cinta & jodoh

DARIPADA ZINA

 


 

Jika aku bertanya “Apa tujuan kalian menikah?”. Kalian akan menjawab apa? Ya, terlepas lah apakah kalian belum atau sudah menikah. Kira-kira mengapa sih kalian menikah?

Beberapa orang menikah dengan alasan yang (sedikit) absurd menurutku. Setidaknya begini redaksi jawaban mereka ketika kutanya mengapa mereka memilih untuk menikah;

Daripada aku berzina, mending nikah aja. Jauh lebih halal kan? Gak dosa

Well, sebenarnya tidak ada yang salah dengan alasan itu. Karena salah satu hikmah dari pernikahan adalah menghindarkan anak manusia dari perbuatan zina. Tetapi gimana ya? Agak sulit rasanya membenarkan anjuran menikah hanya dengan alasan daripada zina. Entahlah, aku merasa alasan ini terkesan seperti pemb-biar-an dan lepas tangan.

Jika banyak orang yang menjadikan hal ini sebagai alasan mereka untuk menikah, sungguh sangat memilukan. Aku merasa kok lucu gitu ya, motivasi mereka menikah adalah supaya gak zina. Menurutku, terlalu remeh banget alasan tersebut untuk membangun sebuah pernikahan. Dan bagaimana mungkin memulai sesuai dengan pondasi yang sangat rapuh seperti itu? Aku tegaskan sekali lagi bahwa menikah bukan sekadar mencari teman tidur yang halal.

Alasan “daripada” zina sungguh terkesan emosional di telingaku. Lalu coba bayangkan dua orang yang memulai sesuatu dengan emosional? Lalu bagaimana masalah setelah menikah nanti bisa diatasi oleh dua orang yang belum matang secara emosi? Apakah pernikahan  semacam ini juga akan melahirkan emosional yang baru?

Lalu, apakah tidak boleh menikah karena  memang ingin menghindari zina?

Boleh saja sih menikah untuk menghindari zina, tapi hmm, apakah memang kondisinya sudah segitu tidak tertahankan lagi? Sehingga zina menjadi tameng pernikahanmu?

Itu masih satu alasan remeh kebanyakan orang ketika ditanya mengapa ia menikah. Belum lagi alasan-alasan laiinya misalnya sangat mencintai pasangan, takut dibilang gak laku, memang sudah masanya untuk menikah atau bawaan takdir. Sungguh, alasan yang sangat emosional sekali bukan?

Bukan berarti tidak boleh menjadikan alasan emosional sebagai pondasi pernikahan. Hanya saja, alangkah lebih baik dan alangkah bijaksananya jika kita memulai proses pernikahan itu dengan alasan yang menguatkan, alasan yang baik, bukan lagi sesederhana “daripada zina”.

Buat yang belum menikah, yuk luruskan lagi niatnya, kenapa harus menikah? Bangunlah pernikahan kalian di atas pondasi yang kokoh. Ingat, bahwa pernikahan itu ibadah terlama sepanjang hidup, jadi please jangan main-main. Persiapkan dengan matang pernikahan kalian, bukan pestanya, undangan atau honeymoonnya. Melainkan konsep menikah di mata kalian dan pasangan.

Dan buat yang sudah menikah, yuk kembali perbaiki pondasi pernikahan. Belum terlambat jika memang ada niat untuk menguatkan pondasi pernikahan. Bukankah kita menginginkan pernikahan yang sakinah mawaddah warohmah? Ketiga kriteria ini hanya akan tercapai jka memang pondasi pernikahan dan rumah tangga kita kuat dan sesuai syariat.


Medan, 14 Januari 2021, 22 : 27


MEMILIH PASANGAN 


Perihal memilih pasangan adalah salah satu hal yang benar-benar dipikirkan secara matang. Bagaimana tidak, kita akan memilih seseorang tempat berbagi suka dan duka. Kita akan menentukan seseorang yang akan menemani hari-hari kita sampai tiada nantinya. Kita akan memilih seseorang yang tahu akan segala kekurangan yang kita miliki. Bukankah itu hal yang tidak mudah?

Memilih pasangan tidaklah segampang memilih baju di toko. Ahh, jika segampang itu semua orang akan menikah dengan mudahnya. Tahu kan cara memilih baju di toko? Lihat, pegang, coba-coba dulu, jika cocok langsung beli. Nah, jika ternyata gak pas atau ada cacatnya, kita masih bisa mengembalikan atau menukarnya di toko. Wah, gampang banget kan? Sayangnya memilih pasangan itu memang tak semudah memilih baju di toko.

Memilih pasangan itu harus dengan penuh keyakinan. Kamu yakin gak dengan calon pasanganmu itu? Ada sreg nya gak? Atau masih banyak keraguan? Masih banyak hal yang memberatkan?

Keyakinan itu dalam segala hal. Bukan hanya dari segi fisik semata. Kamu harus yakin dengan agama pasanganmu, dia sholat gak? Tilawah gak? Ikut ngaji gak? Dan berbagai pertimbangan lainnya. Temukan keyakinanmu dengan kualitas agama calon pasanganmu. Kamu harus yakin dengan baik buruknya? Dia suka mukul? Suka berkata kasar? Suka nongkrong? Dan berbagai hal lainnya. Termasuk juga yakin dengan pekerjaannya. Dia beneran kerja gak sih? Seperti apa pekerjaannya? Dimana kantornya? Pokoknya kamu harus benar-benar yakin dengan semua apapun tentang seseorang yang akan dijadikan pasangan.

Lalu keyakinan itu bersumber darimana? Ia bersumber dari istikharah dan doa-doa yang dimunajatkan kepada Nya. Selain itu tentu saja kamu butuh ikhtiar duniawi, misalnya mencari tahu tentang calon pasanganmu. Zaman sekarang ada banyak lini yang bisa kamu gunakan untuk “kepo” dengan orang lain. Media sosial, relasi, teman sungguh berperan penting dalam hal ini. Setelah itu pasrahkan hati kepada Nya. Jika memang hati diniatkan menikah karena Allah, maka Allah sendiri yang akan memberikan rasa yakin itu. Percaya deh, kamu akan merasa “kok dia pas banget ya buat aku”. Nah, itu tandanya Allah sudah ridho. Oh ya, jangan lupa untuk mengantongi ridho orang tua. Percaya deh, ridho orang tua beneran ampuh banget untuk membuat hati semakin yakin dengan calon pasangan.

Bagaimanapun kondisimu nanti, jangan pernah memilih pasangan karena iba atau kasian. Hingga dengan alasan iba ini kamu menurunkan standar kualitas agamanya. “Gak apa-apalah sholatnya berantakan, yang penting masih sholat. Ntar kalau nikah sama aku, pelan-pelan  aku ajak untuk rajin sholat”. Jangan. Ini tuh ibaratkan kita sedang menolong seseorang yang jatuh ke jurang. Pilihannya hanya ada dua, dia yang selamat atau kita yang ikut masuk ke jurang bersamanya. Nah, kamu sudah siang menghadapi hal ini?

Begitupun dengan alasan yang ingin “mewarnai” pasangan dengan warna kebaikan. “Gak apa-apa deh aku menikahi perempuan yang seksi, nanti setelah menikah aku bakal ajak dia untuk berhijab”. Gini deh, jika seseorang yang kamu pilih itu warnanya hitam, apakah kamu siap mewarnainya hingga menjadi terang? Lalu bagaimana jika nantinya kamu yang terwarnai menjadi hitam? Bukankah lebih baik jika keduanya berasal dari warna yang terang, itu akan lebih mencerahkan.

Itulah mengapa memilih pasangan itu harus dilakukan secara selektif. Kita sedang mempercayakan syurga kepada dia yang kita pilih. Kita akan melakukan kebaikan secara bersama. Jika ternyata kita memilih orang yang kurang tepat, masih adakah jaminan syurga? Masih adakah kebaikan bersama yang kita lakukan?

Ini pesan buat seseorang yang tengah memilih pasangan hidupnya. Jika ada netizen yang men-cap dirimu terlalu pemilih, aah sudah, abaikan saja mereka. Biarkan saja mereka sibuk dengan pikiran dan halusinasi mereka. Aku doakan semoga kamu semua tidak benar-benar salah menetapkan pilihan, begitupun dengan diriku juga.

 

Medan, 11 Agustus 2020, 22 : 39






KARENA KITA TELAH SEPAKAT BUKAN



Karena kita telah sepakat bukan?

Kita telah sepakat untuk tidak bertanya kabar satu sama lain. Kita telah sepakat untuk menjadi yang terbaik bagi yang lain. Kita juga telah sepakat untuk bermetamorfosa menjadi sebaik-baik hamba Robb kita. Lalu kenapa kita masih gelisah? Cukup tunaikan saja kesepakatan itu.

