Monday 26 February 2018

Fokuskan Targetmu


Rumah Barbie, Kecamatan Guguak, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat


Siapa yang tahun ini harus wisuda?
Siapa yang tahun ini harus nerbitkan buku ? aku banget euy
Siapa yang tahun ini nikah ? aku, aku, aku (maksa banget kan ya, hehe)

Wisuda, menerbitkan buku atau menikah adalah sesuatu yang kita sebut dengan target. Ya, tentunya hanya sebagian kecil dari berbagai target yang ada di dunia ini. Setiap orang memiliki target, memiliki keinginan yang harus dipenuhi pada waktu tertentu. Apapun profesinya, tinggal di dunia belahan mana pun, berapapun usia akan selalu ada target yang harus dicapai. Bahkan sejatinya hidup ini hanya bentuk pencapaian target-target kita.

Kenapa sih harus ada target? Analoginya seperti sebuah permainan sepak bola. Bayangkan saja pemain bola yang sibuk menggiring bola tanpa tahu dimana gawangnya, nah itu kurang kerjaan banget kan ya. Nah kira-kira seperti itulah hidup tanpa target. Sesuatu yang tidak tertarget hasilnya akan kacau dan berantakan. Kita cenderung merasa santai karena tidak mengetahui sudah sampai mana perjalanan kita, apakah semakin dekat dengan tujuan atau malahan semakin jauh. Inilah alasan mengapa dalam hidup, dalam kegiatan, target menjadi hal yang paling prioritas.

Berbisnispun juga memiliki target, bahkan sangat harus. Pencapaian seperti apa yang ingin kita dapatkan selama berbisnis? Berapa omset yang harus kita dapatkan setiap bulannya? Target-target ini akan mengarahkan langkah kita dalam menjalankan bisnis. Ia juga bisa menjadi pengingat agar kita kembali ke ‘jalan yang benar’ ketika perjalanan bisnis mulai keluar dari jalan yang seharusnya.  

Muncul nih pertanyaan lagi, bagaimana sih cara membuat target bisnis? Baiklah, aku akan coba sharing di sini. Ilmu ini aku dapatkan dari Teh Muri, mentor bisnisku yang terhebat, terkeren, ter ter deh pokoknya. Untuk membuat sebuah target bisnis, kita bisa memulai dengan terlebih dahulu menjawab semua pertanyaan berikut :
    Bertapa target income bisnis yang ingin dicapai?
       Misalnya saja 3 juta setiap bulan

    Berapa omset yang harus didapat agar target income  tercapai?
       Biasanya income didapat 20% dari omset

    Kapan target bisa dicapai?
       Misalnya saja 31 Desember 2018

    Sumber daya apa yang dibutuhkan untuk mencapai target?
       Misalnya admin, bagian marketing

    Ilmu apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai target?
       Misalnya mengatur tim, training facebook ads
    
    Siapa orang yang bisa membantu mencapai target?
       Misalnya A akan jadi mentor bisnis, tante bantu jahit, suami bantuk anterin paket (eeh 
       suami? Lupa, kan belum punya suami, aiih)

           Strategi apa yang akan digunakan?
       Misalnya perbanyak database, menjaga hubungan dengan pelanggan

          Apa komitmen dalam mencapai target?
       Misalnya tidak akan membeli baju, tidak membeli tas baru, nggak jalan-jalan dulu.

Jawaban dari pertanyaan di atas merupakan target dan strategi dari bisnis kita serta hal-hal apa yang kita butuhkan dalam mencapai target tersebut. Kamu bisa susun ulang dan sedikit modifikasi jawaban tersebut sehingga akan menjadi sebuah target yang jelas, runut dan detail. Ingat, target ini akan mengkomandoi semua aktivitas kita dalam menjalankan bisnis.

Iih, repot banget deh harus nyusun target beginian?
Nggak kok, aku udah pernah ngelakuinnya.
Coba deh dipraktekkan, insya allah gak jadi repot, malah jadi lebih menyenangkan, Yippi!!



Medan, 26 Februari 2018, 20 : 50
Dan sepertinya aku harus benar-benar kembali merapikan semua target bisnisku.


