Saturday, 18 July 2020

Berorganisasi itu





pertamaku bergabung dengan organisasi kampus adalah biar kelihatan eksis. Ya, walau di zaman yang belum open window seperti saat sekarang, eksis tetap menjadi hal penting dalam kehidupan seseorang. Sebagai seorang mahasiswa baru, anak kampung yang baru belajar main di kota dan main di mall tentu eksis adalah caraku menemukan jati diri.

Waktu itu aku sering melihat senior di kampus yang aktif di berbagai organisasi. Jujurly, aku bangga sekali melihat mereka. Aku sering ngomong dengan diri sendiri bahwa aku harus seperti mereka. Melihat mereka rapat kesana kesini, ikut aksi, banyak relasi, ketemu para pejabat kampus, wiiih kok keren banget ya. Apalagi melihat senior yang berorasi lantang di depan mahasiswa baru. Auto melted aku tuh.

Inilah yang kemudian aku buat tekad dan niat yang kuat. Pokoknya aku harus seperti mereka. Pokoknya aku harus gabung organisasi di kampus. Walau tidak hebat seperti mereka, setidaknya aku harus merasakan gimana sih rasanya rapat, rasanya panas-panasan ikut aksi, rasanya ngomong langsung dengan pak rektor.

Alhamdulillah. Alhamdulillah. Allah akhirnya mengabulkan permohonanku yang satu ini. Tepat tahun 2019 aku berhasil menjadi anggota organisasi di kampusku. Aku bangga akhirnya aku menjadi salah satu dari mereka. Ya, mereka menyebutnya aktivis kampus.

Walau organisasi yang kujalani ini masih tingkat program studi, aku tetap bangga. Aku jalani dengan sepenuh hati. Aku ikuti semua kegiatan. Aku belajar banyak dari senior yang tak kenal lelah membimbing kami. Hingga aku menemukan banyak hal di dalam organisasi. Hal yang selama ini luput dari penglihatanku, aku temukan secara nyata dan jelas ketika aku bergabung dalam sebuah organisasi.

Dulu, aku pikir organisasi adalah bentuk peng-eksis-an diri. Ya, agar lebih dikenal banyak orang, agar terkenal, agar banyak relasi, agar dikenal oleh para jajaran pejabat kampus, agar diidolakan. Ternyata tidak. Organisasi tidak seremeh temeh ete deng. Aku belajat banyak dari berorganisasi. Ada banyak hal baru yang kutemukan. Hal yang kemudian membentuk karakterku, membentuk pola pikirku. Hingga jadilah aku seperti saat ini.

Organisasi mengajarkanku bahwa sebelum memulai sesuatu harus diawali dengan doa. Sebelum rapat berdoa, sebelum acara berdoa, sebelum berangkat rihlah doa. Hingga akhirnya berdoa menjadi habbit dalam kehidupanku.

Organisasi mengajarkanku bahwa ada adab laki-laki dan perempuan yang dijaga, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi bagaimanapun. Gak boleh berdua-duaan, gak boleh ngomong aneh-aneh. Ini pun menjadi habbit dalam kehidupanku. Aku benar-benar menjaga tindak dan perilaku ketika berhubungan dengan lawan jenis.

Bahkan aku menyadari bahwa ada misi dakwah yang dijalankan di setiap organisai. Ada tugas-tugas langit yang harus dilaksanakan. Ada amanah luar biasa yang tak boleh ditinggalkan. Ada ancaman dalam setiap tindakan, begitupun ada godaan untuk berhenti di setiap lelah yang dirasakan.

Ternyata benar kan, organisai bukan sekadar aktualisasi diri. Ia bukan sekadar ajang cari sensasi atau sekadar memperbanyak relasi. Namun organisai adalah sebuah dakwah. Ia merupakan tugas mulia yang wajib dikerjakan oleh seluruh umat manusia. Tugas mulia yang nantinya Allah ganti dengan balasan luar biasa.




Medan, 15 Juli 2020, 22 : 19
Sambil menulis ini aku flaschback dengan kenangan berorganisasi. Duh, betapa rindunya rapat, ikut aksi, bersihin sekre atau sekadar numpang tidur siang menunggu jam pergantian kuliah.

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...