Dan kita telah sepakat untuk saling menunggu bukan?

Menunggu dengan mantap bahwa semuanya akan datang sesuai janji Nya. Menuggu jadwal dimana Sang Pemilik Kehidupan akan mempertemukan kita. Dan kita juga sudah sepakat untuk tidak datang terlambat kan? Ya, kita sudah berjanji untuk tidak datang terlambat. Masihkah wajar jika kita masih gelisah?

Ternyata kesepakatan bukan hanya ucapan belaka.
Ia memerlukan segunung kesabaran, perlu sedalam-dalamnya kepasrahan.
Kita perlu mempersiapkan apa yang perlu dipersiapkan
Kita perlu memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki

Maka, teruslah menjadi baik, teruslah mempersiapkan diri.
Akan tiba masanya saat segunung kesabaran itu Allah ganti dengan sesuatu yang teramat indah, yang bahkan tak pernah terpikirkan. Misalnya saja hari itu, ya hari itu.
Hari dimana kita akan dipertemukan.

Tulisan ini aku persembahkan untuk para singlelillah yang terus berjuang menggenapkan agamanya. Bersabarlah, ia takkan datang terlambat. Jodoh akan datang sesuai dengan waktu yang telah Allah tetapkan. Dan waktu itu sangat tepat sekali, tidak lebih cepat dan juga tidak lebih lama.

Teruskan saja menunggu kedatangan  jodohmu. Teruskan saja memperbaiki dirimu. Agar ketika jodoh itu datang, dirimu sudah benar-benar siap dan mampu mengemban amanah rumah tangga. Percayalah, berumah tangga itu bukan sekadar menikah, pesta lalu pergi bulan madu. Ada banyak rintangan setelah episode merah jambu itu. Nah, jika semasa single tidak belajar tentang pernikahan, malah diisi dengan kegiatan unfaedah, maka bersiaplah gamangnya diri menghadapi dunia pernikahan.

Sekali lagi wahai singlelillah.
Jangan cemas, jangan takut jangan khawatir. Tidak ada orang yang terlambat menikah. Semua orang menikah pada waktu yang tepat. Ingat itu.

Nah, sambil menunggu kedatangan pangeran berkuda putih atau putrid bermahkota perak, yuk baca buku lagi, nonton kajian pernikahan lagi, diskusi pernikahan lagi. Intinya mah belajar terus.




Medan, 10 Juli 2020, 09 : 55


***


PENGUMBAR HARAPAN


Sumber : www.bettysullivanlapierre.com

“Mawar ini hanya menyimbolkan rasa maafku padamu, bukan rasa cintaku padamu. Karena rasa cintaku padamu takkan pernah layu”

Ini adalah sebuah scene salah satu sinetron Indonesia. Adegannya seorang lelaki sedang menebus kesalahannya kepada perempuan sambil berlutut memegang setangkai mawar merah. Sepertinya ada kesalahan fatal yang dilakukan oleh lelaki sehingga perlu usaha ekstra meminta maaf kepada perempuan yang dicintainya. Wajah sang lelaki benar-benar tulus, penuh penyesalan kala mengucapkan hal itu. Seolah ia benar-benar merasa bersalah dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan itu. Oh, so sweet  banget kan ya? begitulah, sang perempuan akan merasakan energi ketulusan yang disampaikan oleh lelaki, hingga ia luluh, perasaannya mendominasi pikirannya. Lalu apa? akhirnya permintaan maaf itu diterima.

Dua episode berikutnya sang lelaki kembali mengulangi kesalahan yang sama. Kalian bisa menebak kelanjutkan kisah ini? Ya, sang lelaki akan datang memelas lagi, mengemis lagi, merayu lagi, mengeluarkan kata-kata paling romantis yang ia punya. Tak lupa setangkai bunga yang tentunya lebih besar daripada sebelumnya, berlutut sambil memasang wajah benar-benar menyesal, kemudian berjanji tidak akan mengulanginya, ini adalah yang terakhir. Dan anehnya sang perempuan akan memaafkan lelaki itu (lagi) dan mempercayai semua janji yang ia sebutkan. Aah, janji, janji, janji.

STOP!!.
Berhentilah untuk mengungkapkan kata-kata manis itu. Entah dimana kalian membeli pemanis sehingga membuat kata-kata itu begitu manis dan kami sangat candu untuk terus mendengarnya. Entah dimana kalian belajar bahasa, sehingga susunan kata-kata itu sangat sempurna. Telinga kami takkan pernah bosan mendengarnya. Ia akan meminta diulang lagi, lagi dan lagi.

Berhentilah membuat kami merasa the one and only. Padahal sejatinya kami adalah urutan nomor sekian dalam kehidupan kalian. Well, kalian terus menafikan bahwa kami adalah perempuan satu-satunya dalam hidup kalian. Ya, jika hal itu benar, kami tetap perempuan satu-satunya setelah pekerjaan kalian, sahabat kalian, hobi kalian, teman nongkrong kalian, kamera kesayangan kalian. Do you see that? We are not the one and only. Kami akan selalu berbagi tempat dalam hati kalian, bisa dengan seseorang atau sesuatu.

Berhentilah membuat imajinasi kami bekerja berlebihan. Kalian tahu kan? Kami adalah makhluk yang benar-benar mengandalkan imajinasi, emosi dan perasaan. Kami cenderung mengikuti perasaan daripada memperturutkan logika. Mungkin ini adalah hal yang aneh bagi kalian, tetapi sangat masuk akal bagi kami. Bahkan terkadang imajinasi kami lebih nyata daripada kenyataan yang kami hadapi. Nah, jika kalian membuat imajinasi kami bekerja berlebihan, lalu bagaimana kami bisa membedakan kalian itu adalah tokoh imajinasi atau tokoh nyata?

Ada beberapa hal yang harus kalian tahu. Tolong camkan hal ini baik-baik!.
Kami akan sangat mengingat setiap perlakuan istimewa yang kalian berikan. Jangankan memberi perhatian ketika sakit, kalian love postingan kami, rasanya sudah berbeda sekali, kalian membalas chat kami yang sangat tidak penting itu benar-benar membuat kami merasa diistimewakan.

Kami juga adalah makhluk yang mencatat setiap perkataan manis, rayuan gombal yang kalian ucapkan. Kami bisa saja lupa menaruh berkas fotocopyan, tetapi kami tidak akan lupa bahwa ada janji bertemu dengan kalian minggu depan. Sayangnya, kami juga sangat percaya dengan setiap janji yang kalian utarakan. Jika kalian berjanji akan datang, maka kami akan menunggu. Jika kalian berjanji akan setia, maka kami juga akan setia. Percayalah, kami akan menantikan setiap janji yang kalian patrikan.

Jadi, bantulah kami dengan berbuat sewajarnya. Jangan perlakukan kami secara berlebihan. Jangan ucapkan kata-kata manis jika kalian belum bisa menggetarkan lauh mahfudz. Jangan ucapkan janji, walau sekecil apapun. Karena kami akan terus menunggu, menagih janji kalian. Mungkin menurut kalian, janji hanya sebuah candaan belaka, agar celotehan kami tidak lagi terdengar di telinga kalian. Namun, menurut kami janji yang kalian utarakan itu adalah sebuah pengharapan yang besar.

Lalu bunga yang kalian berikan itu. Bunga yang kalian sebut sebagai penebus kesalahan kalian. Biarkn hanya bunga mawar itu yang layu. Biarkan ia yang kering, menguning lalu mati seiring berjalannya waktu. Tapi jangan biarkan itu terjadi dengan harapan kami. Tidak juga dengan kepercayaan kami.

Dari kami : makhluk yang banyak bicara
Teruntuk kalian : makhluk yang logikanya lebih dominan ketimbang perasaannya.


Medan, 18 Mei 2018, 15 :52 WIB
Tulisan ini bukan curhat, percayalah!



***




 HAI KAPTEN!

Masjid Agung Medan

Hai Kapten!
Bagaiamana kabarmu?
Ah, lucu ya.
Aku menanyai kabarmu, padahal kau bertemu dan hadir di sisiku pun belum tiba waktunya.
Bahkan aku tak bisa menyebutkan namamu. Bukan karena terlalu istimewa, melainkan sampai saat ini belum tahu siapa tepatnya namamu itu.
Ah, tak apa kan Kapten?

Meski kau tak tampak, tapi bagiku kau selalu terasa.
Entahlah, walau banyak orang mengatakan aku aneh. Aku selalu merasakan kau ada di sekitarku. Mungkin fisikmu tak terlihat, bahkan bisa jadi kita terpisah darat dan laut. Tapi aku yakin, dimanapun kau berada kau akan menyebut aku di dalam doa-doa mesra dengan Tuhanmu.

