![]() |
Jogjakarta Plaza Hotel, Kabupaten Sleman, DIY Yogyakarta |
Pernah
gak sih lagi enak-enaknya menikmati makanan di sebuah cafe sambil ngobrol candaan
receh, lalu tiba-tiba semuanya menjadi menyebalkan ketika salah satu teman
bertanya “jadi, elu kapan nikah?”. Ahh, aku rasanya ingin meneguk langsung
minuman, melahap semua makanan dan bergegas meninggalkan tempat itu.
Atau
pernah gak lagi chat di grup kita ngebahas agenda jalan-jalan ke Jogjakarta,
lagi semangat banget nyusun jadwal, tanggal, destinasi, maskapai yang
digunakan, ee tiba-tiba ada yang nyeletuk tanpa rasa bersalah “NIKAH WOY,
JANGAN JALAN-JALAN AJA”. Aah, aku ingin segera left grup aja deh.
Terkadang
aku merasa pertanyaan “kapan nikah” itu terlalu menyeramkan untuk dipertanyakan
kepada lawan bicara. Well, jika
kalian kenal baik dengan lawan bicara, bisa saja pertanyaan semacam ini takkan
diambil pusing. Nah, jika gak terlalu dekat, terus tiba-tiba ‘nyosor’ dengan
pertanyaan ini, eeh situ gak lagi bercanda kan ya? hehehe.
Coba
deh kalian perhatikan, pernyataan ‘kapan nikah’ sekarang menjadi lebih
insidentil kan ya? ya, ketimbang dulu siih. Dulu aku masih merasakan bahwa
pertanyaan ini masih bersifat kondisional, tetapi sekarang aku rasa ia sudah
berubah menjadi pertanyaan yang insidentil. Eh, maksudnya apa nih? Baik, aku
coba jelaskan ya. Dulu, pertanyaan ‘kapan nikah’ hanya muncul di kegiatan atau
momen tertentu saja. Sebut saja pernikahan atau lebaran. Ya, menurutku sangat
wajar jika pertanyaan ini muncul di dua kondisi tersebut. Nah, pertanyaan
‘kapan nikah’ jenis ini tergolong kondisional. Karena ia hanya muncul pada
kondisi tertentu saja. Bahkan kita bisa memperkirakan kapan pertanyaan ini
muncul dan yang paling penting adalah mempersiapkan jawaban terbaik agar si
penanya tak lagi memberikan pertanyaan lanjutan, eeh.
Entah
karena perkembangan teknologi, atau harga BBM yang naik diam-diam atau karena
Jokowi yang tiba-tiba menjadi presiden, hehehe, pertanyaan ‘kapan nikah’
bermetamorfosa menjadi pertanyaan yang sifatnya insidentil. Ia bisa ditanyakan
kapan saja, dimana saja, dalam waktu yang bagaimana dan diucapkan oleh siapa
saja. Aaih, bukankah ini paling menakutkan. Ia takkan bisa lagi ditebak,
sehingga kita (eh aku maksudnya) kadang tak memiliki waktu untuk mempersiapkan
jawaban terbaik atas pertanyaan receh seperti itu, hehe.
Lihat
saja, dosen sedang menjelaskan metodologi penelitian untuk penulisan tesis,
tiba-tiba si Bapak nyeletuk kejam banget; “Makanya Nikah Kelen”. Ehh, ini
kuliah metodologi atau seminar pra nikah ya? *pikirku*. Ketika naik angkutan
umum, tiba-tiba ibu di sebelah memulai pembicaraan dengan menanyakan nama,
berdecak kagum ketika kita menceritakan profesi, akhirnya dia mulai memuji kita
sampai akhirnya ia mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak berperikejombloan
itu, “Udah dosen, muda, cantik (eh kok), sayang dek belum nikah. Makanya nikah
dong”. Eh ini ibu-ibu siapa ya?
Dan
begitulah kenyataannya. Berhati-hatilah karena kalian para jombloers akan
menemukan pertanyaan ‘kapan nikah’ dimana saja, kapan saja dan diucapkan oleh
siapa saja. Bisa jadi keluar toilet umum tiba-tiba dicegat sama satpam “mba
kapan nikah?” aiih. Atau tengah malam tiba-tiba ingin ke kamar mandi, ee si
emak dan ayah masih on aja matanya
depan tivi, terus nyeletuk keras, “makanya nikah, biar ke kamar mandi ada yang
nemenin” eeh. Atau ketika lebaran anak-anak ingusan yang minta angpau dengan
polos, lugu, tak berdosa mengatakan “cepat nikah ya nte, biar gak galau lagi”
aah, ku rasa dunia semakin kejam saja.
Pengen
banget deh aku tanyakan kepada mereka yang suka nanya, apa sih maanfaat dari
pertanyaan kalian? Kenapa begitu ingin tahu dengan hal se privasi itu? Kan
kalau aku nikah, toh juga ngundang kalian. Tetapi kok pada heboh gitu nanyain
kapan lagi? Kok masih lama? Apalagi yang ditunggu? Memangnya semakin sering
pertanyaan itu kalian berikan, maka semakin dekat jodoh itu dengan aku? Gak
kan. Terus kenapa masih menghakimi kami para jombloers dengan pertanyaan
seperti itu? Kalian sungguh tidak berperikejombloan.
Kalau
masih ngeyel untuk terus menanyakan kenapa sih seseorang belum menikah, biar
aku coba jawab. Kenapa seseorang belum menikah? Ya karena dia belum menikah.
Gampang kan? Sudahlah, gak usah sibuk dengan pertanyaan itu lagi. Kalian nggak
perlu bertanya kapan seseoran menikah, mana jodohnya, kok masih single. Hey,
kurasa pertanyaan itu tidak banyak manfaatnya. Kalian hanya sedang buang-buang
energi dengan pertanyaan itu. Kecuali jika kalian mau nyariin jodohnya, mau
nyiapin gedungnya, mau bayarin cateringnya, mau sponsorin honneymoon nya, hhm boleh lah bertanya.
Medan,
23 Maret 2018, 21:46 WIB
Hayo,
yang pada suka nanyain aku ‘kapan nikah’. Siapkan saja jodohnya, gedungnya,
cateringnya plus paket honneymoon ke
Maldives yak. Jika nggak, aah kalian sungguh tidak berperikejombloan
No comments:
Post a Comment