Thursday, 24 May 2018

Sahabat

Rujak Simpang Jodoh at Tembung, Deli Serdang, Sumatera Utara


Ada orang yang memiliki teman, relasi kerja, rekan bisnis yang banyak dan bejibun. Tetapi ketika ia ditanya tentang sahabat, tak satupun nama yang tersebut dari bibirnya. Ada juga orang  yang memiliki musuh yang banyak, haters yang tidak bersahabat. Namun ketika diminta berbicara mengenai sahabatnya, ia bukan hanya menyebut nama, malah ia hadirkan sosok yang bernama sahabat itu. Kau termasuk yang mana? Aah, semoga tidak keduanya ya. Semoga Allah memasukkan kita kepada orang yang memiliki banyak teman, relasi kerja, rekan bisnis, banyak sahabat serta tidak ada musuh. Oh, what a beautiful world!

Bagiku, sahabat adalah kata lain dari keluarga atau saudara. Mereka hadir tanpa dipinta. Mereka datang tanpa diundang. Bahkan mereka membersamai kita tanpa perjanjian. Tidak ada akad bahwa jika aku sukses maka aku akan mendompleng kesuksesanmu dalam sebuah persahabatan. Ia benar-benar sebuah ikatan tulus nan mulia. Tak perlu syarat tertentu untuk menjadi seorang sahabat.

Dan begitulah mereka yang berada di foto ini. Mereka adalah orang yang Allah kirimkan kepadaku untuk menjadi orang yang membersamaiku. Mereka datang tanpa ada syarat bahwa aku harus ini dulu harus itu dulu. Merekalah yang kemudian menjadi sosok yang aku sebut dengan Sahabat.

Merekalah yang mengisi sepanjang keseharianku selama berada di kota Metropolitan ini. Ahh, tentunya tak terbayangkan bagi seorang anak kampung yang akhirnya menginjakkan kaki dan menetap di sebuah kota yang termasuk kota besar di Indonesia. Bukan hal yang mudah bagiku untuk menyesuaikan diri ketika pertama kali di kota ini. Gaya bicara yang terkesan tegas dan blak-blakan menimbulkan shock batin. Merekalah yang kemudian mengajariku menanggapinya. Banyaknya angkot dengan berbagai warna dan nomor di jalanan kota Medan kerap kali membuatku bingung bahkan lupa aku harus naik angkot nomor berapa ya?. Dan merekalah yang membuat daftar angkot plus dengan rutenya. Mereka juga yang siap angkat telpon ketika satu hari aku tersesat dan bingung harus naik angkot yang mana.

Mereka juga yang melengkapi bahagiaku. Mengajakku berkeliling kota Medan yang benar-benar aku tak tahu. Menikmati berbagai kuliner Medan yang katanya enak. Selalu bertandang ke kos-kosan ku ketika aku bilang suntuk nih. Aah, mereka adalah alasan kenapa aku masih berbahagia dan menikmati hidup di kota Metropolitan ini. Mereka jugalah yang menutupi segala kesedihan dan lukaku. Menghapus air mata ketika judul proposal thesis ditolak pembimbing. Mendengarkan dengan legowo semua keluh kesahku. Menjadi bahu tempat aku bersandar ketika aku butuh seseorang yang menguatkan. Mereka benar-benar membalut luka ku dengan rapi, tanpa sakit, tanpa perih.

Bersama mereka, waktu berjalan terasa lebih cepat. Baru sebentar ngumpul, ee udah sore, ee udah magrib. Seolah kita sedang berada di dimensi lain yang waktunya berjalan lebih cepat. Bertemu dengan mereka itu hukumnya seperti wajib. Jika sehari tak bertemu, kok rasanya ada yang kurang ya, akhirnya pertemuan itu diganti dengan nyerocos panjang di grup. Masha Allah
Bersama mereka, semua topik pembicaraan menjadi sesuatu hal yang menarik untuk dibicarakan. Dan kabar baiknya kami membicarakan semua hal. Hal yang menarik, menantang, seru biasanya tidak luput dari pembicaraan kami. Misalnya pembicaraan mengenai betapa letihnya menghadapi tugas kuliah yang datangnya bak banjir. Kuliah master itu memang tatap muka nya 3 kali dalam seminggu, its mean you have 4 days to get holiday. But NO!. Empat hari yang dalam bayangan akan bisa liburan, nongkrong sana sini ternyata semuanya benar-benar diperuntukkan untuk mengerjakan tugas kuliah. Buat papper lah, review buku lah, research lah atau sekadar otak atik software. Menyebalkan banget membahas hal ini. Tetapi bersama mereka kok ya jadi menarik aja gitu.

Belum lagi tentang kejar-kejaran dengan dosen pembimbing ketika mau bimbingan thesis. Ketika kita lewat pintu depan, ee si bapak lewat pintu belakang, Allahu Akbar!!. Ketika beliau menjanjikan hari ini bisa bimbingan, kita udah nunggu seharian, ee si bapak gak datang karena lupa, ya Allah tolong deh. Nah mereka inilah yang menjadi saksi betapa hati ini membuncah-buncah melihat kelakuan dosen pembimbing, hehe.

Termasuklah pembicaran kami tentang anak lelaki profesor EN yang keren bingits.  Gimana gak keren coba, S1–nya ITB, dan sekarang S2 UGM, Masha Allah, so future perfectly husband  lah pokoknya, hehehe. Pembicaraan remeh temeh beginian tetap mengasyikkan deh kalau sama mereka. Begitulah kami, semua hal kami bicarakan. Topik apapun ketika dibicarakan bersama mereka, kok jadinya lebih menarik ya, hehe. Kenapa rujak simpang jodoh itu enak banget, bagaimana kriteria our future gregarious husband  *uhuk, uhuk*. Bahkan membicarakan kami harus memilih Prabowo atau Jokowi, hehe.

Begitulah sahabat. Ia hadir tanpa ada syarat apapun. Ia datang untuk membersamai dalam bahagia terlebih lagi dalam duka. Ia adalah selimut tebal ketika dingin dan AC saat panas. Ia ibarat antibiotik ketika rasa sakit mendera, memang tidak berkuasa menghilangkan rasa sakit, tapi setidaknya ia mampu meredakan. Aah, tulisan ini akan berlembar-lembar jadinya jika kita terus mendeskripsikan makna persahabatan. Ada baiknya kita berhenti mencari-cari makna sahabat yang baik, tetapi yuk ah menjadi sahabat yang baik!


Medan, 25 Mei 2018, 08 : 26 WIB
Foto ini adalah foto terakhir kita sebelum perpisahan itu datang. Sekarang mungkin tiada lagi makan rujak simpang jodoh, tiada lagi naik kereta api tengah malam, tiada lagi cerita sambil nangis-nangis, tiada lagi foto dengan berbagai ekspresi. Tapi ‘kita’ masih ada kok! Tersimpan di hati, tercatat di memori. Lets Robithoh!!, beginilah caraku ketika teramat sangat sangat sangat merindukan kalian.

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...