Kau tahu kapten, kau begitu terkenal di sini. Semua orang menanyakanmu. Padahal belum selangkah pun kau menyentuh halaman rumahku. Pembicaraan makan malam adalah tentangmu, kue lebaran idul fitri akan habis dilahap jika pembicaraan yang terjadi adalah tentangmu. Kau tak menyadarinya Kapten? Kadang aku merasa iri denganmu. Lihat saja, orang terdekatku sering membicarakanmu, selalu mendoakan akan kehadiranmu, bahkan mereka sejatinya benar-benar menunggu kedatanganmu.
Kenapa ini semua terasa lucu ya?
Orang yang sangat imajinatif menjadi bahan perbincangan yang tak kunjung selesai. Aah.

Kapten, bolehkan aku bercerita?
Cerita seorang lelaki dan perempuan yang saling mengagumi satu sama lain. Kekuatan iman mereka yang membuat keduanya tidak mengumbar cinta dengan lantang. Mereka saling mencintai dalam diam. Mereka saling mendoakan di setiap penghujung malam. Eh, bukankah itu sangat romantis?
Lalu, penguasa semesta menunjukkan kuasa Nya kepada mereka. Ia menjawab doa keduanya. Tuhan mempertemukan keduanya dalam bingkai yang amat kokoh, bahkan setara dengan perjanjian para nabi Ulul Azmi dengan Tuhan mereka. Bingkai ini sering disebut sebagai mitsaqon gholizo. Itulah ia pernikahan. Ya, Tuhan menikahkan mereka berdua. Masha Allah. Bagiku kisah cinta yang nyata ini mengalahkan romantisnya kisah Romeo dan Juliet, atau Laila dan Qais. Bagiku kisah ini bukan hanya soal mencintai, tetapi bagaimana mempercayakan rasa cinta itu kepada Sang Maha Cinta, ya Waduud.

Engkau tentunya tahu siapa dua insan yang aku ceritakan bukan? Ialah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad. Sebuah legenda cinta yang begitu fenomenal. Semua orang memimpikan akan memiliki kisah cinta yang serupa dengan dua insan ini. Lalu kita? Walau tidak semulia keduanya, bolehkah bila kita juga mengharapkan kisah cinta yang sama? Aku dan kau tak saling mengumbar cinta, tak saling menyapa. Hanya cukup mendoakan satu sama lain, berharap Tuhan akan menjaga diri dan rasa ini lewat doa-doa yang terus kita langitkan.
Sudah sangat jelas kan Kapten?
Kau harus melakukan apa dan aku harus melakukan apa? tak usah susah-susah mencari keberadaan masing-masing. Biarkan takdir Allah yang bekerja untuk kisah romantis kita. Biarkan Allah yang menggerakkan hatimu menuju kepadaku dan Allah juga membukakan hatiku ketika kau hadir tepat di hadapanku. Maka teruslah berdoa di sana ya Kapten. Aku pun di sini juga akan terus berdoa. Semoga doa-doa yang kita lambungkan akan menggetarkan arsy nya Allah, hingga akan tiba saatnya Allah menunjukkan kuasa Nya kepada kita.

Sehat – sehat di sana ya Kapten.
Di sana? Entahlah, walau terasa jauh, aku merasakan dengungan doamu sampai di sini. Apakah itu artinya kau semakin dekat denganku?
Ahh, sudahlah. Mari kita lanjutkan berdoa.



Medan, 02 Mei 2018, 10 : 27 WIB
In Frame :
Ceritanya numpang sholat ashar. Tapi ya gitulah. Sholat asharnya hanya membutuhkan waktu 15 menit, ee foto-fotonya sampai 30 menit. Aiih.



***


TIDAK BERPERIKEJOMBLOAN


Jogjakarta Plaza Hotel, Kabupaten Sleman, DIY Yogyakarta

Pernah gak sih lagi enak-enaknya menikmati makanan di sebuah cafe sambil ngobrol candaan receh, lalu tiba-tiba semuanya menjadi menyebalkan ketika salah satu teman bertanya “jadi, elu kapan nikah?”. Ahh, aku rasanya ingin meneguk langsung minuman, melahap semua makanan dan bergegas meninggalkan tempat itu.

Atau pernah gak lagi chat di grup kita ngebahas agenda jalan-jalan ke Jogjakarta, lagi semangat banget nyusun jadwal, tanggal, destinasi, maskapai yang digunakan, ee tiba-tiba ada yang nyeletuk tanpa rasa bersalah “NIKAH WOY, JANGAN JALAN-JALAN AJA”. Aah, aku ingin segera left grup aja deh.

Terkadang aku merasa pertanyaan “kapan nikah” itu terlalu menyeramkan untuk dipertanyakan kepada lawan bicara. Well, jika kalian kenal baik dengan lawan bicara, bisa saja pertanyaan semacam ini takkan diambil pusing. Nah, jika gak terlalu dekat, terus tiba-tiba ‘nyosor’ dengan pertanyaan ini, eeh situ gak lagi bercanda kan ya? hehehe.

Coba deh kalian perhatikan, pernyataan ‘kapan nikah’ sekarang menjadi lebih insidentil kan ya? ya, ketimbang dulu siih. Dulu aku masih merasakan bahwa pertanyaan ini masih bersifat kondisional, tetapi sekarang aku rasa ia sudah berubah menjadi pertanyaan yang insidentil. Eh, maksudnya apa nih? Baik, aku coba jelaskan ya. Dulu, pertanyaan ‘kapan nikah’ hanya muncul di kegiatan atau momen tertentu saja. Sebut saja pernikahan atau lebaran. Ya, menurutku sangat wajar jika pertanyaan ini muncul di dua kondisi tersebut. Nah, pertanyaan ‘kapan nikah’ jenis ini tergolong kondisional. Karena ia hanya muncul pada kondisi tertentu saja. Bahkan kita bisa memperkirakan kapan pertanyaan ini muncul dan yang paling penting adalah mempersiapkan jawaban terbaik agar si penanya tak lagi memberikan pertanyaan lanjutan, eeh.

Entah karena perkembangan teknologi, atau harga BBM yang naik diam-diam atau karena Jokowi yang tiba-tiba menjadi presiden, hehehe, pertanyaan ‘kapan nikah’ bermetamorfosa menjadi pertanyaan yang sifatnya insidentil. Ia bisa ditanyakan kapan saja, dimana saja, dalam waktu yang bagaimana dan diucapkan oleh siapa saja. Aaih, bukankah ini paling menakutkan. Ia takkan bisa lagi ditebak, sehingga kita (eh aku maksudnya) kadang tak memiliki waktu untuk mempersiapkan jawaban terbaik atas pertanyaan receh seperti itu, hehe.

Lihat saja, dosen sedang menjelaskan metodologi penelitian untuk penulisan tesis, tiba-tiba si Bapak nyeletuk kejam banget; “Makanya Nikah Kelen”. Ehh, ini kuliah metodologi atau seminar pra nikah ya? *pikirku*. Ketika naik angkutan umum, tiba-tiba ibu di sebelah memulai pembicaraan dengan menanyakan nama, berdecak kagum ketika kita menceritakan profesi, akhirnya dia mulai memuji kita sampai akhirnya ia mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak berperikejombloan itu, “Udah dosen, muda, cantik (eh kok), sayang dek belum nikah. Makanya nikah dong”. Eh ini ibu-ibu siapa ya?

Dan begitulah kenyataannya. Berhati-hatilah karena kalian para jombloers akan menemukan pertanyaan ‘kapan nikah’ dimana saja, kapan saja dan diucapkan oleh siapa saja. Bisa jadi keluar toilet umum tiba-tiba dicegat sama satpam “mba kapan nikah?” aiih. Atau tengah malam tiba-tiba ingin ke kamar mandi, ee si emak dan ayah masih on aja matanya depan tivi, terus nyeletuk keras, “makanya nikah, biar ke kamar mandi ada yang nemenin” eeh. Atau ketika lebaran anak-anak ingusan yang minta angpau dengan polos, lugu, tak berdosa mengatakan “cepat nikah ya nte, biar gak galau lagi” aah, ku rasa dunia semakin kejam saja.

Pengen banget deh aku tanyakan kepada mereka yang suka nanya, apa sih maanfaat dari pertanyaan kalian? Kenapa begitu ingin tahu dengan hal se privasi itu? Kan kalau aku nikah, toh juga ngundang kalian. Tetapi kok pada heboh gitu nanyain kapan lagi? Kok masih lama? Apalagi yang ditunggu? Memangnya semakin sering pertanyaan itu kalian berikan, maka semakin dekat jodoh itu dengan aku? Gak kan. Terus kenapa masih menghakimi kami para jombloers dengan pertanyaan seperti itu? Kalian sungguh tidak berperikejombloan.