Wednesday 21 February 2018

Sebuah Makam Bersejarah




Bekerja ke luar kota merupakan hal menyenangkan bagiku. Bagaimana tidak, akhirnya aku meninggalkan hiruk pikuk kota Metropolitan ini. Sejenak melupakan macetnya jalanan ibu kota yang hampir setiap hari aku lewati. Tentunya melupakan dirimu dan segala pertanyaan mereka tentang dirimu, hehehE. Hingga akhirnya aku mendapatkan sebuah pekerjaan ke luar kota yaitu di Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.

Sudah menjadi kebiasaan, bahkan ritual wajib bagi aku dan timku untuk mencoba memaksimalkan waktu di luar kota dengan menyelipkan beberapa destinasi wisata di sela-sela kesibukan yang gak karuan. Balige sebenarnya tidak menyediakan destinasi yang mumpuni untuk sebuah perjalanan wisata. Kita bisa saja menikmati berbagai wisata, tapi membutuhkan perjalanan maksimal menuju ke sana. Tentunya kami tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan perjalanan semacam itu.

Akhirnya perjalanan ke Balige ini dilengkapi oleh kegiatan wisata sejarah, eeh jarang-jarang banget nih. Secara aku adalah seorang penikmat alam, tapi untuk kali ini lupakan dulu perihal alam-alam itu. Destinasi wisata kami adalah sebuah makam pahlawan nasional yaitu Makam Sisingamangaraja.

Makam Sisingamangaraja terletak tidak jauh dari hotel aku menginap, itu hanya sekitar 25-30 menit. Sore yang dibumbui sedikit gerimis itu mengantarkan aku untuk berziarah, eeh gak juga sih, sebenarnya hanya ingin foto-foto doang, heheh. Suasana sore yang melankolis banget untuk berkunjung ke sebuah makam pahlawan nasional.

Sepi, itulah kesan pertama ketika aku memasuki kawasan makam terebut. Entah karena itu gerimis, atau karena aku yang berkunjungnya sudah kesorean atau memang makam itu sudah merupakan hal biasa, aku juga kurang tahu dan tidak begitu tertarik untuk menebak teka-teki semacam ini, hehe. Aku memasuki kawasan makam, dan maaf, sedikit tidak begitu terurus menurutku. Beberapa ilalang tumbuh di depan makam, dedaunan kering yang menutupi jalanan menuju ke makam, bahkan beberapa sampah plastik membuat mataku ‘gatal’. Begitukah kondisi kebersihan semua destinasi wisata di Indonesia? Aah, miris

Langkahku akhirnya memasuki kawasan makam. Ekspektasinya aku akan menemukan sebuah kuburan atau nisan bertuliskan nama sang pahlawan. But, aku menemukan bentuk makam yang lebih mirip seperti dinding sebuah bangunan. Kami semua menatap heran, jadi makamnya yang mana ya? Jasad Sisingamangaraja nya di letak di sebelah mana? Aku bahkan mengitari dinding itu, but  aku tidak menemukan apapun. Hanya sebuah dinding yang dikeramik bertuliskan Makam Sisingamangaraja. Akhirnya kami mencoba mencari petugas makam untuk menjawab semua rasa ingin tahu kami, tetapi nihil.


Semua akhirnya terjawab oleh kepintaran mas Google, hehe. Bukankah bentuk makam di daerah Balige memang hampir menyerupai dinding? Dan di dalam itulah jasad Sisingamangaraja disemayamkan. Alhamdulillah, rasa penasaran kami terjawab. Oh ya, kondisi makam sangat bersih dan terurus, aku suka. Lihat saja, kami bahkan harus melepaskan alas kaki ketika memasuki kawasan makam ini, menghormati arwah yang berada di makam, setidaknya ini yang aku baca di google.

