Thursday, 29 March 2018

Lihatlah Ke Atas!

Ray Inn Hotel, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara


Semasa kecil aku sering dinasehati ‘jangan terlalu sering melihat ke atas, nanti kamu kelilipan’. Sebuah nasehat sederhana tetapi penuh makna. Dulu, aku hanya memaknai secara denotasi saja, hingga akhirnya aku jarang melihat langit-langit rumah atau kelas, heheh. Jika ada yang bertanya tentang hal itu aku menjawab “takut kelilipan”. Nasehat yang terus terngiang itu sekarang aku maknai dengan cara berbeda. Aku pikirkan apa sebenarnya maksud yang ingin diutarakan oleh si pemberi nasehat. Ya, walaupun belum terlalu tepat dan jeli, aku bisa menarik benang merah dari perkataan tersebut.

Aku memaknai nasehat itu sebagai bentuk syukur yang harus dimiliki oleh manusia. Seringkali kita mengeluhkan masalah yang dihadapi, penderitaan yang tak kunjung selesai atau takdir Allah yang kurang bersahabat. Kesedihan dan kekhawatiran berlebihan ini akhirnya menjelma menjadi sebuah penghakiman terhadap diri sendiri yang terlahir ‘sial’ atau mengatakan bahwa Allah tidak adil terhadap diri ini. Kenapa diri ini merasa sial, serba kekurangan? Itu karena kita terlalu sibuk membandingkan diri ini dengan mereka yang serba berlebihan. Kita selalu melihat orang lain yang mendapatkan apa yang kita impikan, nah kita? Sibuk dengan khayalan ‘andaikan aku yang memilikinya’ ahh.

Bagaimana jika ubah pembandingnya? Jika selama ini terlalu sibuk membandingkan dengan mereka yang berlebihan, maka cobalah sesekali bandingkan dengan mereka yang berada di bawah kita. Mereka yang hidupnya jauh lebih menderita, lebih kekurangan, lebih nestapa dari hidup yang kita alami. Jika tak bisa kau temui di dunia nyata, maka bukalah lembaran mushaf. Percayalah, kau akan menemukan sebuah kisah nestapa dari seorang pria tampan yang disayangi oleh ayahnya, didengki oleh saudaranya, dilempar ke sumur, dipungut oleh penjual, dijual murah sebagai budak, dijadikan pelampiasan nafsu majikan, difitnah, dipenjara, dilupakan oleh teman yang dulunya berjanji akan membebaskan hingga menjadi bendahara negaranya yang mengurusi permasalahan negara yang tak kunjung selesai. Semoga kalian tahu kisah siapa yang sedang aku ceritakan.

Dengan ‘melihat ke bawah’ setidaknya akan ada rasa syukur dalam hati bahwa ternyata hidup kita masih jauh lebih baik daripada orang lain. Allah masih memberikan anugerah kepada kita daripada orang itu. Kita masih bisa makan dengan enak, sementara mereka harus berkelana untuk seteguk air. Masih suka mengeluh lagi dengan penderitaan itu? Cobalah sesekali ‘lihat ke bawah’, kau akan benar-benar bersyukur dengan penderitaan yang dimiliki. Karena ternyata mereka jauh lebih menderita daripada kita. Setidaknya ini adalah makna yang aku dapatkan dari pesan ‘jangan terlalui sering melihat ke atas’.

Tetapi, apakah sebetulnya kita tidak diperbolehkan untuk melihat ke atas? Apakah sebaiknya kita hanya melihat ke bawah sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Allah? Pikiran seperti ini juga salah. Tidak selamanya melihat ke atas itu salah. Begitu juga, merupakan salah besar ketika kau terus melihat ke bawah. Lalu, ‘lihat ke atas’ seperti apa yang baik? Yang tidak menimbulkan rasa iri dan dengki berlebihan? Yang tidak membuat kita akan mengutuki diri sendiri?
Lihatlah mereka yang ibadahnya lebih darimu. Lihatlah mereka yang bisa memaksimalkan kemampuannya dalam belajar sehingga memanfaatkan ilmu itu untuk kepentingan orang lain. Lihatlah mereka yang tetap berbagi dalam kondisi lapang terlebih lagi dalam kondisi yang sempit. Lihatlah mereka yang menangis syahdu ketika mendengar ayat-ayat Robbnya dibacakan. Lihatlah mereka yang sukses dunianya, tetapi tetap zuhud dan tawadhu’. Masha Allah. Itulah mereka yang berada di atas kita, sehingga untuk melihat mereka kita harus melihat ke atas.

Dalam hal ini ‘melihat ke atas’ sangat dianjurkan. Iri terhadap mereka sangat diperbolehkan. Mempelajari kebiasaan, hal positif yang mereka bahkan bernilai pahala di sisi Allah. Maka, pelajarilah mereka! Belajarlah untuk menjadi seperti mereka. Jadikan ‘pandangan ke atas’ ini sebagai cambuk motivasi agar kita terus bermetamorfosa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Jangan hanya berkhayal menjadi mereka! Tidak cukup bermimpi dan bercita-cita akan seperti mereka suatu hari nanti. Tetapi buktikan bahwa kau bisa menjadi seperti mereka, kau bisa menyamakan mereka dalam kualitas ibadah dan kebaikannya.

Selamat melihat ke atas !
Tapi jangan salah lihat ya, nanti kamu bisa kelilipan.


Medan, 25 Maret 2018, 16 : 28 WIB
Kami melihat ke atas bukan karena ada seseorang yang bagus ibadah atau bermanfaat ilmunya. Tetapi karena kamera itu memang ada di atas, dan begitulah say cheese!

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...