Kalau masih ngeyel untuk terus menanyakan kenapa sih seseorang belum menikah, biar aku coba jawab. Kenapa seseorang belum menikah? Ya karena dia belum menikah. Gampang kan? Sudahlah, gak usah sibuk dengan pertanyaan itu lagi. Kalian nggak perlu bertanya kapan seseoran menikah, mana jodohnya, kok masih single. Hey, kurasa pertanyaan itu tidak banyak manfaatnya. Kalian hanya sedang buang-buang energi dengan pertanyaan itu. Kecuali jika kalian mau nyariin jodohnya, mau nyiapin gedungnya, mau bayarin cateringnya, mau sponsorin honneymoon nya, hhm boleh lah bertanya.



Medan, 23 Maret 2018, 21:46 WIB
Hayo, yang pada suka nanyain aku ‘kapan nikah’. Siapkan saja jodohnya, gedungnya, cateringnya plus paket honneymoon ke Maldives yak. Jika nggak, aah kalian sungguh tidak berperikejombloan


 ***


RUMAH ATAU RUMAH-RUMAHAN

Sumber : Pinterest

Bermain rumah-rumahan adalah suatu permainan yang paling menyenangkan. Ketika aku kecil, permainan ini menjadi suatu permainan yang menarik dan selalu aku tunggu-tunggu, entah aku saja yang merasakannya atau kalian juga ya, hehe. Biasanya kami akan briefing *seirus banget kan* dulu sebelum melakukan permainan ini. Saling menentukan siapa tokohnya, ada yang jadi papa, mama, si kakak, si adek bahkan pencuri *ah, anak kecil imajinasinya warbiassah*. Tak lupa alur ceritanya, bahkan properti yang akan digunakan, sebut saja sudut dapur bunda sebagai rumahnya, dedaunan bunga bunda sebagai uangnya, atau batu bata milik papa yang kemudian digiling sebagai cabe merah, *ya Allah, memanfaatkan stok ada aja deh pokoknya, hehe*.

Permainan ini biasanya durasinya lebih lama. Kami memulainya pagi dan menyelesaikan ketika teriakan emak-emak kami berkumandang menyuruh makan siang, aihh, its mean hampir 4 sampai 5 jam. Dan itu baru satu skenario lho, coba bayangin kalau kami melakoni ribuan skenario seperti tukang sate naik haji, heheh, bisa-bisa kami sampai tua kerjaannya main rumah-rumahan aja. Jika permainan kami belum selesai, kami biasanya menyimpan kembali properti permainan untuk dilanjutkan kembali esoknya. Yakin dilanjutkan? Ah, gak pernah tuh. Kalaupun dilanjutkan biasanya kami akan memilih skenario yang berbeda lagi, biar menantang gitu, haha.

Bukan hanya skenario yang bisa berubah sesuka hati kami, bahkan peran pemain sangat bergantung dengan hasil diskui yang alot banget *cie elah*. Bisa saja aku mendapatkan peran mama hari ini, besok bisa jadi anak yang bandel, lusa bisa menjadi tetangga yang rempong atau pencuri yang bodoh. Semua peran harus bisa dilakoni dengan baik, dan tentunya harus siap dengan apapun peran yang diberikan oleh hasil rapat #eeh.

Satu hal yang paling keren, kami gak pernah baper dengan permainan ini. Walaupun ada beberapa peran yang cukup sentimentil, misalnya peran papa dan mama. Kami gak pernah tuh saling baperan atau cie ciean gitu. Mungkin karena masih kecil dan kami menyadari ini tuh hanya sebuah permainan. Permainan yang kalau bosan kami bisa mengubahnya sesuka hati kami. Permainan yang propertinya bisa saja hilang karena dibersihkan oleh bunda, atau rumah-rumahan kami diterbangkan oleh angin dan diruntuhkan oleh hujan.

Memori masa lalu ini muncul bukan karena ingin pamer bahwa masa kecilku juga bahagia kok. Buktinya aku memainkan beberapa permainan yang menyenangkan juga, hihihi. Memori ini kembali ke permukaan akibat salah satu quote Tere Liye yang aku baca;

         Cinta dibangun atas pondasi komitmen serta kepercayaan.
         Jendela-jendela nya adalah komunikasi yang baik, saling memahami
         Pintunya adalah memaafkan dan atapnya adalah mau menerima kekurangna dan kelebihan
         Itulah yang disebut bangunan cinta. Kokoh dan tahan lama.
         Di luar itu, maka yang sedang kita buat hanya tenda atau malah rumah-rumahan seperti
   anak kecil bermain rumah-rumahan

Sudah sangat jelas kan maksud perkataan Tere Liye? Jadi apa yang sedang kamu kerjakan sekarang? Kamu betulan membangun rumah atau sekadar rumah-rumahan? Hehe.

Tulisan Tere Liye ini bukan hanya untuk kami (especially aku) yang belum menikah, tetapi untuk kalian yang sudah menikah dan merasa belum menemukan bangunan cinta di dalam pernikahannya. Jujur, sebenarnya agak gimana gitu ngebahas masalah pernikahan, soalnya belum bisa dipercaya euy, ilmunya boleh lah, tapi prakteknya NIHIL, aah sudah lupakan, bukan itu tujuan utama dari tulisan ini.

Cinta itu bukan hanya sekedar nge-klik, love at the first sight, kesesuaian visi misi atau sebuah kenyamanan. Nge-klik, rasa nyaman hanya akan mengantarkan kita untuk merasakan perasaan cinta *yang kata orang sensasinya luar biasa, eh benarkah?*. Setelah kau mulai merasakan cinta, maka cinta bukan lagi sekadar rasa nyaman, tapi ia adalah komitmen. Komitmen untuk terus tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, komitmen untuk terus membersamai di jalan dakwah, komitmen untuk saling menasehati atas nama kebaikan, komitmen untuk saling mempercayai, dan masih banyak komitmen-komitmen lainnya. Bukankah di dalam Al Quran Allah membahasakan pernikahan dengan mitsaqon gholizo yang artinya sebuah perjanjian yang kokoh, komitmen yang kuat. Bahkan ketika dua orang hamba mengikrarkan cinta suci mereka (read : ijab qabul) maka ketika itu arsy Allah bergetar, Masha Allah. Periksa kembali cinta kita, apakah benar-benar telah berkomitmen, telah saling percaya, atau masih sekadar janji-janji palsu yang suka diumbar-umbar.

Bukan hanya komitmen, cinta adalah sebuah komunikasi yang baik dan saling memahami. Seseorang yang saling mencintai karena Allah harus memperhatikan cara bicara terhadap pasangannya. Pahami kondisi pasangannya. Adakalanya seorang suami butuh kondisi sendiri, tidak dirongrong pertanyaan dari istri. Ketika itu harusnya istri betul-betul memberikan waktu sendiri bagi suaminya. Sebaliknya, ada waktunya seorang istri hanya butuh telinga suaminya untuk mendengarkan keluh kesahnya tanpa ada nasehat panjang lebar dari suami. Perbaiki cara berkomunikasi, bukankah semakin lama menghabiskan waktu bersama, dua manusia akan mulai mengenali karakter pasangannya, kapan bad mood nya, kapan ceria dan bercandanya. Pahami itu. Aku pernah dengar juga sebuah pernyataan, entah quote atau apalah ini, “hubungan yang baik itu didasari dua hal yaitu komunikasi dan saling percaya”. Maka jangan pernah ragu untuk memperbaiki cara berkomunikasi dan memahami pasangan kita. Kita? Eh.

Lalu, maklumi setiap kelebihan dan kekurangan pasangan. Berdamailah dengan kedua hal itu. Punya istri seorang wanita karier yang bekerja, maka siap-siaplah dengan kondisi ia tidak bisa massak dan bersih-bersih rumah. Punya istri seorang wanita ibu rumah tangga, bersiaplah bahwa ia tidak bisa membantu dalam urusan finansial. Punya istri seorang wanita penurut, maka siap-siaplah karena dia akan sangat bergantung kepada suami dan tidak mandiri. Punya suami yang ganteng, bersiaplah ada pelak*r yang mengincar dimana-mana, aiih. Punya suami yang hebat, bersiaplah karena ia biasanya keras dan tak terkalahkan. Tak ada satupun manusia yang sempurna, maka jangan kecewa, sedih dengan segala kelebihan dan kekurangan pasangan. Cobalah berdamai dengan kondisi itu!

Jika cinta telah dibangun atas dasar komitmen, saling percaya, komunikasi yang baik, saling memahami, menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing. Maka itulah sejatinya sebuah bangunan cinta. Ia akan kokoh, tegap dan gagah. Tak akan runtuh walau badai menghadang (eeh, kayak lirik lagu euy). Tak akan hancur ketika ada terpaan yang datang dari luar dan dalam rumah. Akan tetap berdiri tegap walau dihadang berbagai masalah. Tak seperti rumah-rumahan ku yang habis berantakan karena dilanda hujan sepuluh menit saja, hehehe.