Beberapa bunga pun menghiasi makam ini dan masih segar. Itu artinya bunga itu selalu diganti dengan bunga yang baru, atau memang ada beberapa orang yang berziarah dan memberikan bunga, nah kami? Ah kami mendoakan beliau kok. Semoga semua kebaikan beliau mendapat balasan dari sisi Tuhan. Di depan makam Sisingmangaraja ini terdapat sebuah kolam. Nah, ini yang beneran aku gak tahu kenapa harus ada kolam di depan sebuah makam. Sebuah kolam yang tidak ada airnya. Walaupun bertanya-tanya tetap aja eksis mengbadikan foto duduk di pinggiran kolam tersebut, eh dasar!


Perjalanan kami di makam ini harus terhenti karena memang tidak ada lagi yang harus dinikmati. Jujur, lama-lama malah kesannya kok mistis banget ya, udah sore, hujan gerimis lagi, hehe. Akhirnya kami bergerak meninggalkan makam ini menuju ke sebuah tempat yang tidak jauh dari makam. Hey itu sebuah museum. Kalian penasaran? Terus kepoin blog aku ya!



Medan, 22 Februari 2018, 13:46
Bahkan rela menunda makan siang demi menyelesaikan tulisan ini, ahh.

Sampai di Puncak


Wisuda Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, Oktober 2015


Foto wisuda adalah salah satu foto favorit yang suka aku amati lamat-lamat. Senyuman yang tergambar di sebuah foto wisuda itu benar-benar merekah, manis, dan penuh kemenangan. Seolah ingin menunjukkan sebuah kebebasan dan pencapaian terhadap sesuatu hal yang besar. Apakah ini hanya perasaanku yang berlebihan atau memang beginilah kondisi foto-foto wisuda? Hehe.

Kata ‘wisuda’ menjadi sebuah kata sakral bagi para mahasiswa. Bagaimana tidak, inilah puncak dari perjuangan yang telah dilakukan selama hampir empat tahun bagi mahasiswa s1, dua tahun bagi mahasiswa s2 atau tiga tahun bagi mahasiswa s3. Betapa moment  wisuda merupakan impian semua mahasiswa. Mendengarkan kata ‘wisuda’ atau melihat betapa meriahnya pesta wisuda para senior kampus membuat hati ini merinding dan berkata “aku kapaaan?”, apalagi melewati moment  wisuda itu sendiri. Mendengar nama dan gelar serta IPK tersebut dengan lantangnya melalui pengeras suara, membuat hati ini bergidik, “eh itu aku ya” hehe. Bahagia-nya itu rasanya klimaks banget, bahagia-nya itu muncak banget euy.

“Hey kawan, kita telah sampai di puncak” setidaknya itu kata yang selalu didengungkan oleh para wisudawan. Saatnya melepas lelah atas pendakian panjang nan melelahkan. Saatnya melupakan sejenak betapa luka hinggap selama perjalanan. Saatnya melihat kemenangan yang sedang didapatkan, melihat betapa indahnya hasil perjuangan selama ini, untuk kemudian menyadari bahwa tak ada yang sia-sia dengan perjalanan panjang itu.

Perayaan wisuda memang membuat kita melupakan rasa sakit untuk memperolehnya. Terlupa semua jerih payah masuk ke kampus nomor satu di kota itu. Terlupa rasanya bergadang karena harus mengerjakan tugas. Terlupa bagaimana rasanya kejar-kejaran dengan dosen pembimbing (eh, aku pernah nih kucing-kucingan sama doping, hehe). Terlupa rasa kecewa saat tugas akhir dipenuhi coretan oleh dosen pembimbing. Bahkan terlupa rasanya ‘dihajar’ habis-habisan ketika sidang tugas akhir. Entah kenapa mendadak lupa dengan peristiwaa naas di masa lalu, hanya karena sebuah toga yang terpakaikan elok menutupi raga. Tak hanya wisudawan yang getar-getir ketika wisuda, bahkan mereka yang menyaksikan pun ikut merasakan euforia sebuah perayaan wisuda. “ah, enak sekali mereka sudah wisuda, aku kapan?”, selintas pikiran dari junior kampus yang baru memulai perjalanan panjangnya.

