Sumber : www.Papasemar.com |
Aku
melihat ke arah arlojiku, ternyata sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB. Itu
artinya waktu istirahat telah datang. Aku bergegas membereskan berkas
pekerjaanku. Lalu melihat ke cermin yang terpasang di sudut ruangan kerja.
Merapikan rambut dan kemejaku, memastikan pakaianku rapi dan terlihat tampan.
Aku tampan? Aah.
Aku
melintasi koridor kantor, bergegas menuju ke ruangan dia. Dia? Ya, seorang
gadis yang diam-diam aku kagumi. Rekan kerja yang membuatku jatuh cinta karena
senyum yang dimilikinya. Gadis pintar yang menjadi alasan agar aku selalu
tampil menawan di kantor. Dan, gadis berjilbab lebar ini juga berhasil membuat
otakku berpikir keras bagaimana mendekatinya.
Tentunya
bukan perkara yang mudah bagiku untuk mendekatinya. Buatku, dia bukan gadis
biasa yang bisa sekenanya diajak nonton, makan apalagi jalan-jalan. Salah satu
simbol agama yang dikenakannya itu sudah sangat jelas menggambarkan bagaimana
kualitas dirinya. Lalu aku? Ahh, bukankah tidak ada salahnya jika seorang
lelaki yang (belajar) taat ini mengharapkan perempuan shalihah seperti dia.
Toh, aku juga nggak bejat-bejat amat kok.
Aku
membuka ruangannya pelan. Di sana terlihat ada beberapa meja tersusun. Mataku
liar, berusaha menemukan gadis itu. Dan i
got it. Dia sedang duduk di meja kerjanya, menatap serius dan fokus ke arah
layar laptop yang sedang menyala. Betapa manisnya ia.
“Assalamualaikum
buk Fatia” aku menyapanya
“Waalaikumsalam
pak Faiz” ia menjawab singkat sambil memberikan senyuman. Ahh, senyuman itu
benar-benar mempesona. Sekali lagi, aku merasakan energiku meningkat ketika
gadis itu memberikan senyumannya.
“Gak
makan siang buk?” aku mulai memberikan pertanyaan basa-basi. Eh, apakah ini
terlalu standar? Ahh, sudahlah
“Iya
pak, sebentar lagi” ia menjawab sambil membereskan pekerjannya.
“Makan
siang bareng yok buk” aku memberanikan diri untuk mengajaknya. Aku sangat
berani melakukan hal ini, lagi. Ajakan ini tentu bukan untuk yang pertama
kalinya. Entah sudah berapa kali aku mengajak gadis itu makan siang bersama di
cafe kantor. Tetapi begitulah, seolah takdir tidak memihak kepadaku, selalu ada
alasan ajakanku di tolaknya. Kali ini aku kembali mencoba, aah mana tahu hari
ini takdir berpihak kepadaku kan?
“Wah,
maaf ya Pak, saya sudah ada janji dengan buk Rita dan pak Ihsan” jawab gadis
berjilbab ungu itu sembari memasang wajah penuh bersalah.
Deg.
Aku terdiam (lagi). Ajakanku ditolak lagi? Hanya karena aku terlambat membuat
janji dengan dia? Aah. Aku akui, di kantor gadis ini sangat ramah, baik hati,
shalihah, pintar dan tidak sombong. Sifat inilah yang membuat ia memiliki
banyak relasi, banyak sahabat dan banyak teman nongkrong. Mungkin saja banyak
orang di kantor yang berlomba-lomba agar bisa makan siang bersamanya. Dan
sayangnya, aku termasuk di dalam para kompetisi untuk memenangkan lomba itu.
Mengajaknya
makan siang bersama bukan hal yang mudah. Aku harus mengumpulkan segunung
keberanian dan se samudera kepercaya dirian. Tetapi begitulah, takdir tetap
tidak berpihak kepadaku. Entah sudah berapa ajakan makan siangku yang dia
tolak. Bukan karena dia tidak menyukai ajakanku. Tetapi memang karena dia sudah
ada janji, ada pekerjaan, atau sedang bekerja di luar kantor. Aku merasa takdir
benar-benar tidak berpihak kepadaku, aaaahhhh.
“Ohh,
gitu ya buk” aku menjawab singkat. Otakku berpikir keras, hal apa yang bisa aku
lakukan lagi ya? Lalu..
“Kalau
begitu, besok saja kita makan siang di kantin kantor gimana buk?” ide ini
benar-benar keluar begitu saja dari mulutku. Aku mem-booking nya, eeh apakah itu terlalu frontal? Aah, biar saja. Biar
dia tahu betapa aku mengaguminya.
“Maaf
ya pak, saya gak bisa juga. Saya selalu bawa bekal ke kantor, jadi saya
makannya di ruangan makan saja. Jadi gak di kantin, maaf ya pak” ia kembali
menjawab, dengan sebuah penolakan lagi.
Aku
terdiam. Huffht, sesusah ini kah? Apakah takdir benar-benar tidak ingin
menyatukan aku dengannya?
Akhirnya
aku putuskan untuk berbalik arah meninggalkannya. Tentu saja dengan ucapan basa
basi pamitan. Otakku kembali bekerja, memikirkan sebuah ide gila lagi. Tapi apa
ya?
Bekal.
Ya,
sepertinya membawa bekal adalah ide yang bagus. Bagaimana jika aku
melakukannya? Bukankah aku bisa menghabiskan waktu makan siang bersama
dengannya? Oke baiklah, aku akan menyiapkan bekal setiap harinya, kemudian
bertemu setiap hari dengannya di setiap jam makan siang.
Sebuah
bekal makan siang.
Sebuah
rasa yang lezat
Medan,
11 Mei 2018, 11 : 50 WIB
Tulisan
ini aku selesaikan ketika mengawasi Midterm Test of Statistic Subject.
Sepertinya aku lebih suka mengajar 3 SKS daripada mengawasi ujian 60 menit,
nguantuuuk bangett !!
No comments:
Post a Comment