![]() |
www.berasmaknyuss.com |
Sebuah
bekal biru dalam genggamanku. Aku membawanya dengan bangga melintasi koridor
yang penuh dengan lautan manusia. Ya, ketika jam makan siang datang, koridor
itu akan sangat hiruk pikuk. Aku mencoba melintasinya dengan sangat hati-hati,
tentu saja agar stelan yang aku kenakan tidak kusut. Aku takkan menyia-yiakan
kesempatan ini.
Aku
berhenti di ujung koridor. Tepat di hadapanku adalah sebuah ruangan yang
bertuliskan ‘ruangan makan’. Ini dia,
batinku. Ruangan yang gadis itu sebutkan beberapa waktu yang lalu. Aku memegang
ganggang pintu dengan erat, perlahan membukanya. Berharap gadis itu ada di
sana. Aku tak mau gagal lagi untuk kali ini.
Ruangan
ini cukup luas dan ada banyak meja dan kursi di dalamnya. Karena ini bertepatan
dengan jam makan siang, tentu saja aku akan menemui banyak orang di dalam
ruangan ini. Banyak orang dengan riuhnya aktivitas. Sebagian dari mereka sibuk
menyantap bekal makan siangnya. Sebagian lagi ada yang bercerita sambil
tertawa. Ya, ada banyak orang di sini. Aku agak kesusahan menemukan gadis yang
aku maksud. Dimana dia?, puluhan
manusia ini seolah menutupi keberadaannya dari pandanganku. Aah.
Ku
edarkan pandanganku ke seluruh ruangan, menyisir setiap sudut ruangan,
memastikan bahwa orang per orang adalah gadis yang aku cari. Hey, aku sudah
menyisir ruangan ini hampir dua kali. Dan nihil, aku tidak menemukannya. Sekali
lagi, dimana dia?. Apakah dia
membohongiku? Apakah bekal makan siang itu hanya alasan untuk menolak ajakan
makan siangku?
Aku
akhirnya melangkah gontai ke salah satu kursi, duduk di sana dan mulai membuka
bekalku. Nasi putih, rebus bayam dan semur ayam, aah sebuah perpaduan menu yang
begitu menggoda. Ibu memang chef terbaik dalam menyajikan makanan. Aah, tetapi
menu ini sama sekali tidak menggoda bagiku. Bahkan sejatinya aku telah
kehilangan selera makan. Aku lapar, tetapi tidak berkeinginan untuk memakan
menu lezat di hadapanku ini. Ini semua karena gadis itu.
Ingin
sekali rasanya aku berteriak Fatiaaa,
kamu kemanaaa. Apakah ini benar-benar pertanda bahwa takdir tidak berpihak
kepadaku? Aku sudah berusaha maksimal untuk mendekatinya, tetapi kenapa selalu
gagal?
Pelan-pelan
nasi dan semur ayam itu masuk ke dalam mulutku. Aah, kenapa masakan ibu kali
ini terasa hambar ya? aku benar-benar tidak menikmati makan siang kali ini. Otakku
mulai berpikiran macam-macam. Apakah
gadis itu membohongiku? Ia mempermainkanku?. Aku merasa aliran kekecewaan
itu mengaliri setiap bagian arteriku, masuk ke jantungku, semakin sakit. Ada rasa
tidak percaya, gadis mulia dan baik hati seperti dia begitu teganya membohongi
aku? Aah.
Aku
menutup bekal makan siang itu dengan separuh nasi tersisa di dalamnya. Aku tahu
ini mubazir, tetapi apa daya, mulutku tak ingin lagi menguyah dan lambungku
juga tak ingin lagi mengolahnya. Aku melanjutkan langkahku menuju ke tempat
sholat. Ya, walau isi otakku sedang tidak karuan, tetapi perintah Tuhan yang
satu ini tidak pernah lupa aku kerjakan.
Tempat sholatnya lagi rame nih, batinku. Ada beberapa temanku juga di sana. Aahh,
betapa tidak inginnya aku bertemu dengan siapapun saat ini. Suasana hatiku
sedang tidak bersahabat. Aku terus mendekati tempat sholat lalu mataku mulai
menangkap bayangan mereka yang aku kenali satu per satu, ada Alan, Fery, Pras
dan hey ada dia di sana. Gadis itu.
Seolah
mendapat suntikan adrenalin, aku mempercepat langkahku menuju ke tempat sholat.
perlahan mendekati gadis itu yang sedang membaca selebaran di depan tempat
sholat.. Bermodalkan serpihan kekuatan di antara segunung kekecewaan, aku
mencoba mengatur kata.
“Buk
Fatia?”
“Eeh,
iya pakk Faiz” dia menjawab dengan setengah terkejut. Sepertinya aku
mengagetkannya.
“Maaf,
saya mengagetkan ibu. Mau sholat ya buk?” aah, pertanyaan macam apa yang aku
keluarkan dari mulut ini?
“Gak
apa-apa pak. Alhamdulillah saya sudah selesai sholat kok. Pak Faiz mau zuhur
juga ya?” sebuah kalimat santun dan bersahabat ini keluar
dari mulutnya. Aku hampir tidak bisa mengendalikan perasaan bahagiaku. Oh
ya, tapi aku harus ingat, bahwa ada pertanyaan yang harus aku tanyakan kepada
gadis ini.
“Iya
buk. Hmm, tadi ibu gak makan siang di ruang makan ya?”
“Owh
gak pak, kebetulan saya hari ini gak bawa bekal pak. Saya hari ini sedang
berpuasa pak” jawab gadis itu sambil tersenyum ke arahku.
Deg.
Aku merasakan sesuatu yang berbeda. Apakah bumi sedang kehilangan gravitasinya?
Kenapa aku merasa melayang-layang? Dia sedang berpuasa. Salah satu ibadah yang
diajarkan oleh agama yang juga aku anut. Apakah dia benar-benar se-shalihah
itu?
“Puasa
apa nih buk?” aku iseng bertanya.
“Senin
kamis pak, kan hari ini kamis kan?” jawabnya
Derrrrr.
Jawaban itu menghancurkan gunung kekecewaaanku. Hancur sehancurnya. Serpihan
kehancuran itu menjadi bulir-bulir kekaguman yang bertebaran di imajinasiku. Menguatkan
rasa yang telah berakar kuat dalam hatiku.
Jauh
dalam hatiku
Rasa
tentangnya semakin lezat
Medan,
18 Mei 2018, 14 : 47 WIB
This romance story is the end. And for
you, the tall man! Im sorry if i always refuse your lunch invitation. –Fatia.
No comments:
Post a Comment