Medan, 02 Maret 2018, 16:03
Agak gimana gitu bikin tulisan yang ini. Masih jomb*o tapi udah berani banget ceritain perkara suami dan istri, aiih.



***


 
BUKAN SIAPA, KAPAN, TAPI BAGAIMANA


Romance Beach, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

Setelah sekian lama tidak membahas tentang cinta akhirnya hari ini aku beranikan untuk kembali menuliskan uneg-uneg tentang cinta. Eh, kok memberanikan? Berarti selama ini gak berani? Yah, begitulah. Beberapa bulan terakhir, jiwa ini lebih sensitif membahas tentang cinta. Daripada baper tingkat dewa, nangis gak karuan atau khawatir berlebihan, lebih baik tidak membahasnya bukan? Hehehe.

Setelah sekian lama aku tinggalkan laman yang membahas perihal ‘cinta dan jodoh’ aku ternyata belum juga mengalami perubahan status. Oh my God. Jadi harap maklumi jika beberapa tulisanku tetap akan bercerita tentang masa penantian, pedihnya di php-in atau hancur lebur ketika ditolak, aihh. Dan tulisan ini pun sama, aku khususkan untuk para wanita terhormat, para makhluk luar biasa, ialah mereka yang memilih single menunggu kedatangan sang pengeran bermobil honda jazz.

Seringkali seseorang yang sedang dalam masa penantian *terlebih lagi aku* sering bertanya-tanya;
            “Siapa orangnya?”
            “Jangan-jangan yang kemarin nolongin aku pas di Kajian itu ya”
            “Dia pakai kacamata gak ya?”
            “Semoga dia juga suka naik gunung seperti aku”
Dan masih banyak pertanyaan maupun pernyataan yang terucapkan. Tidak kalah ekstrimnya, bayangan seseorang yang diimpikan seolah hadir dan nyata, seketika itu hati memprovokasi, sepertinya memang dia jodohku. Aihh. Bahkan kita sering menghabiskan waktu dan energi hanya untuk memikirkan seperti apa rupa jodoh kita, profesinya apa, lucu atau kagak. Hmm, penting gak sih ngebahas itu?

Selain siapa orangnya, para singlelillah  juga akan dihantui oleh pertanyaan ‘kapan’.
            “kapan datangnya?”
            “semoga tahun ini”
            “semoga di kajian ust Salim ketemu jodoh”
Hey, kenapa pernyataan yang ketiga itu ‘nyess’ banget ya? Seringkali kita disibukkan oleh pikiran tentang kapan harinya, atau entar ketemu di mana. Parahnya, banyak diantara kita yang telah merancang skenario pertemuan diri dengan jodohnya, eeh, elu siapa?

Kegersangan hati memang terkadang membuat seseorang berpikiran ‘aneh’ (eeh). Bahkan beberapa orang lebih memilih untuk lapar perut ketimbang lapar hati. Alhasil seringkali para singlelillah bertindak atau berpikiran aneh. Salah? Semoga nggak! Tergantung bagaimana cara menyikapinya, bagaimana cara mereka me-manejemen hal-hal ‘aneh’ itu agar tidak semakin aneh.

Menikah itu adalah sunatullah, artinya hukum Allah, artinya lagi itu PASTI TERJADI. Jadi intinya setiap orang akan menikah, aku ulangi SETIAP MANUSIA. Jadi jangan khawatir berlebihan karena kita pasti akan menikah kok, pertanyaannya ada yang diberikan nikmat menikah itu di dunia, ada yang Allah tunda nikmat menikah itu di akhirat. Yang jelas, semua manusia tetap akan menikah. Perihal jodohnya siapa juga telah Allah tetapkan. Bukankah ada empat hal yang Allah tetapkan dari takdir hidup seorang manusia? Salah satunya adalah perihal jodoh.

Masalah siapa orangnya, kapan dan dimana ketemunya, tertulis rapi di catatan takdir kita. Pena sudah diangkat dan tulisan itu sudah kering. Tak seorang pun bisa mengubahnya kecuali Allah SWT. Jadi kenapa kita begitu sering mempermasalahkan siapa orangnya? mempertanyakan kapan waktunya? ngeyel tentang tempat pertemuannya? Seberapa pun tinggi khayalan kita tentang sosok jodoh tetap ‘dia’ yang tertulis di Lauh Mahfudz lah yang akan menemani sisa hidup kita. Seberapa pun kita menginginkan kedatangan-nya, jika memang belum waktunya tetap Allah tidak akan pertemukan. Seberapa-pun kita memilihkan tempat terbaik untuk pertemuan dengan si’dia’, tetap rencana Allah yang akan berlaku terhadap hidup kita.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita berdiam saja sebagai bentuk berdamai dengan takdir? TIDAK. Kau tahu? Yang terpenting itu bukan siapa orangnya, bukan kapan bertemunya tapi BAGAIMANA CARA ALLAH MEMBERIKANNYA. Kita tidak bisa mencampuri hak veto Allah tentang sosok dan waktunya, tetapi Allah memberikan hak kepada kita bagaimana cara mengambil jodoh itu dari tangan Allah, nah lo. Ini nih yang kemudian harus kita ikhtiarkan. Inilah yang kemudian membedakan antara kisah cinta yang penuh berkah dengan cinta yang tanpa berkah.

Ada orang yang diberikan dengan cara baik-baik
            “Ini, silakan kamu ambil hamba-Ku, dia shalihah kok”
Ada orang yang diberikan dengan cara yang frontal banget,
            “Ambil sana!!”
Nah, kita mau yang mana? Tentunya kita sangat ingin sekali agar Allah memberikan jodoh dengan penuh kelembutan, ditunjukkan dengan kasih sayang, dan dipersatukan dengan rasa cinta. Dan agak gak kebayang aja Allah ngasih jodohnya sambil memalingkan wajah-Nya dan berlepas tangan terhadap pernikahan kita, eehh kok serem ya. ternyata, ketika Allah sudah berlepas tangan seketika itu berkah-Nya akan terputus, nauudzubillah.

Bagaimana cara Allah memberikan jodoh kita akan sangat bergantung dari kualitas ibadah kita kepada-Nya, kualitas penantian kita, atau ridhonya hati terhadap jodoh yang Allah tangguhkan dalam waktu yang lama. Jadi, kalau ingin Allah berikan jodoh dengan cara baik-baik maka perbaiki kualitas ibadah kita, perbaiki kualitas penantian kita dan ridholah di setiap takdir Allah yang berlaku dalam hidup.

Mengapa cara Allah memberikan jodoh itu begitu penting? Bukankah banyak orang yang ketemu jodoh lewat jalan haram bahagia aja tuh. Eh, yang bilang mereka bahagia siapa? Itukan penilaian kita sebagai pengamat saja. Kau yakin mereka benar-benar bahagia? Cara Allah memberikan jodoh sangat berkaitan dengan berkah yang Allah berikan kepada pasangan tersebut. Mungkin pasangan yang Allah berkahi ini tidak beruntung secara finansial tetapi Allah berikan keberkahan lewat rezeki yang lain entah itu berupa tetangga yang baik hati, atau dikaruniai anak yang shalih dan shalihah.

Well, berhentilah memikirkan siapa orangnya atau kapan waktunya. Percayalah, kau hanya akan menghabiskan waktu dan energimu. Ubahlah mindset-mu. Lebih baik kau pikirkan bagaimana cara Allah memberikan pasangan itu kepadamu. Lebih baik perbaiki kualitas ibadahmu. Bersiaplah, Allah akan memberikan pasangan untukmu dengan skenario terbaik yang Ia punya, dengan cara yang bahkan tak pernah terpikirkan dalam benakmu, bahkan dengan seseorang yang tak pernah kau sangka-sangka. Amin.


Medan, 16 Februari 2018, 09.00
Agak kikuk aja nulis perihal cinta dan jodoh. Ada apa ya?
Oh ya, foto ini hanya pencitraan belaka. Heheh



***


SIAPKAN MAHARMU !!

Loc : Universitas Sumatera Utara
Teruntuk hati yang masih bertanya-tanya siapakah orangnya.
Teruntuk jiwa yang gersang karena separuh agamanya masih berkeliaran di belahan bumi lain.
Teruntuk telinga yang kadang “panas” dirongrong dengan pertanyaan “kapan?”
Teruntuk mulut yang tak pernah berhenti berdoa agar tahun ini, bulan ini, bahkan hari ini Allah menunjukkan kuasa Nya.
Teruntuk mata yang kadang menangis manja di hadapan Robb nya, tersedu-sedu mengadukan hati yang merindukan seseorang yang Kau janjikan.

