Minggu, 15 April
2018
Ketika membaca
whatsapp tentang kajian ini, otakku berpikir keras. Menerjemahkan judulnya saja
aku harus memanggil neuron yang menyimpan beberapa kosakata bahasa Arab. Ya,
bermodalkan kemampuan bahasa Arab yang ala kadarnya, aku bisa memahami judul
ini. “Penyakit umat dalam dakwah”, well setidaknya begitulah terjemahan ala
aku, hehe.
Sebenarnya penuh
godaan banget ikut kajian ini. Mengingat tema kajian yang pastinya akan membuat
otak berpikir keras, serta waktu kajian yang ternyata berada di ujung minggu. Itu
artinya week end harus dikorbankan, aiih. Tetapi bermodalkan ta’limat
dari Sang Murobbi dan mengingat betapa urgensinya kajian ini aku benar-benar
harus mengikutinya. Allahu Akbar!!
Sebelum
menginjakkan kaki di Aula Masjid Baiturrahman, Universitas Negeri Medan (tempat
kajian ini berlangsung), aku sempat membuat janji dengan beberapa teman untuk
barengan datang. Maksudku, biar enak ada teman yang diajakin diskusi (bukan
ngobrol, hehe). Tapi ya gitulah, qodarullah aku akhirnya mengikuti pengajian
ini sendiri (lagi). But, that is not
problem lah, toh sudah terbiasa sendiri kan *eh, apaan sih*.
Ketika memasuki
aula masjid, masih sepi peserta. Aku melirik jam tangan, 08.50 WIB. Aah, aku
lupa ini kan Indonesia, kalau di rundown acaranya
dimulai jam 09.00 WIB, itu artinya .... aah sudahlah, aku malas membahas yang ini. Terlihat
beberapa akhwat luar biasa itu memegang mushaf masing-masing, ada yang murojaah
hafalannya, ada yang menyelesaikan target tilawahnya. Masha Allah, aku berdecak
kagum dengan mereka. Nah aku? Ahh, masih harus banyak banyak banyak banget
banget banget belajar.
Akhirnya acara itu
dimulai pukul 09.30 WIB, not too bad
lah untuk di Indonesia, hehe. Seorang akhwat membuka acara dan menginstruksikan
kepada kami untuk memurojaah hafalan. “silakan cari pasangan sendiri ya”. Aku
terkejut. Hey, ini bukan perkara yang mudah untuk seorang introvert sepertiku. Berada
di sebuah tempat dengan tak satupun orang yang aku kenal dan kalian menyuruhku
mencari pasangan untuk memurojaah hafalan? Are
you kidding me? Hufft. Dan begitulah, finally
aku memurojaah hafalanku sendiri, karena memang di sekitarku, semuanya
telah memiliki pasangan masing-masing, ahh dasar jomb*o, eeh.
Kemudian seorang ummahat
mengambil alih acara itu. Beliau bukan pemateri, tapi apa yaa, entahlah aku
juga bingung menjelaskan posisi beliau. Lisa Aryanti Pohan, begitu beliau
memperkenalkan dirinya. Bu Lisa menjelaskan mengapa kami semua harus berkumpul
di sini, mengapa seorang aktivis dakwah harus melek politik, apa artinya politik
untuk kepentingan dakwah. Officially, kalau ibarat makanan, bu Lisa itu seperti appetizer, hidangan pembuka sebelum kami
menikmati main course, hehehe. Yang paling
menarik itu ketika kami mendapatkan kertas kecil (yang aku posting) berisikan
lirik sebuah lagu. Yap, itu lagunya Shoutul Harokah. Bu Lisa meminta kami untuk
berdiri dan menyanyikan lagu itu bersama-sama. Aah, merinding deh ketika
menyanyikan lagu ini. Buatku, semua lagu Shoutul Harokah benar-benar
membangkitkan semangat dakwah, memompa semua motivasi yang melemah. Ruangan kecil
ini menggema dengan suara kami yang ala kadarnya. Eits, jangan fokus ke suaranya,
tapi fokus ke semangat kami *cie elah*.
Tiga puluh menit
bersama Bu Lisa, akhirnya seorang ber-kopiah *its mean ikhwan* muncul di
hadapan kami. Sepertinya, beliau adalah pemateri yang akan membahas tema pengajian
yang cukup berat ini. Moderator mengenalkan Ustadz Rofiq sebagai namanya. Beliau
adalah salah seorang dosen di Universitas Islam Sumatera Utara. Tanpa ba bi bu,
Ustadz Rofiq langsung menjelaskan bahwa setidaknya ada empat penyakit umat,
terutama aktivis dakwah dalam menjalankan
visi misi dakwah, yaitu :
1. Bodoh
Seseorang
yang terjun dalam dakwah seharusnya ia PAHAM dan MENGERTI. Paham mengenai
islam, kenapa harus berdakwah dan bagaimana caranya berdakwah. Sudah sepatutnya
seorang aktivis dakwah mempelajari islam dengan benar lalu ajak orang lain untuk
ikut memahami islam.
2. Tidak menganggap dakwah sebagai
kewajiban.
Seringkali
aktivis dakwah beranggapan bahwa dakwah hanya tanggung jawab Nabi atau ulama
semata. Dakwah hukumnya WAJIB bagi setiap muslim. Coba renungkan firman Allah
dalam An-Nahl : 125.
n 3. Tidak memahami amal jama’i
Berdakwah
artinya berjamaah, sehingga ada etika jamaah yang harus dipenuhi. Misalnya adab
seorang jundi kepada qiyadahnya. Seorang aktivis dakwah seharunya memahami etika
berjamaah itu dengan baik.
4 4. Egois, yang mengerucut ke arah
sombong
Menjadi
seorang aktivis dakwah bukan membuat diri ini merasa lebih baik sementara orang
lain itu hina. JANGAN. Selalu berhusnudzon dengan orang lain. Jangan fokus pada
kekurangan orang lain, cukup fokuskan saja diri ini untuk memperbaiki
kekurangan sendiri.
Ustadz Rofiq
menutup kajian ini dengan sebuah kalimat motivasi bahwa seorang aktivis dakwah
tidak boleh lemah. Dan jika penyakit di atas ada dalam seorang diri aktivis
dakwah, maka segeralah obati, kalau tidak ia akan semakin kronis.
Medan, 21 April
2018, 18 : 09 WIB
Sebuah pesan
tersirat adalah kami harus berjuang untuk kemenangan gubernur Sumatera Utara. Aku
bergidik ketika memahamkan hal ini. Sepertinya bulan Juni nanti adalah
perjuangan jihad paling ekstrim. Persiapkan diri dari sekarang ya! Insya Allah
SUMUT NOMOR SATU, eeh, udah tahu pilih nomor berapa kan?
No comments:
Post a Comment