Kebanyakan orang melihat wisuda sebagai bentuk kesuksesan, bahkan puncak dari sebuah perjalanan panjang. Memunculkan bayangan yang menyatakan bahwa ternyata kuliah itu seindah wisuda lho? Pakai baju cantik, foto-foto, ketawa-ketawa. Eh, elu kuliah dimana tuh? Butuh usaha keras untuk bisa sampai ke perayaan wisuda, perlu tangisan agar bisa memakai toga dengan bangganya. Bahkan mengorbankan tenaga, waktu, pikiran agar senyum di hari wisuda benar-benar maksimal. Sayangnya tidak banyak orang yang menyadari hal ini karena mereka telah dibiaskan oleh bayang-bayang sebuah wisuda yang menyenangkan.

Bukankah hal itu sering kita lakukan? Sadar atau tidak sadar kita sering melihat kondisi hidup seseorang berdasarkan ‘perayaan wisuda’ nya saja. Sebut saja seorang pebisnis yang sukses, Ippho Santosa. Melihat kondisi Ippho yang sudah maral melintang di dunia bisnis memunculkan anggapan bahwa bisnis itu menyenangkan, banyak uang, kaya dan terkenal. Anehnya ketika Allah berikan sedikit cobaan, langsung down, menyerah, bahkan putus asa.  Perhatikan Bill Gates, seorang ahli perangkat lunak yang sukses. Kemudian kita mengikuti jejak beliau untuk mendalami ilmu komputer, sayangnya gagal. Kemudian akhirnya menyerah dan banting setir, eeh.

See, seringkali kita hanya melihat proses ‘wisuda’ nya saja dan melewatkan tahapan yang dilalui oleh Ippho Santosa dan Bill Gates agar mereka bisa sampai di titik sekarang ini. Who knows kan jika ternyata Iphho Santosa dan Bill Gates juga bersusah payah mencapai titik ini, mereka benar-benar mengerahkan waktu, tenaga dan pikiran, mereka melawan sekitar yang mungkin mencemooh kondisi mereka, mereka bahkan harus kehilangan orang-orang yang disayang, bahkan mereka harus mengubur masa muda yang katanya indah untuk memperjuangkan masa depan yang lebih cerah. Kita sering mengabaikan kisah-kisah yang sebenarnya menjadi penyebab utama kenapa orang-orang hebat berhasil mencapai puncak mereka masing-masing. Kita sering tidak memperdulikan betapa hebatnya perjuangan yang mereka lakukan. Kita men-skip  berbagai peristiwa penting hanya untuk menikmati sebuah ‘perayaan wisuda’ yang sejatinya hanyalah sebuah fatamorgana.

Iri melihat orang lain sukses? Boleh. Iri melihat orang lain hebat? Silakan. Jangan pelajari betapa hebatnya ia, jangan pelajari betapa suksesnya mereka. Pelajari langkah dan perjalanan yang mengantaarkan mereka sampai ke puncaknya. Berhentilah membayangkan dan memikirkan ‘nanti kalau aku bisa se-sukses dia, aku mau beli mobil seperti dia ah’, sejatinya pikiran seperti ini takkan membantu banyak, malah sering menjerumuskan dalam imajinasi belaka. Mulailah berpikir ‘kenapa dia bisa sukses? Kalau dia berlatih lima jam setiap harinya, maka aku harus berlatih enam jam setiap hari”, aku rasa pikiran seperti ini sangat membantu.
Lagipula, membayang-bayangkan kesuksesan dan kehebatan orang lain hanya akan mengikis kepekaan hati. Ia hanya akan menimbulkan kedengkian mendalam, khawatir yang teramat berlebihan, bahkan panjang angan-angan. Please, berhentilah melakukannya (talk to my self). Mulailah berpikir cerdas dengan cara mempelajari bagaimana orang hebat itu berjuang, apa yang sebenarnya mereka lakukan, apa yang mereka makan, apa kebiasaan positif mereka, dengan siapa mereka bergaul, bahkan apa film, makanan ataupun lagu kesukaan mereka, hehe.
Mencapai puncak itu memang penting, tetapi ada hal yang lebih penting untuk sekadar menjejakkan kaki di puncak, yaitu menikmati perjalanan untuk mencapai puncak.


