![]() |
Ray Inn Hotel, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara |
Semasa
kecil aku sering dinasehati ‘jangan terlalu sering melihat ke atas, nanti kamu
kelilipan’. Sebuah nasehat sederhana tetapi penuh makna. Dulu, aku hanya
memaknai secara denotasi saja, hingga akhirnya aku jarang melihat langit-langit
rumah atau kelas, heheh. Jika ada yang bertanya tentang hal itu aku menjawab
“takut kelilipan”. Nasehat yang terus terngiang itu sekarang aku maknai dengan
cara berbeda. Aku pikirkan apa sebenarnya maksud yang ingin diutarakan oleh si
pemberi nasehat. Ya, walaupun belum terlalu tepat dan jeli, aku bisa menarik
benang merah dari perkataan tersebut.
Aku
memaknai nasehat itu sebagai bentuk syukur yang harus dimiliki oleh manusia.
Seringkali kita mengeluhkan masalah yang dihadapi, penderitaan yang tak kunjung
selesai atau takdir Allah yang kurang bersahabat. Kesedihan dan kekhawatiran
berlebihan ini akhirnya menjelma menjadi sebuah penghakiman terhadap diri
sendiri yang terlahir ‘sial’ atau mengatakan bahwa Allah tidak adil terhadap
diri ini. Kenapa diri ini merasa sial, serba kekurangan? Itu karena kita
terlalu sibuk membandingkan diri ini dengan mereka yang serba berlebihan. Kita
selalu melihat orang lain yang mendapatkan apa yang kita impikan, nah kita?
Sibuk dengan khayalan ‘andaikan aku yang memilikinya’ ahh.
Bagaimana
jika ubah pembandingnya? Jika selama ini terlalu sibuk membandingkan dengan
mereka yang berlebihan, maka cobalah sesekali bandingkan dengan mereka yang
berada di bawah kita. Mereka yang hidupnya jauh lebih menderita, lebih kekurangan,
lebih nestapa dari hidup yang kita alami. Jika tak bisa kau temui di dunia
nyata, maka bukalah lembaran mushaf. Percayalah, kau akan menemukan sebuah
kisah nestapa dari seorang pria tampan yang disayangi oleh ayahnya, didengki
oleh saudaranya, dilempar ke sumur, dipungut oleh penjual, dijual murah sebagai
budak, dijadikan pelampiasan nafsu majikan, difitnah, dipenjara, dilupakan oleh
teman yang dulunya berjanji akan membebaskan hingga menjadi bendahara negaranya
yang mengurusi permasalahan negara yang tak kunjung selesai. Semoga kalian tahu
kisah siapa yang sedang aku ceritakan.
Dengan
‘melihat ke bawah’ setidaknya akan ada rasa syukur dalam hati bahwa ternyata
hidup kita masih jauh lebih baik daripada orang lain. Allah masih memberikan
anugerah kepada kita daripada orang itu. Kita masih bisa makan dengan enak,
sementara mereka harus berkelana untuk seteguk air. Masih suka mengeluh lagi
dengan penderitaan itu? Cobalah sesekali ‘lihat ke bawah’, kau akan benar-benar
bersyukur dengan penderitaan yang dimiliki. Karena ternyata mereka jauh lebih
menderita daripada kita. Setidaknya ini adalah makna yang aku dapatkan dari
pesan ‘jangan terlalui sering melihat ke atas’.
Tetapi,
apakah sebetulnya kita tidak diperbolehkan untuk melihat ke atas? Apakah
sebaiknya kita hanya melihat ke bawah sebagai bentuk ungkapan syukur kepada
Allah? Pikiran seperti ini juga salah. Tidak selamanya melihat ke atas itu
salah. Begitu juga, merupakan salah besar ketika kau terus melihat ke bawah.
Lalu, ‘lihat ke atas’ seperti apa yang baik? Yang tidak menimbulkan rasa iri
dan dengki berlebihan? Yang tidak membuat kita akan mengutuki diri sendiri?
Lihatlah
mereka yang ibadahnya lebih darimu. Lihatlah mereka yang bisa memaksimalkan
kemampuannya dalam belajar sehingga memanfaatkan ilmu itu untuk kepentingan
orang lain. Lihatlah mereka yang tetap berbagi dalam kondisi lapang terlebih
lagi dalam kondisi yang sempit. Lihatlah mereka yang menangis syahdu ketika
mendengar ayat-ayat Robbnya dibacakan. Lihatlah mereka yang sukses dunianya,
tetapi tetap zuhud dan tawadhu’. Masha Allah. Itulah mereka yang berada di atas
kita, sehingga untuk melihat mereka kita harus melihat ke atas.
Dalam
hal ini ‘melihat ke atas’ sangat dianjurkan. Iri terhadap mereka sangat
diperbolehkan. Mempelajari kebiasaan, hal positif yang mereka bahkan bernilai
pahala di sisi Allah. Maka, pelajarilah mereka! Belajarlah untuk menjadi
seperti mereka. Jadikan ‘pandangan ke atas’ ini sebagai cambuk motivasi agar
kita terus bermetamorfosa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Jangan hanya
berkhayal menjadi mereka! Tidak cukup bermimpi dan bercita-cita akan seperti
mereka suatu hari nanti. Tetapi buktikan bahwa kau bisa menjadi seperti mereka,
kau bisa menyamakan mereka dalam kualitas ibadah dan kebaikannya.
Selamat
melihat ke atas !
Tapi
jangan salah lihat ya, nanti kamu bisa kelilipan.
Medan,
25 Maret 2018, 16 : 28 WIB
Kami
melihat ke atas bukan karena ada seseorang yang bagus ibadah atau bermanfaat ilmunya. Tetapi karena kamera
itu memang ada di atas, dan begitulah say
cheese!
No comments:
Post a Comment