pertamaku bergabung dengan organisasi kampus
adalah biar kelihatan eksis. Ya, walau di zaman yang belum open window seperti saat sekarang, eksis tetap menjadi hal penting
dalam kehidupan seseorang. Sebagai seorang mahasiswa baru, anak kampung yang
baru belajar main di kota dan main di mall tentu eksis adalah caraku menemukan
jati diri.
Waktu itu aku sering melihat senior di kampus yang
aktif di berbagai organisasi. Jujurly, aku bangga sekali melihat mereka. Aku
sering ngomong dengan diri sendiri bahwa aku harus seperti mereka. Melihat
mereka rapat kesana kesini, ikut aksi, banyak relasi, ketemu para pejabat
kampus, wiiih kok keren banget ya. Apalagi melihat senior yang berorasi lantang
di depan mahasiswa baru. Auto melted
aku tuh.
Inilah yang kemudian aku buat tekad dan niat yang
kuat. Pokoknya aku harus seperti mereka. Pokoknya aku harus gabung organisasi
di kampus. Walau tidak hebat seperti mereka, setidaknya aku harus merasakan
gimana sih rasanya rapat, rasanya panas-panasan ikut aksi, rasanya ngomong
langsung dengan pak rektor.
Alhamdulillah. Alhamdulillah. Allah akhirnya
mengabulkan permohonanku yang satu ini. Tepat tahun 2019 aku berhasil menjadi
anggota organisasi di kampusku. Aku bangga akhirnya aku menjadi salah satu dari
mereka. Ya, mereka menyebutnya aktivis kampus.
Walau organisasi yang kujalani ini masih tingkat
program studi, aku tetap bangga. Aku jalani dengan sepenuh hati. Aku ikuti
semua kegiatan. Aku belajar banyak dari senior yang tak kenal lelah membimbing
kami. Hingga aku menemukan banyak hal di dalam organisasi. Hal yang selama ini
luput dari penglihatanku, aku temukan secara nyata dan jelas ketika aku
bergabung dalam sebuah organisasi.
Dulu, aku pikir organisasi adalah bentuk peng-eksis-an
diri. Ya, agar lebih dikenal banyak orang, agar terkenal, agar banyak relasi,
agar dikenal oleh para jajaran pejabat kampus, agar diidolakan. Ternyata tidak.
Organisasi tidak seremeh temeh ete deng. Aku belajat banyak dari berorganisasi.
Ada banyak hal baru yang kutemukan. Hal yang kemudian membentuk karakterku,
membentuk pola pikirku. Hingga jadilah aku seperti saat ini.
Organisasi mengajarkanku bahwa sebelum memulai sesuatu
harus diawali dengan doa. Sebelum rapat berdoa, sebelum acara berdoa, sebelum
berangkat rihlah doa. Hingga akhirnya berdoa menjadi habbit dalam kehidupanku.
Organisasi mengajarkanku bahwa ada adab laki-laki dan
perempuan yang dijaga, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi bagaimanapun. Gak
boleh berdua-duaan, gak boleh ngomong aneh-aneh. Ini pun menjadi habbit dalam kehidupanku. Aku
benar-benar menjaga tindak dan perilaku ketika berhubungan dengan lawan jenis.
Bahkan aku menyadari bahwa ada misi dakwah yang
dijalankan di setiap organisai. Ada tugas-tugas langit yang harus dilaksanakan.
Ada amanah luar biasa yang tak boleh ditinggalkan. Ada ancaman dalam setiap
tindakan, begitupun ada godaan untuk berhenti di setiap lelah yang dirasakan.
Ternyata benar kan, organisai bukan sekadar
aktualisasi diri. Ia bukan sekadar ajang cari sensasi atau sekadar memperbanyak
relasi. Namun organisai adalah sebuah dakwah. Ia merupakan tugas mulia yang
wajib dikerjakan oleh seluruh umat manusia. Tugas mulia yang nantinya Allah
ganti dengan balasan luar biasa.
Medan, 15 Juli 2020, 22 : 19
Sambil menulis ini aku flaschback dengan kenangan berorganisasi. Duh, betapa rindunya
rapat, ikut aksi, bersihin sekre atau sekadar numpang tidur siang menunggu jam
pergantian kuliah.
No comments:
Post a Comment