Saturday, 21 April 2018

Amradul Ummah Fi Dakwah




Minggu, 15 April 2018

Ketika membaca whatsapp tentang kajian ini, otakku berpikir keras. Menerjemahkan judulnya saja aku harus memanggil neuron yang menyimpan beberapa kosakata bahasa Arab. Ya, bermodalkan kemampuan bahasa Arab yang ala kadarnya, aku bisa memahami judul ini. “Penyakit umat dalam dakwah”, well setidaknya begitulah terjemahan ala aku, hehe.

Sebenarnya penuh godaan banget ikut kajian ini. Mengingat tema kajian yang pastinya akan membuat otak berpikir keras, serta waktu kajian yang ternyata berada di ujung minggu. Itu artinya week end  harus dikorbankan, aiih. Tetapi bermodalkan ta’limat dari Sang Murobbi dan mengingat betapa urgensinya kajian ini aku benar-benar harus mengikutinya. Allahu Akbar!!

Sebelum menginjakkan kaki di Aula Masjid Baiturrahman, Universitas Negeri Medan (tempat kajian ini berlangsung), aku sempat membuat janji dengan beberapa teman untuk barengan datang. Maksudku, biar enak ada teman yang diajakin diskusi (bukan ngobrol, hehe). Tapi ya gitulah, qodarullah aku akhirnya mengikuti pengajian ini sendiri (lagi). But, that is not problem lah, toh sudah terbiasa sendiri kan *eh, apaan sih*.

Ketika memasuki aula masjid, masih sepi peserta. Aku melirik jam tangan, 08.50 WIB. Aah, aku lupa ini kan Indonesia, kalau di rundown acaranya dimulai jam 09.00 WIB, itu artinya ....  aah sudahlah, aku malas membahas yang ini. Terlihat beberapa akhwat luar biasa itu memegang mushaf masing-masing, ada yang murojaah hafalannya, ada yang menyelesaikan target tilawahnya. Masha Allah, aku berdecak kagum dengan mereka. Nah aku? Ahh, masih harus banyak banyak banyak banget banget banget belajar.

Akhirnya acara itu dimulai pukul 09.30 WIB, not too bad lah untuk di Indonesia, hehe. Seorang akhwat membuka acara dan menginstruksikan kepada kami untuk memurojaah hafalan. “silakan cari pasangan sendiri ya”. Aku terkejut. Hey, ini bukan perkara yang mudah untuk seorang introvert sepertiku. Berada di sebuah tempat dengan tak satupun orang yang aku kenal dan kalian menyuruhku mencari pasangan untuk memurojaah hafalan? Are you kidding me? Hufft. Dan begitulah, finally aku memurojaah hafalanku sendiri, karena memang di sekitarku, semuanya telah memiliki pasangan masing-masing, ahh dasar jomb*o, eeh.

Kemudian seorang ummahat mengambil alih acara itu. Beliau bukan pemateri, tapi apa yaa, entahlah aku juga bingung menjelaskan posisi beliau. Lisa Aryanti Pohan, begitu beliau memperkenalkan dirinya. Bu Lisa menjelaskan mengapa kami semua harus berkumpul di sini, mengapa seorang aktivis dakwah harus melek politik, apa artinya politik untuk kepentingan dakwah. Officially,  kalau ibarat makanan, bu Lisa itu seperti appetizer, hidangan pembuka sebelum kami menikmati main course, hehehe. Yang paling menarik itu ketika kami mendapatkan kertas kecil (yang aku posting) berisikan lirik sebuah lagu. Yap, itu lagunya Shoutul Harokah. Bu Lisa meminta kami untuk berdiri dan menyanyikan lagu itu bersama-sama. Aah, merinding deh ketika menyanyikan lagu ini. Buatku, semua lagu Shoutul Harokah benar-benar membangkitkan semangat dakwah, memompa semua motivasi yang melemah. Ruangan kecil ini menggema dengan suara kami yang ala kadarnya. Eits, jangan fokus ke suaranya, tapi fokus ke semangat kami *cie elah*.

Tiga puluh menit bersama Bu Lisa, akhirnya seorang ber-kopiah *its mean ikhwan* muncul di hadapan kami. Sepertinya, beliau adalah pemateri yang akan membahas tema pengajian yang cukup berat ini. Moderator mengenalkan Ustadz Rofiq sebagai namanya. Beliau adalah salah seorang dosen di Universitas Islam Sumatera Utara. Tanpa ba bi bu, Ustadz Rofiq langsung menjelaskan bahwa setidaknya ada empat penyakit umat, terutama aktivis dakwah  dalam menjalankan visi misi dakwah, yaitu :
          1. Bodoh
Seseorang yang terjun dalam dakwah seharusnya ia PAHAM dan MENGERTI. Paham mengenai islam, kenapa harus berdakwah dan bagaimana caranya berdakwah. Sudah sepatutnya seorang aktivis dakwah mempelajari islam dengan benar lalu ajak orang lain untuk ikut memahami islam.

   2. Tidak menganggap dakwah sebagai kewajiban.
Seringkali aktivis dakwah beranggapan bahwa dakwah hanya tanggung jawab Nabi atau ulama semata. Dakwah hukumnya WAJIB bagi setiap muslim. Coba renungkan firman Allah dalam An-Nahl : 125.

n  3. Tidak memahami amal jama’i
Berdakwah artinya berjamaah, sehingga ada etika jamaah yang harus dipenuhi. Misalnya adab seorang jundi kepada qiyadahnya. Seorang aktivis dakwah seharunya memahami etika berjamaah itu dengan baik.

4  4. Egois, yang mengerucut ke arah sombong
Menjadi seorang aktivis dakwah bukan membuat diri ini merasa lebih baik sementara orang lain itu hina. JANGAN. Selalu berhusnudzon dengan orang lain. Jangan fokus pada kekurangan orang lain, cukup fokuskan saja diri ini untuk memperbaiki kekurangan sendiri.

Ustadz Rofiq menutup kajian ini dengan sebuah kalimat motivasi bahwa seorang aktivis dakwah tidak boleh lemah. Dan jika penyakit di atas ada dalam seorang diri aktivis dakwah, maka segeralah obati, kalau tidak ia akan semakin kronis.



Medan, 21 April 2018, 18 : 09 WIB
Sebuah pesan tersirat adalah kami harus berjuang untuk kemenangan gubernur Sumatera Utara. Aku bergidik ketika memahamkan hal ini. Sepertinya bulan Juni nanti adalah perjuangan jihad paling ekstrim. Persiapkan diri dari sekarang ya! Insya Allah SUMUT NOMOR SATU, eeh, udah tahu pilih nomor berapa kan?

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...