Wednesday, 4 April 2018

"Sang Dewi"nya Siantar



Banyak yang bertanya kenapa aku memilih destinasi ini sebagai penutup wisata ke Kota Siantar kali ini. Jelas-jelas bahwa yang aku kunjungi adalah sebuah tempat peribadatan umat Buddha. Apa yang bisa aku dapatkan dari sana? Unfaedah banget sih ke sana, hehe. Mungkin benar, perjalanan ke sini hampir bisa dikatakan tidak memberikan manfaat yang berarti (untuk sebagian orang). Well, ini hanya sebuah tempat ibadah umat Buddha, trus kita yang muslim bisa ngapain di sini? Hehe. At least, walaupun seperti unfaedah, tetapi aku mendapatkan sesuatu hal menarik di tempat wisata ini, apalagi kalau bukan destinasi yang oke punya. Menurutku, selain hikmah, cerita dan pengamalan, memiliki sebuah dokumentasi dari perjalanan adalah must, hehe.

Pagi itu hujan membasahi tanah Siantar. Kami akhirnya memilih tempat wisata yang dekat agar bisa segera balik ke kota Medan. Alhasil aku wara wiri di google, dan jeng jeng jeng muncul sebuah website yang menyatakan ada sebuah pagoda yang di sana terdapat Dewi Kwan Inn. Cantik, berasa di luar negeri, bisa dapat banyak spot  foto cantik deh pokoknya. Setidaknya itu kalimat yang membuatku memutuskan bahwa sebelum pulang ke Medan, kudu nih mengunjungi tempat ibadah yang konon katanya telah bermetamorfosa menjadi sebuah tempat wisata. Tahu siapa Dewi Kwan Inn? Hmm, sejujurnya nggak. Dan nggak berminat juga sih mencari tahunya. Tapi seingatku dulu waktu kecil, ayah pernah nonton film Kera Sakti, nah gurunya Kera Sakti itu ada yang perempuan, kalau nggak salah, itulah dia Dewi Kwann Inn. Hehe. But nothing problem, toh aku ke sini juga bukan sedang observasi atau cari literature tentang agama Budhha kok, aku ke sini hanya ingin POTO-POTO (catet tuh).

Ketika mobil memasuki kawasan pagoda, kami agak ragu, sepi sih soalnya. Eh, kita yang muslim boleh masuk gak ya?  akhirnya muncul pikiran seperti itu. Daripada sesat di jalan, kami memberanikan diri untuk bertanya, dan Alhamdulillah satpam penjaga pagoda itu dengan ramahnya mempersilakan kami masuk. Mobil kami adalah satu-satunya yang terparkir di halaman pagoda itu. Mungkin umat Buddha beribadahnya tidak sepagi ini, he. Hal pertama yang aku lihat tentunya adalah sebuah patung raksasa siapa lagi kalau bukan patung Dewi Kwann Inn.

Pintu Utama Tempat Ibadah
Aku mendekat ke arah gedung utama pagoda, ada beberapa anak tangga yang harus dilewati dan sebuah jembatan kecil. Pandanganku terhenti ke arah sebelah kanan. Bukankah itu kumpulan patung shio?. Benar, itu adalah kumpulan berbagai patung shio. Ingatan membawaku kembali ke zaman SMA. Masa ketika ramalan zodiak dan shio sangat aku tunggu-tunggu, aiih. Aku ingat, shio ku adalah kuda. Lalu aku mencari patung shio kuda dan mendokumentasikannya. Ya, walau aku beneran gak percaya dengan zodiak dan shio, setidaknya kalau ada yang bertanya perihal zodiak dan shio, aku bisa menjawabnya dengan mantap. Hehe.
Patung Shio
Aku melanjutkan perjalanan menuju ke patung raksasa itu. Bukankah memang ini yang ingin aku lihat?. Patung itu berada di lantai dua gedung utama. Beratapkan langit dan beralaskan lantai yang full di keramik. Tak ayal lagi, aku langsung sigap mendokumentasikan berbagai tempat. Tentang patungnya? Besar dan tinggi, sayangnya warnanya sudah tidak glowing lagi, mungkin karena langsung kena panas dan hujan. Di sekeliling Dewi Kwann Inn ada beberapa patung Buddha yang aku nggak tahu itu apa dan siapa namanya. Hmm, sepertinya keempat patung itu sedang menjaga Dewi Kwann Inn dengan baik, hehe. 

 
Patung Dewi Kwann Inn


Di depan Dewi Kwann Inn, terdapat sebuah lonceng raksasa. Besar banget euy, bahkan aku saja bisa masuk ke dalam lonceng itu lho. Jadi teringat film boboho dulu yang masuk ke dalam lonceng, terus temannya dengan usil membunyikan lonceng itu, alhasil pusing deh tu kepala boboho. 
Lonceng Raksasa

Nah, ini yang aku nggak paham. Awalnya kurang tertarik untuk berfoto di sini, tetapi aku melihat beberapa penganut Budhha berfoto di sini dengan gaya yang aku lakukan ini, heheh. Mungkin ada beberapa mitos yang mereka percayai, aku juga nggak sempat nanya sih, terlalu sibuk dengan foto-foto (maklumkeun). Eh, tapi aku berfoto disini bukan karena mempercayai mitos mereka lho, melainkan karena ternyata di kamera hasilnya lumayan cantik juga, hehehe.
 

Gerimis akhirnya mengguyur kawasan pagoda. Aku masih berusaha mengabadikan beberapa tempat yang oke punya. Alhasil gambar ala-ala luar negeripun berhasil kami abadikan.  

Dan ketika hujan terasa semakin rapat. Kamipun mempercepat langkah menuju ke mobil, menghindari tetesan hujan yang makin lama makin tidak bersahabat.

Well, aku kurang begitu prefer dengan pagoda ini. Ya, selain alasannya karena urusan imaan, tetapi memang untuk kalian yang suka hunting tempat foto keren, ini nggak begitu reccomended deh. Tetapi, yang paling penting itu no fee charge, alias gratisss. Nah, daripada nangkring di hotel aja atau keliling-keliling kota sambil ngobrol nggak jelas, pagoda ini merupakan solusi terbaik untuk kalian kunjungi.






Medan, 5 April 2018
What? Tulisan sederhana ini aku selesaikan dalam waktu hampir seminggu. Aiih. Kenapa? Bukan karena stuck, tetapi kagak sempat.
Trus sempatnya ngapain? Stalking IG si dia, aiih.

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...