Wednesday 16 May 2018

Rasa yang Lezat (1)

Sumber : www.Papasemar.com


Aku melihat ke arah arlojiku, ternyata sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB. Itu artinya waktu istirahat telah datang. Aku bergegas membereskan berkas pekerjaanku. Lalu melihat ke cermin yang terpasang di sudut ruangan kerja. Merapikan rambut dan kemejaku, memastikan pakaianku rapi dan terlihat tampan. Aku tampan? Aah.

Aku melintasi koridor kantor, bergegas menuju ke ruangan dia. Dia? Ya, seorang gadis yang diam-diam aku kagumi. Rekan kerja yang membuatku jatuh cinta karena senyum yang dimilikinya. Gadis pintar yang menjadi alasan agar aku selalu tampil menawan di kantor. Dan, gadis berjilbab lebar ini juga berhasil membuat otakku berpikir keras bagaimana mendekatinya.

Tentunya bukan perkara yang mudah bagiku untuk mendekatinya. Buatku, dia bukan gadis biasa yang bisa sekenanya diajak nonton, makan apalagi jalan-jalan. Salah satu simbol agama yang dikenakannya itu sudah sangat jelas menggambarkan bagaimana kualitas dirinya. Lalu aku? Ahh, bukankah tidak ada salahnya jika seorang lelaki yang (belajar) taat ini mengharapkan perempuan shalihah seperti dia. Toh, aku juga nggak bejat-bejat amat kok.

Aku membuka ruangannya pelan. Di sana terlihat ada beberapa meja tersusun. Mataku liar, berusaha menemukan gadis itu. Dan i got it. Dia sedang duduk di meja kerjanya, menatap serius dan fokus ke arah layar laptop yang sedang menyala. Betapa manisnya ia.

“Assalamualaikum buk Fatia” aku menyapanya

“Waalaikumsalam pak Faiz” ia menjawab singkat sambil memberikan senyuman. Ahh, senyuman itu benar-benar mempesona. Sekali lagi, aku merasakan energiku meningkat ketika gadis itu memberikan senyumannya.

“Gak makan siang buk?” aku mulai memberikan pertanyaan basa-basi. Eh, apakah ini terlalu standar? Ahh, sudahlah

“Iya pak, sebentar lagi” ia menjawab sambil membereskan pekerjannya.

“Makan siang bareng yok buk” aku memberanikan diri untuk mengajaknya. Aku sangat berani melakukan hal ini, lagi. Ajakan ini tentu bukan untuk yang pertama kalinya. Entah sudah berapa kali aku mengajak gadis itu makan siang bersama di cafe kantor. Tetapi begitulah, seolah takdir tidak memihak kepadaku, selalu ada alasan ajakanku di tolaknya. Kali ini aku kembali mencoba, aah mana tahu hari ini takdir berpihak kepadaku kan?

“Wah, maaf ya Pak, saya sudah ada janji dengan buk Rita dan pak Ihsan” jawab gadis berjilbab ungu itu sembari memasang wajah penuh bersalah.

Deg. Aku terdiam (lagi). Ajakanku ditolak lagi? Hanya karena aku terlambat membuat janji dengan dia? Aah. Aku akui, di kantor gadis ini sangat ramah, baik hati, shalihah, pintar dan tidak sombong. Sifat inilah yang membuat ia memiliki banyak relasi, banyak sahabat dan banyak teman nongkrong. Mungkin saja banyak orang di kantor yang berlomba-lomba agar bisa makan siang bersamanya. Dan sayangnya, aku termasuk di dalam para kompetisi untuk memenangkan lomba itu.

Mengajaknya makan siang bersama bukan hal yang mudah. Aku harus mengumpulkan segunung keberanian dan se samudera kepercaya dirian. Tetapi begitulah, takdir tetap tidak berpihak kepadaku. Entah sudah berapa ajakan makan siangku yang dia tolak. Bukan karena dia tidak menyukai ajakanku. Tetapi memang karena dia sudah ada janji, ada pekerjaan, atau sedang bekerja di luar kantor. Aku merasa takdir benar-benar tidak berpihak kepadaku, aaaahhhh.

“Ohh, gitu ya buk” aku menjawab singkat. Otakku berpikir keras, hal apa yang bisa aku lakukan lagi ya? Lalu..

“Kalau begitu, besok saja kita makan siang di kantin kantor gimana buk?” ide ini benar-benar keluar begitu saja dari mulutku. Aku mem-booking nya, eeh apakah itu terlalu frontal? Aah, biar saja. Biar dia tahu betapa aku mengaguminya.

“Maaf ya pak, saya gak bisa juga. Saya selalu bawa bekal ke kantor, jadi saya makannya di ruangan makan saja. Jadi gak di kantin, maaf ya pak” ia kembali menjawab, dengan sebuah penolakan lagi.

Aku terdiam. Huffht, sesusah ini kah? Apakah takdir benar-benar tidak ingin menyatukan aku dengannya?

Akhirnya aku putuskan untuk berbalik arah meninggalkannya. Tentu saja dengan ucapan basa basi pamitan. Otakku kembali bekerja, memikirkan sebuah ide gila lagi. Tapi apa ya?

Bekal.
Ya, sepertinya membawa bekal adalah ide yang bagus. Bagaimana jika aku melakukannya? Bukankah aku bisa menghabiskan waktu makan siang bersama dengannya? Oke baiklah, aku akan menyiapkan bekal setiap harinya, kemudian bertemu setiap hari dengannya di setiap jam makan siang.

Sebuah bekal makan siang.
Sebuah rasa yang lezat

Medan, 11 Mei 2018, 11 : 50 WIB
Tulisan ini aku selesaikan ketika mengawasi Midterm Test of Statistic Subject. Sepertinya aku lebih suka mengajar 3 SKS daripada mengawasi ujian 60 menit, nguantuuuk bangett !!

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...