Wednesday, 21 February 2018

Sampai di Puncak


Wisuda Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, Oktober 2015


Foto wisuda adalah salah satu foto favorit yang suka aku amati lamat-lamat. Senyuman yang tergambar di sebuah foto wisuda itu benar-benar merekah, manis, dan penuh kemenangan. Seolah ingin menunjukkan sebuah kebebasan dan pencapaian terhadap sesuatu hal yang besar. Apakah ini hanya perasaanku yang berlebihan atau memang beginilah kondisi foto-foto wisuda? Hehe.

Kata ‘wisuda’ menjadi sebuah kata sakral bagi para mahasiswa. Bagaimana tidak, inilah puncak dari perjuangan yang telah dilakukan selama hampir empat tahun bagi mahasiswa s1, dua tahun bagi mahasiswa s2 atau tiga tahun bagi mahasiswa s3. Betapa moment  wisuda merupakan impian semua mahasiswa. Mendengarkan kata ‘wisuda’ atau melihat betapa meriahnya pesta wisuda para senior kampus membuat hati ini merinding dan berkata “aku kapaaan?”, apalagi melewati moment  wisuda itu sendiri. Mendengar nama dan gelar serta IPK tersebut dengan lantangnya melalui pengeras suara, membuat hati ini bergidik, “eh itu aku ya” hehe. Bahagia-nya itu rasanya klimaks banget, bahagia-nya itu muncak banget euy.

“Hey kawan, kita telah sampai di puncak” setidaknya itu kata yang selalu didengungkan oleh para wisudawan. Saatnya melepas lelah atas pendakian panjang nan melelahkan. Saatnya melupakan sejenak betapa luka hinggap selama perjalanan. Saatnya melihat kemenangan yang sedang didapatkan, melihat betapa indahnya hasil perjuangan selama ini, untuk kemudian menyadari bahwa tak ada yang sia-sia dengan perjalanan panjang itu.

Perayaan wisuda memang membuat kita melupakan rasa sakit untuk memperolehnya. Terlupa semua jerih payah masuk ke kampus nomor satu di kota itu. Terlupa rasanya bergadang karena harus mengerjakan tugas. Terlupa bagaimana rasanya kejar-kejaran dengan dosen pembimbing (eh, aku pernah nih kucing-kucingan sama doping, hehe). Terlupa rasa kecewa saat tugas akhir dipenuhi coretan oleh dosen pembimbing. Bahkan terlupa rasanya ‘dihajar’ habis-habisan ketika sidang tugas akhir. Entah kenapa mendadak lupa dengan peristiwaa naas di masa lalu, hanya karena sebuah toga yang terpakaikan elok menutupi raga. Tak hanya wisudawan yang getar-getir ketika wisuda, bahkan mereka yang menyaksikan pun ikut merasakan euforia sebuah perayaan wisuda. “ah, enak sekali mereka sudah wisuda, aku kapan?”, selintas pikiran dari junior kampus yang baru memulai perjalanan panjangnya.

Kebanyakan orang melihat wisuda sebagai bentuk kesuksesan, bahkan puncak dari sebuah perjalanan panjang. Memunculkan bayangan yang menyatakan bahwa ternyata kuliah itu seindah wisuda lho? Pakai baju cantik, foto-foto, ketawa-ketawa. Eh, elu kuliah dimana tuh? Butuh usaha keras untuk bisa sampai ke perayaan wisuda, perlu tangisan agar bisa memakai toga dengan bangganya. Bahkan mengorbankan tenaga, waktu, pikiran agar senyum di hari wisuda benar-benar maksimal. Sayangnya tidak banyak orang yang menyadari hal ini karena mereka telah dibiaskan oleh bayang-bayang sebuah wisuda yang menyenangkan.

Bukankah hal itu sering kita lakukan? Sadar atau tidak sadar kita sering melihat kondisi hidup seseorang berdasarkan ‘perayaan wisuda’ nya saja. Sebut saja seorang pebisnis yang sukses, Ippho Santosa. Melihat kondisi Ippho yang sudah maral melintang di dunia bisnis memunculkan anggapan bahwa bisnis itu menyenangkan, banyak uang, kaya dan terkenal. Anehnya ketika Allah berikan sedikit cobaan, langsung down, menyerah, bahkan putus asa.  Perhatikan Bill Gates, seorang ahli perangkat lunak yang sukses. Kemudian kita mengikuti jejak beliau untuk mendalami ilmu komputer, sayangnya gagal. Kemudian akhirnya menyerah dan banting setir, eeh.

See, seringkali kita hanya melihat proses ‘wisuda’ nya saja dan melewatkan tahapan yang dilalui oleh Ippho Santosa dan Bill Gates agar mereka bisa sampai di titik sekarang ini. Who knows kan jika ternyata Iphho Santosa dan Bill Gates juga bersusah payah mencapai titik ini, mereka benar-benar mengerahkan waktu, tenaga dan pikiran, mereka melawan sekitar yang mungkin mencemooh kondisi mereka, mereka bahkan harus kehilangan orang-orang yang disayang, bahkan mereka harus mengubur masa muda yang katanya indah untuk memperjuangkan masa depan yang lebih cerah. Kita sering mengabaikan kisah-kisah yang sebenarnya menjadi penyebab utama kenapa orang-orang hebat berhasil mencapai puncak mereka masing-masing. Kita sering tidak memperdulikan betapa hebatnya perjuangan yang mereka lakukan. Kita men-skip  berbagai peristiwa penting hanya untuk menikmati sebuah ‘perayaan wisuda’ yang sejatinya hanyalah sebuah fatamorgana.

Iri melihat orang lain sukses? Boleh. Iri melihat orang lain hebat? Silakan. Jangan pelajari betapa hebatnya ia, jangan pelajari betapa suksesnya mereka. Pelajari langkah dan perjalanan yang mengantaarkan mereka sampai ke puncaknya. Berhentilah membayangkan dan memikirkan ‘nanti kalau aku bisa se-sukses dia, aku mau beli mobil seperti dia ah’, sejatinya pikiran seperti ini takkan membantu banyak, malah sering menjerumuskan dalam imajinasi belaka. Mulailah berpikir ‘kenapa dia bisa sukses? Kalau dia berlatih lima jam setiap harinya, maka aku harus berlatih enam jam setiap hari”, aku rasa pikiran seperti ini sangat membantu.
Lagipula, membayang-bayangkan kesuksesan dan kehebatan orang lain hanya akan mengikis kepekaan hati. Ia hanya akan menimbulkan kedengkian mendalam, khawatir yang teramat berlebihan, bahkan panjang angan-angan. Please, berhentilah melakukannya (talk to my self). Mulailah berpikir cerdas dengan cara mempelajari bagaimana orang hebat itu berjuang, apa yang sebenarnya mereka lakukan, apa yang mereka makan, apa kebiasaan positif mereka, dengan siapa mereka bergaul, bahkan apa film, makanan ataupun lagu kesukaan mereka, hehe.
Mencapai puncak itu memang penting, tetapi ada hal yang lebih penting untuk sekadar menjejakkan kaki di puncak, yaitu menikmati perjalanan untuk mencapai puncak.


Medan, 21 Februari 2018, 09:53
Pagi ini tiba-tiba dikejutkan oleh whatsapp seseorang yang ngajakin S3. Aah, apa seharusnya aku harus melanjutkan studiku? Tiba-tiba aku rindu di ‘wisuda’ lagi, eeh.

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...