![]() |
The L.Co Coffe, Medan, North Sumatera |
Judul : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya.
Opening
the Door of Your Heart (Judul Asal)
Penulis :
Ajahn Brahm
Penerbit :
Awareness Publication, 2009
Thomas C. Lothian Pty Ltd, Australia. (Penerbit Asal)
Halaman :
312 halaman
Ketika aku membaca buku ini di
kantor, di masjid, atau di angkot, banyak yang iseng bertanya ini buku apa sih mba?, bahkan ada
pertanyaan yang lebih ekstrim lagi; kenapa
sih beli buku ini?. Aku jadinya memandang buku ini lamat-lamat, apa aku salah beli buku ya? hufft, baiklah akan aku jelaskan kenapa buku
ini masuk dalam koleksiku.
Kenapa sih terpikir membeli
buku ini? Well, semuanya bermula dari
rekomendasi seorang teman. Nah, masalahnya si teman itu ternyata juga belum
membaca, beliau dapat informasi buku ini dari sepupunya –yang udah baca. Nah,
menurut sepupunya, buku ini sangat reccomended banget deh untuk dibaca. Aku, yang notabene
nya adalah pendengar yang baik, tentu akan menyimpan informasi ini. Terlebih
lagi teman yang awalnya merekomendasikan buku ini adalah seorang penikmat dan
pecandu buku juga – likes me. Biasanya
ia mempunyai daftar buku-buku yang menarik untuk dibaca. Nah, bermodalkan trust inilah aku mulai tertarik dengan
buku ini.
Aku langsung stalking si buku ini *before i decide to buy it *. Selama
proses kepo itu berlangsung, ternyata aku menemukan banyak hal menarik lho
tentang buku ini. Misalnya bintang 5 yang diberikan sebuah situs internasional
ternama www. Amazon.com. Huaa,
menurutku itu prestasi banget, awesome
banget lah. Karena biasanya buku-buku yang mendapatkan perhatian di amazon
biasanya adalah buku yang berkualitas, bagus dan banyak peminatnya.
Tidak hanya itu, buku
bergambar cacing ini merupakan international
best seller lho. Eits, jangan tercengang dulu, buku ini juga telah
diterjemahkan ke dalam 20 bahasa. Eh, bukankah itu pencapaian menakjubkan untuk
penulis baru. Nah, yang paling kerennya itu penerbit menjanjikan garansi uang
kembali 100% lho kalau pembaca tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari buku ini.
Ini artinya apa coba? Penulis dan penerbit hampir dapat memastikan bahwa setiap
pembaca akan mendapat manfaat dari buku ini. Alasan-alasan inilah yang kemudian
membuatku memasukkan buku ini ke dalam daftar bacaan dan koleksi ku.
Ini adalah buku pertama dari
trilogi yang ditulis oleh Ajahn Brahm. Semua trilogi yang ditulis berjudul sama
yaitu si cacing dan kotoran kesayangannya.
Hanya ada angka yang membedakan untuk masing-masing buku. Nah, karena ini buku
pertama angkanya nggak ada. Gak tahu juga sih kenapa gak ada angka layaknya
buku kedua dan ketiga. Well, tebakanku
karena penulis awalnya gak mau tuh nulis trilogi, tetapi karena buku pertama
meledak banget di pasaran, muncul deh buku kedua dan ketiga *probability sih*.
Buku ini merupakan sebuah
motivasi kehidupan. Aah, lebih tepatnya motivasi untuk para Budhis, hehehe. Ajahn
Brahm sendiri adalah seorang biksu yang menjabat sebagai kepala wihara di
Perth, Australia. Kalian sudah menebak kan kemana arah pembicaraan buku ini?
Hehe. Buku bergambar cacing ini berisi 108 cerita tentang kehidupan. Judul
bukunya sendiri merupakan cerita ke 108. Ajahn Brahm menuliskan cerita ini
berdasarkan pengalamannya sendiri, ada juga yang dari teman atau merupakan
cerita turun-temuran yang ia dapatkan. Hampir semua, eeh semuanya bercerita
tentang dunia biksu. Pengalaman Ajahn bermetamorfosa menjadi biksu, tantangan
yang dihadapinya di awal ke-biksu-annya, pengalaman yang didapatkan selama
menjadi biksu, bahkan beliau juga menyelipkan beberapa nilai budhis dalam
tulisannya.
Gaya bercerita Ajahn Brahm sih
sangat sangat sangat biasa. Malah di beberapa cerita terkesan kaku dan gak
ngalir. Aku gak tahu yang salah siapa, Ajahn Brahm atau penerjemahnya. Pokoknya
aku benar-benar gak dapat fell deh
ketika membaca buku ini. Cerita yang disuguhkan Brahm bahkan sangat
membosankan, karena ia hanya mengulang-ulang kisah kehidupannya, yang mungkin
sangat berbeda dengan kehidupan yang dialami oleh orang kebanyakan.
Aku pikir Brahm akan
memberikan nasihat panjang di setiap kisahnya. Ternyata TIDAAAK. Aah,
menyebalkan banget deh. Ia sama sekali tidak mengajak pembaca memetik hikmah,
kalaupun ada, tapi itu tidak maksimal *menurutku*. Siapa sih yang mau
mendengarkan cerita tanpa ada insight dari
setiap kisah yang diberikan. Nah, Brahm hanya sibuk bercerita dan ‘pamer’
kehidupan biksunya di dalam buku ini. Namun ia lupa bahwa pembaca tidak hanya
butuh cerita, tetapi insight dari
cerita tersebut.
Kalau ditanya apakah mau
membaca buku kedua dan ketiga, maka dengan lantang aku jawab TIDAAAAAK, hehe. Aku
tidak mengatakan bahwa buku ini tidak bagus atau kurang berkualitas. Hanya
saja, aku beneran gak nge-klop dengan buku ini dan sangat tidak merekomendasikan
kalian membacanya, terutama untuk yang muslim, stay away from this book lah. Heran deh kenapa Amazon bisa
memberikan lima bintang ya? kenapa bisa jadi international best seller bahkan di alih bahasakan sampai 20
bahasa? Finally, i will not
reccomendation this book for you, you can get better from this one, CLEAR ENOUGH?
Medan, 29
Mei 2018, 12:00 WIB
Thank
you for the ciamik foto.
Padahal lagi lemes-lemesnya, lagi lapar-laparnya, lagi haus-hausnya. Tetapi
kalau disuruh foto tetap aja bisa kasih penampilan maksimal, ahh.