Medan, 21 Februari 2018, 09:53
Pagi ini tiba-tiba dikejutkan oleh whatsapp seseorang yang ngajakin S3. Aah, apa seharusnya aku harus melanjutkan studiku? Tiba-tiba aku rindu di ‘wisuda’ lagi, eeh.

Monday 19 February 2018

Bukan Siapa, Kapan, Tapi Bagaimana




Romance Beach, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

Setelah sekian lama tidak membahas tentang cinta akhirnya hari ini aku beranikan untuk kembali menuliskan uneg-uneg tentang cinta. Eh, kok memberanikan? Berarti selama ini gak berani? Yah, begitulah. Beberapa bulan terakhir, jiwa ini lebih sensitif membahas tentang cinta. Daripada baper tingkat dewa, nangis gak karuan atau khawatir berlebihan, lebih baik tidak membahasnya bukan? Hehehe.

Setelah sekian lama aku tinggalkan laman yang membahas perihal ‘cinta dan jodoh’ aku ternyata belum juga mengalami perubahan status. Oh my God. Jadi harap maklumi jika beberapa tulisanku tetap akan bercerita tentang masa penantian, pedihnya di php-in atau hancur lebur ketika ditolak, aihh. Dan tulisan ini pun sama, aku khususkan untuk para wanita terhormat, para makhluk luar biasa, ialah mereka yang memilih single menunggu kedatangan sang pengeran bermobil honda jazz.

Seringkali seseorang yang sedang dalam masa penantian *terlebih lagi aku* sering bertanya-tanya;
            “Siapa orangnya?”
            “Jangan-jangan yang kemarin nolongin aku pas di Kajian itu ya”
            “Dia pakai kacamata gak ya?”
            “Semoga dia juga suka naik gunung seperti aku”
Dan masih banyak pertanyaan maupun pernyataan yang terucapkan. Tidak kalah ekstrimnya, bayangan seseorang yang diimpikan seolah hadir dan nyata, seketika itu hati memprovokasi, sepertinya memang dia jodohku. Aihh. Bahkan kita sering menghabiskan waktu dan energi hanya untuk memikirkan seperti apa rupa jodoh kita, profesinya apa, lucu atau kagak. Hmm, penting gak sih ngebahas itu?

Selain siapa orangnya, para singlelillah  juga akan dihantui oleh pertanyaan ‘kapan’.
            “kapan datangnya?”
            “semoga tahun ini”
            “semoga di kajian ust Salim ketemu jodoh”
Hey, kenapa pernyataan yang ketiga itu ‘nyess’ banget ya? Seringkali kita disibukkan oleh pikiran tentang kapan harinya, atau entar ketemu di mana. Parahnya, banyak diantara kita yang telah merancang skenario pertemuan diri dengan jodohnya, eeh, elu siapa?

Kegersangan hati memang terkadang membuat seseorang berpikiran ‘aneh’ (eeh). Bahkan beberapa orang lebih memilih untuk lapar perut ketimbang lapar hati. Alhasil seringkali para singlelillah bertindak atau berpikiran aneh. Salah? Semoga nggak! Tergantung bagaimana cara menyikapinya, bagaimana cara mereka me-manejemen hal-hal ‘aneh’ itu agar tidak semakin aneh.

Menikah itu adalah sunatullah, artinya hukum Allah, artinya lagi itu PASTI TERJADI. Jadi intinya setiap orang akan menikah, aku ulangi SETIAP MANUSIA. Jadi jangan khawatir berlebihan karena kita pasti akan menikah kok, pertanyaannya ada yang diberikan nikmat menikah itu di dunia, ada yang Allah tunda nikmat menikah itu di akhirat. Yang jelas, semua manusia tetap akan menikah. Perihal jodohnya siapa juga telah Allah tetapkan. Bukankah ada empat hal yang Allah tetapkan dari takdir hidup seorang manusia? Salah satunya adalah perihal jodoh.