Teruntuk siapapun itu yang merasa disebut pada paragraf awal. Mungkin kalian, eh lebih tepatnya kita, bertanya-tanya kenapa di usia segini Allah masih pending kehadiran “nya”. Allah masih merahasiakan takdir yang sering membuat deg-degan ini. Di saat mereka mungkin telah menyempurnakan agama bahkan menyempurnakan hidupnya dengan kehadiran amanah dari Allah, kita masih disibukkan dengan bertanya-tanya “siapa Dia ya Allah?”, “Kapan Dia datang ya Allah?”, atau bahkan kita disibukkan untuk memikirkan jawaban terbaik ketika keluarga besar sedang ngumpul dan mereka dengan spontan bertanya “KAPAN?”. Dan sejak saat itu kata tanya ‘Kapan’ menjadi suatu hal yang paling dibenci (hehehe)

Trus, kapan ya Allah? (eeeh)
Tunggu saja ! hingga nanti saatnya telah tiba..(kok seperti lirik lagu ya? Hehe)

Mungkin kita butuh waktu. Butuh waktu untuk mengerti maunya Allah itu apa. Kita butuh waktu untuk mengerti kenapa Allah masih takdirkan kita “sendiri” di usia segini. Mungkin Allah memang sedang mempersiapkan calon pasangan kita yang ideal banget. Dan bukankah sesuatu yang ideal itu butuh waktu? Kalau mau beli baju yang unik, bahan bagus, berkualitas kita sering pre order dulu kan ? coba deh beli baju yang biasa aja, langsung ready stock tuh. Begitu juga dengan jodoh. Ada jodoh yang ready stock, ada jodoh yang harus pre order.

Jangan-jangan, kenapa Allah masih belum pertemukan kita karena jodoh kita itu adalah seseorang yang istimewa banget. Sehingga butuh waktu untuk mendapatkannya.
Mungkin saja dia istimewa karena sedang mengkhatamkan Al Quran. Mungkin saja dia sedang meniti karier agar benar-benar mapan sehingga bisa menafkahi keluarga secara maksimal. Mungkin saja dia istimewa karena sedang menyelesaikan studinya agar bisa mendidik keluarganya kelak. Ahh..

Maka teruslah bersabar !
Bersabarlah memperjuangkannya. Apakah “dia” harus diperjuangkan? Tentu. Bagaiamana?
Siapkan mahar terbaik untuk calon pasangan kita. Mahar terbaik itu adalah keimanan dan ketakwaan kita.

Sebelum kita benar-benar Allah pertemukan dengan pasangan, maka siapkan mahar terbaik untuk pasangan kita. Mahar, bukanlah emas, pertama, kendaraan, rumah mewah atau hal lainnya, melainkan keimanan, ketakwaan, atau kepribadian yang berkualitas. Persiapkan itu semua sambil terus menunggu seseorang yang istimewa.

Teruslah berprilaku menjadi muslim terbaik, sehingga Allah akan menghadiahimu seorang wanita shalihah yang akhlaknya mulia. Dan berperilakulah sebaik-baik wanita shalihah, sehingga Allah akan mempertemukanmu dengan seorang malaikat dari kalangan manusia yang siap mempertanggung jawabkan sisa hidupmu, bahkan urusanmu di akhirat kelak.

Maka teruslah belajar. Teruslah menjadi baik. Perbaiki dan tingkatkan kualitas ibadah, hindari hal maksiat dan tiada berguna, sering ikut ta’lim (karena bisa jadi, jodohnya ketemu di ta’lim kan? Eeh), sering membaca buku tentang persiapan menikah, menjadi istri/suami idaman, menyambung silaturrahim, bersedekah, menyebar kebaikan. Aah...mungkin tak akan cukup kertas untuk menceritakan apa saja yang bisa kita lakukan untuk calon pasangan kita. Siapkan mahar terbaik untuk calon pasangan kita. Sehingga kita akan menjadi istimewa baginya, dan diapun akan menjadi sesuatu yang istimewa bagi kita.

Bukankah Ibunda Khadijah juga harus kehilangan kedua suaminya ?
Bukankah Ibunda Khadijah juga mengalami masa kesendirian yang begitu lama?
Kenapa Allah takdirkan seperti itu untuk wanita semulia Khadijah?
Karena Allah sedang mempersiapkan seseorang yang paling istimewa untuk Khadijah.
Ialah Nabi Muhammad SAW.
Dan bukankah tidak ada laki-laki yang lebih istimewa daripada Rasulullah?
Lihatlah, Allah itu punya rencana. Dan rencana Allah itu adalah sebaik-baik rencana.

Teruslah bersabarlah..
Semua yang datang dari Allah itu baik, bahkan lebih baik daripada apa yang kita angan-angankan.
Teruslah berhusnudzon..
Teruslah berpikir positif bahwa Allah benar-benar sedang mempersiapkan seseorang yang istimewa.
Teruslah mempersiapkan mahar terbaik untuk calon pasanganmu. Dan ketika harinya telah tiba, kau akan terkejut karena “dia” ternyata benar-benar istimewa.
Masha Allah..

Medan, 2 November 2017, 21:40
Ketika mulai gerah dengan pertanyaan “kapan”. Ketika mata mulai berkaca-kaca, ketika mulut bergetar melantunkan harapan-harapan agar segera. Segera aja, semoga tahun ini, eeh bulan ini ajah !.


***

 Ambil Secukupnya Saja...!!

Nasi Goreng Oriental





Tentunya kita pernah mendapati meja makan yang penuh dengan seabrek makanan dan minuman. Terlalu banyak pilihan, dan Masha Allah semuanya kelihatan nikmat. Ya....awalnya ada keinginan terbesar kita untuk menghabiskan sederetan makanan enak tersebut. Lalu ? apakah yang selanjutnya terjadi?. Dari ratusan piring di atas meja itu, kita mungkin hanya mampu menghabiskan beberapa piring saja. Lalu, pernahkan kau melihat, bahkan mengalami sendiri, manusia yang memiliki puluhan, eh ratusan, eh ribuan pakaian?. Apakah mereka memakai semuanya dalam satu waktu? Tentunya tidak. Dari ribuan pakaian mereka yang tertata rapi di lemari, mereka hanya bisa memakainya satu saja untuk satu waktu. Ahhh..



Mungkin dua analogi di atas cukup menjelaskan. Lihatlah, ternyata manusia itu tidak membutuhkan sesuatu yang berlebihan, manusia tidak membutuhkan harus memiliki semuanya, manusia tidak membutuhkan semua hal terbaik harus ada pada dirinya. Ya...pada dasarnya manusia itu membutuhkan kecukupan. Lihat saja, ketika merasa cukup dengan satu pasang pakaian untuk dipakai, maka ribuan pakaian di lemari seolah tak ada gunanya. Ketika merasa cukup dengan semangkok sop daging, maka segunung pizza pun tak akan menggoda. Ketika merasa cukup dengan menghabiskan waktu bersama keluarga, maka mengapa harus menghamburkan uang untuk jalan-jalan ke luar negeri. Ketika merasa cukup memiliki pasangan hidup yang begini begitu, maka mengapa harus mencari orang lain untuk menjadi sandaran hidup. Sekali lagi, hanya ketika kita merasa cukup.



So, jodohpun juga masalah kecukupan.

Sayangnya, manusia tak pernah merasa cukup. Selalu mencari yang terbaik di antara yang terbaik. Bahkan selalu membandingkan satu dengan yang lainnya. Ada yang baik, maka ia terus mencari yang lebih baik lagi, ketika ada yang lebih baik, maka ia akan mencari yang sangat baik. Suatu hari ada lelaki sholeh datang kepadanya, ditepis dengan alasan kurang mampu secara finansial. Ada laki-laki yang secara finansial mumpuni, juga ditepis karena wajahnya tak seperti artis korea (haha), ada laki-laki keturunan pejabat menghampiri juga langsung ditepis karena belum hafal juz amma. Ahh...kamu mau cari yang seperti apa sih?
Dan pastilah diri akan semakin bingung dengan kondisi itu. Berharap agar ada yang lebih baik lagi datang, berharap seseorang yang benar-benar sempurna akan menghampiri. Jelaslah bahwa diri akan semakin dilema, karena ketika terus mencari, terus membandingkan maka sejatinya kita sedang melawan fitrah manusia itu sendiri. Bukankah manusia itu fitrahnya “cukup”, bukan harus mendapatkan yang terbaik ?

Maka jangan teruskan lagi proses melawan fitrahmu. Engkau akan teus menyakiti dirimu, engkau akan terus mengkerdilkan jiwamu. Berhentilah !

Berhentilah untuk mencari yang terbaik !
Berhentilah untuk mencari yang yang sempurna !
Karena sebenarnya tidak ada yang benar-benar baik. Yang ada itu adalah yang bergerak ke arah kebaikan, bersedia untuk terus memperbaiki dan diperbaiki.
Ambillah secukupnya !!
Percayalah, yang cukup itulah yang justru bisa memberikan kenyamanan.
Percayalah, yang cukup itulah yang akan memberikan ruang gerak untuk terus tumbuh, untuk terus menjadi yang lebih baik lagi.

