![]() |
Rujak Simpang Jodoh at Tembung, Deli Serdang, Sumatera Utara |
Ada
orang yang memiliki teman, relasi kerja, rekan bisnis yang banyak dan bejibun.
Tetapi ketika ia ditanya tentang sahabat, tak satupun nama yang tersebut dari
bibirnya. Ada juga orang yang memiliki
musuh yang banyak, haters yang tidak
bersahabat. Namun ketika diminta berbicara mengenai sahabatnya, ia bukan hanya
menyebut nama, malah ia hadirkan sosok yang bernama sahabat itu. Kau termasuk
yang mana? Aah, semoga tidak keduanya ya. Semoga Allah memasukkan kita kepada
orang yang memiliki banyak teman, relasi kerja, rekan bisnis, banyak sahabat
serta tidak ada musuh. Oh, what a
beautiful world!
Bagiku,
sahabat adalah kata lain dari keluarga atau saudara. Mereka hadir tanpa
dipinta. Mereka datang tanpa diundang. Bahkan mereka membersamai kita tanpa
perjanjian. Tidak ada akad bahwa jika aku
sukses maka aku akan mendompleng kesuksesanmu dalam sebuah persahabatan. Ia
benar-benar sebuah ikatan tulus nan mulia. Tak perlu syarat tertentu untuk
menjadi seorang sahabat.
Dan
begitulah mereka yang berada di foto ini. Mereka adalah orang yang Allah
kirimkan kepadaku untuk menjadi orang yang membersamaiku. Mereka datang tanpa
ada syarat bahwa aku harus ini dulu harus itu dulu. Merekalah yang kemudian
menjadi sosok yang aku sebut dengan Sahabat.
Merekalah
yang mengisi sepanjang keseharianku selama berada di kota Metropolitan ini.
Ahh, tentunya tak terbayangkan bagi seorang anak kampung yang akhirnya
menginjakkan kaki dan menetap di sebuah kota yang termasuk kota besar di
Indonesia. Bukan hal yang mudah bagiku untuk menyesuaikan diri ketika pertama
kali di kota ini. Gaya bicara yang terkesan tegas dan blak-blakan menimbulkan shock batin. Merekalah yang kemudian
mengajariku menanggapinya. Banyaknya angkot dengan berbagai warna dan nomor di
jalanan kota Medan kerap kali membuatku bingung bahkan lupa aku harus naik angkot nomor berapa ya?. Dan
merekalah yang membuat daftar angkot plus dengan rutenya. Mereka juga yang siap
angkat telpon ketika satu hari aku tersesat dan bingung harus naik angkot yang
mana.
Mereka
juga yang melengkapi bahagiaku. Mengajakku berkeliling kota Medan yang
benar-benar aku tak tahu. Menikmati berbagai kuliner Medan yang katanya enak. Selalu
bertandang ke kos-kosan ku ketika aku bilang suntuk nih. Aah, mereka adalah alasan kenapa aku masih berbahagia
dan menikmati hidup di kota Metropolitan ini. Mereka jugalah yang menutupi
segala kesedihan dan lukaku. Menghapus air mata ketika judul proposal thesis
ditolak pembimbing. Mendengarkan dengan legowo semua keluh kesahku. Menjadi
bahu tempat aku bersandar ketika aku butuh seseorang yang menguatkan. Mereka
benar-benar membalut luka ku dengan rapi, tanpa sakit, tanpa perih.
Bersama
mereka, waktu berjalan terasa lebih cepat. Baru sebentar ngumpul, ee udah sore,
ee udah magrib. Seolah kita sedang berada di dimensi lain yang waktunya
berjalan lebih cepat. Bertemu dengan mereka itu hukumnya seperti wajib. Jika
sehari tak bertemu, kok rasanya ada yang kurang ya, akhirnya pertemuan itu
diganti dengan nyerocos panjang di grup. Masha Allah
Bersama
mereka, semua topik pembicaraan menjadi sesuatu hal yang menarik untuk
dibicarakan. Dan kabar baiknya kami membicarakan semua hal. Hal yang menarik,
menantang, seru biasanya tidak luput dari pembicaraan kami. Misalnya
pembicaraan mengenai betapa letihnya menghadapi tugas kuliah yang datangnya bak
banjir. Kuliah master itu memang tatap muka nya 3 kali dalam seminggu, its mean you have 4 days to get holiday.
But NO!. Empat hari yang dalam
bayangan akan bisa liburan, nongkrong sana sini ternyata semuanya benar-benar
diperuntukkan untuk mengerjakan tugas kuliah. Buat papper lah, review buku
lah, research lah atau sekadar otak
atik software. Menyebalkan banget
membahas hal ini. Tetapi bersama mereka kok ya jadi menarik aja gitu.
Belum
lagi tentang kejar-kejaran dengan dosen pembimbing ketika mau bimbingan thesis. Ketika kita lewat pintu depan,
ee si bapak lewat pintu belakang, Allahu Akbar!!. Ketika beliau menjanjikan
hari ini bisa bimbingan, kita udah nunggu seharian, ee si bapak gak datang
karena lupa, ya Allah tolong deh. Nah mereka inilah yang menjadi saksi betapa
hati ini membuncah-buncah melihat kelakuan dosen pembimbing, hehe.
Termasuklah
pembicaran kami tentang anak lelaki profesor EN yang keren bingits. Gimana gak keren coba, S1–nya ITB, dan
sekarang S2 UGM, Masha Allah, so future
perfectly husband lah pokoknya, hehehe.
Pembicaraan remeh temeh beginian tetap mengasyikkan deh kalau sama mereka. Begitulah
kami, semua hal kami bicarakan. Topik apapun ketika dibicarakan bersama mereka,
kok jadinya lebih menarik ya, hehe. Kenapa rujak simpang jodoh itu enak banget,
bagaimana kriteria our future gregarious husband *uhuk, uhuk*. Bahkan membicarakan kami harus
memilih Prabowo atau Jokowi, hehe.
Begitulah
sahabat. Ia hadir tanpa ada syarat apapun. Ia datang untuk membersamai dalam
bahagia terlebih lagi dalam duka. Ia adalah selimut tebal ketika dingin dan AC
saat panas. Ia ibarat antibiotik ketika rasa sakit mendera, memang tidak
berkuasa menghilangkan rasa sakit, tapi setidaknya ia mampu meredakan. Aah,
tulisan ini akan berlembar-lembar jadinya jika kita terus mendeskripsikan makna
persahabatan. Ada baiknya kita berhenti mencari-cari makna sahabat yang baik,
tetapi yuk ah menjadi sahabat yang baik!
Medan,
25 Mei 2018, 08 : 26 WIB
Foto
ini adalah foto terakhir kita sebelum perpisahan itu datang. Sekarang mungkin
tiada lagi makan rujak simpang jodoh, tiada lagi naik kereta api tengah malam, tiada
lagi cerita sambil nangis-nangis, tiada lagi foto dengan berbagai ekspresi. Tapi
‘kita’ masih ada kok! Tersimpan di hati, tercatat di memori. Lets Robithoh!!,
beginilah caraku ketika teramat sangat sangat sangat merindukan kalian.
No comments:
Post a Comment