Masalah siapa orangnya, kapan dan dimana ketemunya, tertulis rapi di catatan takdir kita. Pena sudah diangkat dan tulisan itu sudah kering. Tak seorang pun bisa mengubahnya kecuali Allah SWT. Jadi kenapa kita begitu sering mempermasalahkan siapa orangnya? mempertanyakan kapan waktunya? ngeyel tentang tempat pertemuannya? Seberapa pun tinggi khayalan kita tentang sosok jodoh tetap ‘dia’ yang tertulis di Lauh Mahfudz lah yang akan menemani sisa hidup kita. Seberapa pun kita menginginkan kedatangan-nya, jika memang belum waktunya tetap Allah tidak akan pertemukan. Seberapa-pun kita memilihkan tempat terbaik untuk pertemuan dengan si’dia’, tetap rencana Allah yang akan berlaku terhadap hidup kita.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita berdiam saja sebagai bentuk berdamai dengan takdir? TIDAK. Kau tahu? Yang terpenting itu bukan siapa orangnya, bukan kapan bertemunya tapi BAGAIMANA CARA ALLAH MEMBERIKANNYA. Kita tidak bisa mencampuri hak veto Allah tentang sosok dan waktunya, tetapi Allah memberikan hak kepada kita bagaimana cara mengambil jodoh itu dari tangan Allah, nah lo. Ini nih yang kemudian harus kita ikhtiarkan. Inilah yang kemudian membedakan antara kisah cinta yang penuh berkah dengan cinta yang tanpa berkah.

Ada orang yang diberikan dengan cara baik-baik
            “Ini, silakan kamu ambil hamba-Ku, dia shalihah kok”
Ada orang yang diberikan dengan cara yang frontal banget,
            “Ambil sana!!”
Nah, kita mau yang mana? Tentunya kita sangat ingin sekali agar Allah memberikan jodoh dengan penuh kelembutan, ditunjukkan dengan kasih sayang, dan dipersatukan dengan rasa cinta. Dan agak gak kebayang aja Allah ngasih jodohnya sambil memalingkan wajah-Nya dan berlepas tangan terhadap pernikahan kita, eehh kok serem ya. ternyata, ketika Allah sudah berlepas tangan seketika itu berkah-Nya akan terputus, nauudzubillah.

Bagaimana cara Allah memberikan jodoh kita akan sangat bergantung dari kualitas ibadah kita kepada-Nya, kualitas penantian kita, atau ridhonya hati terhadap jodoh yang Allah tangguhkan dalam waktu yang lama. Jadi, kalau ingin Allah berikan jodoh dengan cara baik-baik maka perbaiki kualitas ibadah kita, perbaiki kualitas penantian kita dan ridholah di setiap takdir Allah yang berlaku dalam hidup.

Mengapa cara Allah memberikan jodoh itu begitu penting? Bukankah banyak orang yang ketemu jodoh lewat jalan haram bahagia aja tuh. Eh, yang bilang mereka bahagia siapa? Itukan penilaian kita sebagai pengamat saja. Kau yakin mereka benar-benar bahagia? Cara Allah memberikan jodoh sangat berkaitan dengan berkah yang Allah berikan kepada pasangan tersebut. Mungkin pasangan yang Allah berkahi ini tidak beruntung secara finansial tetapi Allah berikan keberkahan lewat rezeki yang lain entah itu berupa tetangga yang baik hati, atau dikaruniai anak yang shalih dan shalihah.

Well, berhentilah memikirkan siapa orangnya atau kapan waktunya. Percayalah, kau hanya akan menghabiskan waktu dan energimu. Ubahlah mindset-mu. Lebih baik kau pikirkan bagaimana cara Allah memberikan pasangan itu kepadamu. Lebih baik perbaiki kualitas ibadahmu. Bersiaplah, Allah akan memberikan pasangan untukmu dengan skenario terbaik yang Ia punya, dengan cara yang bahkan tak pernah terpikirkan dalam benakmu, bahkan dengan seseorang yang tak pernah kau sangka-sangka. Amin.


Medan, 16 Februari 2018, 09.00
Agak kikuk aja nulis perihal cinta dan jodoh. Ada apa ya?
Oh ya, foto ini hanya pencitraan belaka. Heheh



KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...