Ambillah dia, yang secukupnya bisa menjadi tumpuan hidup dunia akhirat
Ambiilah dia, yang secukupnya bisa menjadi sandaran dikala dunia mulai tak stabil
Ambillah dia, yang secukupnya bisa mendidik anak-anak menjadi qurrota ‘ayun
Ambillah dia, yang secukupnya dengan fasih membisikkan kalimat tayyibah di telinga kita saat kita menghadapi sakratul maut.

Karena pada akhirnya memang kita hanya memerlukan yang cukup !!

***



Teruntuk yang Sedang "Turun Naik" Angkot


Karena saya adalah seorang angkoters sejati, hehe, maka topik angkot akan menjadi sesuatu yang sangat enak untuk dibicarakan. Kita pernah membahas tentang waktu yang dibutuhkan untuk menunggu angkot itu datang. Tentang bagaimana kita menyikapi angkot yang datang, baik sebentar, ataupun membutuhkan waktu yang lama.

Banyak yang tidak sabar ketika menunggu kedatangan angkot. Akibatnya, ia memilih jalan lain yang menurutnya lebih cepat mengantarnya ke tujuan. Kami para angkoters menyebutnya “nyambung angkot”, hehehe. Maksudnya adalah menaiki angkot lain ke arah tertentu dan kemudian melanjutkan dengan angkot lainnya, begitulah seterusnya sampai ia sampai di tujuannya. Waah...kebayang dong turun naik angkot itu rasanya gimana kan, dan terkadang nyambung angkot itu gak cukup dua kali, bahkan ada yang lebih. Masya Allah !!

Apakah kita sampai ke tujuan kita ? Yaa. Lalu apa bedanya jika kita masih setia menunggu angkot yang “satu tujuan” dengan kita ?, rasanya daripada membuang waktu, mending cara “nyambung angkot” ini kita lakukan. Ahh...ternyata memang tidak sama, tidak sama dari energi yang akan kita keluarkan setiap proses turun naik angkot, tidak sama ketika harus beradaptasi dengan kondisi angkot yang baru dinaiki, dan yang jelas akan memakan biaya yang lebih mahal. Waah...lebih banyak hal negatifnya ya ?
Begitu juga “nyambung angkot” dalam masa penantian si “dia”. Mereka menyebutnya dengan istilah Pacaran. Bertemu dengan pasangan yang sepertinya idaman, menjalin hubungan, dan kemudian mengakhiri hubungannya tanpa status yang jelas. Ahh... pembenaran yang terjadi dalam pikiran mereka adalah pacaran adalah salah satu cara untuk menyeleksi calon yang benar-benar pantas mendampingi sisa hidup. Karena pacaran adalah ajang memilih calon suami atau calon istri yang terbaik, alasan klise mereka.

“aku belajar mengenali sosok lawan jenis ketika pacaran jadi gak gamang lagi ketika sudah menikah”
Bagaimana kalau dengan pacar yang sekarang gak berjodoh ?”
“Ya...kadang kita harus bertemu dengan orang yang tidak tepat sebelum bertemu dengan orang yang tepat”

Jawaban yang rasional banget menurut mereka. Ya..mungkin mereka sedang turun naik angkot menuju ke tempat tujuannya. Lebih capek bukan ? dan tentunya membutuhkan biaya cukup banyak. Dan yang lebih naasnya, kadang tanpa kita sadari angkot itu telah melaju kencang ke arah yang berlawanan dengan tujuan kita. Nah lo...apa yang bisa kita lakukan jika kita sudah berada jauh dari tujuan kita ? Ayooo...buat kamu yang lagi turun naik angkot sekarang, yuuk perbaiki jalan hidupmu.

Karena pacaran tak akan membuat jodohmu lebih dekat, dan jomblo juga tak akan membuat jodohmu menjadi lebih jauh. Tugas kita sekarang adalah menjadi sebaik-baik hamba Nya dan sebaik-baik umat Rasul Nya. Tak mungkin Allah tidak akan memberikan yang terbaik kepada kita. Sedangkan mereka saja yang tak pernah menyembah Nya, tak pernah menyebut asma Nya, Allah masih memberikan kelonggaran oksigen, kondisi fisik, dan lainnya. Dan tentunya Allah akan berikan kenikmatan yang lebih untuk kita, hamba Nya yang terus belajar taat kepada Nya.

Jangan hanya sekadar agar bisa menikah, agar bisa punya gandengan, agar bisa jawab pertanyaan orang, atau hanya ikut-ikutan zaman. Menikah itu niatnya murni untuk  ibadah kepada Rabb mu. Karena menikah itu sendiri adalah ibadah, maka jaga keseluruhan prosesnya. Jangan sampai satu pun proses menuju pernikahan kita nodai dengan kesalahan. Jika semua kesucian proses ibadahnya terjaga, maka insya Allah, berkah Allah tak akan pernah henti-henti mengalir untuk pernikahan tersebut, sebelumnya, setelahnya, bahkan selama-lamanya, Amin.
Karena tugas kita bukan mencari tahu siapa jodoh kita, bukan mencari tahu kapan kita akan bertemu, dan kapan kita akan mengucapkan janji suci. Percayalah, Allah tidak akan meminta pertanggungjawaban karena jodoh kita lama, karena sampai detik ini belum menikah. Tapi Allah akan melihat pertanggungjawaban dari perbuatan yang kita lakukan sampai kita dipertemukan dengan jodoh.
Yuk menjadi sebaik-baik hamba  Nya !!

Sabarlah menunggu, janji Allah kan pasti
Sabarlah menanti, usahlah ragu, kekasih kan datang sesuai dengan iman di hati
(Maidany—Menunggu di Sayup Rindu) 



Jodoh dan Angkot


Angkutan Umum merupakan salah satu sarana transportasi yang diminati oleh masyarakat. Trayeknya yang beragam, biaya sewa yang terjangkau serta keberadaannya yang hampir menelurusi jalan kecil, membuat angkutan umum menjadi primadona bagi masyarakat, terutama angkot. 
Di Kota Medan khususnya, sahabat akan menemukan berbagai jenis angkot di sepanjang jalan raya. Kami membedakan angkot berdasarkan nomor dan warnanya. Aku baru menemukan angkot bernomor 135 merupakan angkot dengan nomor terbesar, belum termasuk beberapa angkot bernomor sama dengan warna yang berbeda. Wahh...sangat banyak sekali kan. Warna yang berbeda, nomor yang berbeda menandakan bahwa tujuan angkot itu juga berbeda.
Menunggu angkot merupakan hal yang sangat upredictable  banget. Tak bisa diprediksikan kapan angkot kita akan datang. Adakalanya hanya hitungan detik kita mendapatkannya, dan adakalanya kita butuh hitungan jam menunggu kedatangannya. Walau membutuhkan waktu yang lama kita tetap setia bukan menunggu nya ? walau kadang mulut penuh umpatan dan gerutu, angkot tersebut akan tetap ditunggu. Kenapa ? kenapa tidak naik angkot lain saja? tentu para sahabat akan menjawab tegas KARENA TUJUANNYA TIDAK SAMA. Yapp...tepat, itu poinnya. Kita tidak bisa menaiki angkot lainnya karena tujuan kita hanya sama dengan angkot yang sedang kita tunggu sekarang. Kalau memaksa naik angkot lain, tentunya kita akan tersesat, kita akan berbeda dengan tujuan awal. Nah Lho..
Menunggu jodoh layaknya menunggu angkot. Tak ada satupun orang yang bisa memprediksikan kapan dirinya akan bertemu pasangannya. Ada yang cepat, hitungan hari berkenalan dengan seseorang, beberapa minggu kemudian mereka sudah mengabadikan cinta dalam bingkai pernikahan, cerita seperti inilah yang sangat diimpi-impikan oleh kebanyakan manusia, bertemu dengan jodoh mereka “tepat waktu”. Akan tetapi juga ada orang yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menemukannya. Di saat usia tak lagi ideal lagi untuk menikah (menurut “mereka”), sang Maha Segala mempertemukannya dengan seseorang yang menyempurnakan separuh agamanya. 
Apa yang menyebabkan mereka lama menemukan jodohnya ? Ahh..pertanyaan yang sampai detik ini akupun belum bisa menjawabnya untuk diriku. Kadang takdir Sang Maha Kuasa sangat istimewa, tak terlintas dalam pikiran hamba Nya. Tak adakah para “belahan jiwa” itu datang selama penantian ? Tentu saja ADA. Ada banyak yang datang menghampiri. Lalu masalahnya ? harta ? rupawan ? keturunan ?. BUKAN !!. Masalahnya hanyalah karena TIDAK SATU TUJUAN. 
Menikah itu bukanlah suatu ajang untuk melampiaskan hawa nafsu, ajang untuk mencari gengsi dunia, melainkan alat untuk beribadah kepada Rabb. Menikah adalah komitmen untuk mengarungi lautan dunia ini berdua dengan pasangan. Bahkan kita akan lebih banyak menghabiskan masa usia kita dengan pasangan ketimbang dengan orang tua. Ahh...artinya menikah benar-benar komitmen sisa hidupmu. Bahkan di salah satu perkataan Sang Kuasa menyebutnya sebagai “mitsaqon gholizo” yang artinya perjanjian yang kokoh. Bayangkan dua orang yang berkomitmen mengarungi lautan dunia memiliki tujuan yang berbeda. Jika istri menyuruh A, dan suami menyuruh B, rumah tangga seperti apa yang sedang terjadi.
Ahh..kan rumat tangga kami demokrasi, rumah tangga kami pancasila, walau beragam tetap satu, salah satu alasan klise pembenaran mereka. Kita boleh berbeda pendapat tentang hal yang tidak prinsip, tetapi tentang hal yang prinsip, maka tetap harus SATU TUJUAN. Wanita yang menginginkan keluarga yang bernuansa islami tak masalah kah menikah dengan pria yang beragama non muslim ?. Sekufu, begitu juga bahasa lainnya. Ketika menikah dengan orang yang memiliki tujuan yang sama, minimal tak jauh berbeda, maka hidup kita akan lebih tentram. Kita akan lebih mudah mencapai tujuan tersebut.
Jangan hanya karena engkau merasa kehadiran “nya” terlalu lama, lalu engkau dengan santainya memilih siapa saja agar bisa memenuhi gengsi mu itu. TIDAK. Layaknya angkot, tetaplah menunggu. Jangan mengumpat, jangan menggerutu dan jangan menyalahkan siapapun karena kegiatan itu tak akan mempercepat kedatangannya. Dia sedang menuju ke arah mu, hanya saja kecepatannya yang terlalu lama. Maka, jemputlah “dia”, bergeraklah ke arahnya. Ketika engkau dan “dia” bergerak menuju ke arah yang sama, maka percayalah suatu hari akan bertemu. 
Menjemput “dia” ? Bagaimana caranya ? teruslah perbaiki diri menjadi sebaik-baik pasangan, isi kegiatan “menunggu” dengan hal-hal positif, sehingga tak kau sadari “dia” telah di depan mata, jangan lupa berdoa. Berdoa kepada Robb dalam shalat malam mu, berdoa saat bersedekah, berdoa saat menuntut ilmu, berdoa di waktu-waktu mustajab. Percayalah bahwa Allah sedang mempersiapkan seseorang untukmu, dan jangan sampai engkau tidak siap ketika “dia” telah datang.
Para Kupu-Kupu Cinta..
Yuk Bermetamorfosa dengan sempurna !!


