Sunday, 25 March 2018

Tidak Berprikejombloan

Jogjakarta Plaza Hotel, Kabupaten Sleman, DIY Yogyakarta


Pernah gak sih lagi enak-enaknya menikmati makanan di sebuah cafe sambil ngobrol candaan receh, lalu tiba-tiba semuanya menjadi menyebalkan ketika salah satu teman bertanya “jadi, elu kapan nikah?”. Ahh, aku rasanya ingin meneguk langsung minuman, melahap semua makanan dan bergegas meninggalkan tempat itu.

Atau pernah gak lagi chat di grup kita ngebahas agenda jalan-jalan ke Jogjakarta, lagi semangat banget nyusun jadwal, tanggal, destinasi, maskapai yang digunakan, ee tiba-tiba ada yang nyeletuk tanpa rasa bersalah “NIKAH WOY, JANGAN JALAN-JALAN AJA”. Aah, aku ingin segera left grup aja deh.

Terkadang aku merasa pertanyaan “kapan nikah” itu terlalu menyeramkan untuk dipertanyakan kepada lawan bicara. Well, jika kalian kenal baik dengan lawan bicara, bisa saja pertanyaan semacam ini takkan diambil pusing. Nah, jika gak terlalu dekat, terus tiba-tiba ‘nyosor’ dengan pertanyaan ini, eeh situ gak lagi bercanda kan ya? hehehe.

Coba deh kalian perhatikan, pernyataan ‘kapan nikah’ sekarang menjadi lebih insidentil kan ya? ya, ketimbang dulu siih. Dulu aku masih merasakan bahwa pertanyaan ini masih bersifat kondisional, tetapi sekarang aku rasa ia sudah berubah menjadi pertanyaan yang insidentil. Eh, maksudnya apa nih? Baik, aku coba jelaskan ya. Dulu, pertanyaan ‘kapan nikah’ hanya muncul di kegiatan atau momen tertentu saja. Sebut saja pernikahan atau lebaran. Ya, menurutku sangat wajar jika pertanyaan ini muncul di dua kondisi tersebut. Nah, pertanyaan ‘kapan nikah’ jenis ini tergolong kondisional. Karena ia hanya muncul pada kondisi tertentu saja. Bahkan kita bisa memperkirakan kapan pertanyaan ini muncul dan yang paling penting adalah mempersiapkan jawaban terbaik agar si penanya tak lagi memberikan pertanyaan lanjutan, eeh.

Entah karena perkembangan teknologi, atau harga BBM yang naik diam-diam atau karena Jokowi yang tiba-tiba menjadi presiden, hehehe, pertanyaan ‘kapan nikah’ bermetamorfosa menjadi pertanyaan yang sifatnya insidentil. Ia bisa ditanyakan kapan saja, dimana saja, dalam waktu yang bagaimana dan diucapkan oleh siapa saja. Aaih, bukankah ini paling menakutkan. Ia takkan bisa lagi ditebak, sehingga kita (eh aku maksudnya) kadang tak memiliki waktu untuk mempersiapkan jawaban terbaik atas pertanyaan receh seperti itu, hehe.

Lihat saja, dosen sedang menjelaskan metodologi penelitian untuk penulisan tesis, tiba-tiba si Bapak nyeletuk kejam banget; “Makanya Nikah Kelen”. Ehh, ini kuliah metodologi atau seminar pra nikah ya? *pikirku*. Ketika naik angkutan umum, tiba-tiba ibu di sebelah memulai pembicaraan dengan menanyakan nama, berdecak kagum ketika kita menceritakan profesi, akhirnya dia mulai memuji kita sampai akhirnya ia mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak berperikejombloan itu, “Udah dosen, muda, cantik (eh kok), sayang dek belum nikah. Makanya nikah dong”. Eh ini ibu-ibu siapa ya?

Dan begitulah kenyataannya. Berhati-hatilah karena kalian para jombloers akan menemukan pertanyaan ‘kapan nikah’ dimana saja, kapan saja dan diucapkan oleh siapa saja. Bisa jadi keluar toilet umum tiba-tiba dicegat sama satpam “mba kapan nikah?” aiih. Atau tengah malam tiba-tiba ingin ke kamar mandi, ee si emak dan ayah masih on aja matanya depan tivi, terus nyeletuk keras, “makanya nikah, biar ke kamar mandi ada yang nemenin” eeh. Atau ketika lebaran anak-anak ingusan yang minta angpau dengan polos, lugu, tak berdosa mengatakan “cepat nikah ya nte, biar gak galau lagi” aah, ku rasa dunia semakin kejam saja.

Pengen banget deh aku tanyakan kepada mereka yang suka nanya, apa sih maanfaat dari pertanyaan kalian? Kenapa begitu ingin tahu dengan hal se privasi itu? Kan kalau aku nikah, toh juga ngundang kalian. Tetapi kok pada heboh gitu nanyain kapan lagi? Kok masih lama? Apalagi yang ditunggu? Memangnya semakin sering pertanyaan itu kalian berikan, maka semakin dekat jodoh itu dengan aku? Gak kan. Terus kenapa masih menghakimi kami para jombloers dengan pertanyaan seperti itu? Kalian sungguh tidak berperikejombloan.

Kalau masih ngeyel untuk terus menanyakan kenapa sih seseorang belum menikah, biar aku coba jawab. Kenapa seseorang belum menikah? Ya karena dia belum menikah. Gampang kan? Sudahlah, gak usah sibuk dengan pertanyaan itu lagi. Kalian nggak perlu bertanya kapan seseoran menikah, mana jodohnya, kok masih single. Hey, kurasa pertanyaan itu tidak banyak manfaatnya. Kalian hanya sedang buang-buang energi dengan pertanyaan itu. Kecuali jika kalian mau nyariin jodohnya, mau nyiapin gedungnya, mau bayarin cateringnya, mau sponsorin honneymoon nya, hhm boleh lah bertanya.



Medan, 23 Maret 2018, 21:46 WIB
Hayo, yang pada suka nanyain aku ‘kapan nikah’. Siapkan saja jodohnya, gedungnya, cateringnya plus paket honneymoon ke Maldives yak. Jika nggak, aah kalian sungguh tidak berperikejombloan

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...