedah banget
sih ke sana, hehe. Mungkin benar, perjalanan ke sini hampir bisa dikatakan
tidak memberikan manfaat yang berarti (untuk sebagian orang). Well, ini hanya sebuah tempat ibadah
umat Buddha, trus kita yang muslim bisa ngapain di sini? Hehe. At least, walaupun seperti unfaedah, tetapi
aku mendapatkan sesuatu hal menarik di tempat wisata ini, apalagi kalau bukan
destinasi yang oke punya. Menurutku, selain hikmah, cerita dan pengamalan,
memiliki sebuah dokumentasi dari perjalanan adalah must, hehe.
Pagi
itu hujan membasahi tanah Siantar. Kami akhirnya memilih tempat wisata yang
dekat agar bisa segera balik ke kota Medan. Alhasil aku wara wiri di google, dan jeng jeng jeng muncul sebuah
website yang menyatakan ada sebuah
pagoda yang di sana terdapat Dewi Kwan Inn. Cantik, berasa di luar negeri, bisa
dapat banyak spot foto cantik deh pokoknya. Setidaknya itu
kalimat yang membuatku memutuskan bahwa sebelum pulang ke Medan, kudu nih
mengunjungi tempat ibadah yang konon katanya telah bermetamorfosa menjadi
sebuah tempat wisata. Tahu siapa Dewi Kwan Inn? Hmm, sejujurnya nggak. Dan
nggak berminat juga sih mencari tahunya. Tapi seingatku dulu waktu kecil, ayah
pernah nonton film Kera Sakti, nah gurunya Kera Sakti itu ada yang perempuan,
kalau nggak salah, itulah dia Dewi Kwann Inn. Hehe. But nothing problem, toh aku ke sini juga bukan sedang observasi
atau cari literature tentang agama Budhha kok, aku ke sini hanya ingin
POTO-POTO (catet tuh).
Ketika
mobil memasuki kawasan pagoda, kami agak ragu, sepi sih soalnya. Eh, kita yang muslim boleh masuk gak ya? akhirnya muncul pikiran seperti itu. Daripada
sesat di jalan, kami memberanikan diri untuk bertanya, dan Alhamdulillah satpam
penjaga pagoda itu dengan ramahnya mempersilakan kami masuk. Mobil kami adalah
satu-satunya yang terparkir di halaman pagoda itu. Mungkin umat Buddha beribadahnya tidak sepagi ini, he. Hal pertama
yang aku lihat tentunya adalah sebuah patung raksasa siapa lagi kalau
bukan patung Dewi Kwann Inn.
![]() |
Pintu Utama Tempat Ibadah |
Aku
mendekat ke arah gedung utama pagoda, ada beberapa anak tangga yang harus
dilewati dan sebuah jembatan kecil. Pandanganku terhenti ke arah sebelah kanan.
Bukankah itu kumpulan patung shio?.
Benar, itu adalah kumpulan berbagai patung shio. Ingatan membawaku kembali ke
zaman SMA. Masa ketika ramalan zodiak dan shio sangat aku tunggu-tunggu, aiih.
Aku ingat, shio ku adalah kuda. Lalu aku mencari patung shio kuda dan
mendokumentasikannya. Ya, walau aku beneran gak percaya dengan zodiak dan shio,
setidaknya kalau ada yang bertanya perihal zodiak dan shio, aku bisa menjawabnya
dengan mantap. Hehe.
![]() |
Patung Shio |
Aku
melanjutkan perjalanan menuju ke patung raksasa itu. Bukankah memang ini yang ingin aku lihat?. Patung itu berada di
lantai dua gedung utama. Beratapkan langit dan beralaskan lantai yang full di keramik. Tak ayal lagi, aku
langsung sigap mendokumentasikan berbagai tempat. Tentang patungnya? Besar dan
tinggi, sayangnya warnanya sudah tidak glowing
lagi, mungkin karena langsung kena panas dan hujan. Di sekeliling Dewi
Kwann Inn ada beberapa patung Buddha yang aku nggak tahu itu apa dan siapa
namanya. Hmm, sepertinya keempat patung itu sedang menjaga Dewi Kwann Inn
dengan baik, hehe.
Di
depan Dewi Kwann Inn, terdapat sebuah lonceng raksasa. Besar banget euy, bahkan
aku saja bisa masuk ke dalam lonceng itu lho. Jadi teringat film boboho dulu
yang masuk ke dalam lonceng, terus temannya dengan usil membunyikan lonceng
itu, alhasil pusing deh tu kepala boboho.
![]() |
Lonceng Raksasa |
Nah,
ini yang aku nggak paham. Awalnya kurang tertarik untuk berfoto di sini, tetapi
aku melihat beberapa penganut Budhha berfoto di sini dengan gaya yang aku
lakukan ini, heheh. Mungkin ada beberapa mitos yang mereka percayai, aku juga
nggak sempat nanya sih, terlalu sibuk dengan foto-foto (maklumkeun). Eh, tapi
aku berfoto disini bukan karena mempercayai mitos mereka lho, melainkan karena
ternyata di kamera hasilnya lumayan cantik juga, hehehe.
Gerimis
akhirnya mengguyur kawasan pagoda. Aku masih berusaha mengabadikan beberapa
tempat yang oke punya. Alhasil gambar ala-ala luar negeripun berhasil kami
abadikan.
Dan
ketika hujan terasa semakin rapat. Kamipun mempercepat langkah menuju ke mobil,
menghindari tetesan hujan yang makin lama makin tidak bersahabat.
Well,
aku kurang begitu prefer dengan pagoda ini. Ya, selain alasannya karena urusan
imaan, tetapi memang untuk kalian yang suka hunting tempat foto keren, ini
nggak begitu reccomended deh. Tetapi,
yang paling penting itu no fee charge,
alias gratisss. Nah, daripada nangkring di hotel aja atau keliling-keliling
kota sambil ngobrol nggak jelas, pagoda ini merupakan solusi terbaik untuk kalian
kunjungi.
Medan,
5 April 2018
What?
Tulisan sederhana ini aku selesaikan dalam waktu hampir seminggu. Aiih. Kenapa?
Bukan karena stuck, tetapi kagak
sempat.
Trus
sempatnya ngapain? Stalking IG si
dia, aiih.
No comments:
Post a Comment