UNTUKMU YANG MENUNGGU

Tepat pada hari ke 120 di rahim ibunya, seorang "calon manusia" mengalami kejadian hebat dalam hidupnya. Disaat itu esensinya sebagai manusia diakui karena saat itu ruh ditiupkan dan membuat calon manusia itu menjadi hidup, bukan hanya tumbuh dan berkembang. Tapi tidak hanya itu, Allah SWT melakukan suatu kejadian besar lagi ketika hari itu, yaitu menetapkan takdir bagi si “calon manusia” itu, Allah SWT menetapkan perihal rezekinya, perihal jodohnya, perihal mautnya, serta perihal bahagia dan suka yang akan dialami oleh si “calon manusia” tersebut. Masha Allah, Allah begitu apik menyusun skenario hidup makhluknya, bahkan saat makhluknya belum terlahir ke dunia, Allah telah menyelesaikan script drama kehidupan yang akan dijalani oleh makhluknya.
Ada hal yang paling menarik di antara ketetapan Allah SWT tersebut, hampir semua insan mengalami rangsangan adrenalin begitu tinggi ketika menceritakan ketetapan Allah SWT yang satu ini. Jodoh, begitulah kosakata membahasakannya. Tak dapat dinafikan bahwa jodoh merupakan rezeki terbesar dalam hidup manusia, jodoh merupakan mistery guest yang paling ditunggu kehadirannya, bahkan dipersiapkan untuk menyambut kedatangannya. Impuls luar biasa yang diberikan oleh jodoh menyebabkan banyak diantara manusia yang menunggu-nunggu, bahkan menjadi perasaan tak karuan, istilah anak mudanya galau.

 Lalu muncul pertanyaan, bagaimana menemukan jodoh itu ? harus dijemput atau ditunggu saja ?. Jodoh memang ditangan Tuhan, tapi kalau tidak diambil, tidak dijemput maka dia akan selamanya ditangan Tuhan. Apakah cukup dengan hanya menunggu dan berharap besok pagi datang pangeran berkuda putih di depan rumah dengan setangkai mawar merah, tentunya tidak. Perhatikan kalimat luar biasa yang langsung Allah SWT lantunkan di dalam Al-Quran Surat An-Nur : 26

Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan –perempuan yang baik......”

Jelas bahwa Allah SWT menjanjikan pasangan yang baik hanya untuk pribadi yang baik, pasangan yang keji hanya untuk pribadi yang keji. Lalu, bagian dari janji Allah yang manakah yang harus dipertanyakan?

Semua orang tentu ingin mendapatkan jodoh yang baik, jodoh yang taat, dan bertanggung jawab. Jika diberikan pilihan jodoh yang memiliki nilai 7 atau 8, maka hampir semua akan memilih jodoh yang bernilai 8, bahkan jika dihadirkan jodoh yang bernilai 9, tentu itu akan menjadi pilihannya. Itu fitrah manusia, selalu menginginkan yang terbaik dalam kehidupannya. Pertanyaannya, apakah setiap manusia akan dipertemukan dengan jodoh yang memiliki nilai terbaik ? Tentunya tidak. Lalu bagaimana supaya dipertemukan dengan jodoh yang memiliki nilai terbaik ?. Tagihlah janji Allah SWT. Bukankah Allah SWT telah menjanjikan bahwa pasangan yang baik hanya untuk yang pribadi yang baik ?. Dari hal ini dapat ditarik kesimpulan penting bahwa jika menginginkan jodoh yang baik, maka bentuklah diri ini menjadi pribadi yang lebih baik. Jika menginginkan jodoh bernilai 9, maka harus menjadi pribadi yang memiliki nilai 9, tapi jika hanya menginginkan jodoh bernilai 6 maka cukup menjadi pribadi yang memiliki nilai 6. Intinya, Allah hanya akan memberikan pasangan yang pantas untuk makhluknya. Jodoh itu adalah refleksi dari diri sendiri. Jangan pernah menyalahkan keadaan jika mendapatkan pasangan yang memiliki nilai 6 karena sesungguhnya pribadi ini pun bernilai 6.

 Sebagian orang sering mempertanyakan kenapa jodoh saya tak kunjung datang, padahal saya sudah rajin ibadah ?. Sekali lagi inilah hukum ke “pantas” an Allah SWT berlaku pada makhluknya. Bukan Allah SWT yang belum memberikan jodoh, tapi diri ini yang belum pantas untuk dipertemukan dengan jodoh. Ketika pribadi ini masih memiliki nilai 6 sementara jodoh telah memiliki nilai 8, pantaskan Allah mempertemukan ?. Tidak, sangat tidak pantas. Maka, buatlah pribadi ini menjadi bernilai 8, sehingga setelah sama dan pantas percayalah Allah SWT akan mempertemukannya. Inilah yang kita sebut dengan ilmu memantaskan diri. Sampai kapan harus memantaskan diri ? Sampai jodoh itu datang, bahkan  sepanjang hidup.

Tak ada satupun manusia mengetahui berapa nilai kepribadiannya di mata Allah SWT, juga tidak mengetahui berapa nilai jodohnya. Dan tentunya tidak boleh mengklaim bahwa diri ini telah baik dan harus dapat yang baik. Bukankah Allah lebih mengetahui yang terbaik untuk hamba Nya ?. Teruslah berusaha memantaskan diri ini, teruslah bermetamorfosa menjadi pribadi yang lebih baik. Semakin sibuk memantaskan diri, maka tanpa disadari Allah SWT mempertemukan dengan pasangan terbaik.

 Untukmu yang sedang menunggu, jangan bangun khayalan tentang kehadiran sang pangeran atau bidadari, tetapi sibukkan diri dengan memantaskan diri. Ingat, Allah hanya memberikan seseorang yang pantas untuk kita. Jika diri ini semakin tenggelam dalam metamorfosa menjadi lebih baik, maka tanpa disadari Allah SWT telah menyiapkan skenario perjumpaan dengan jodoh terbaik. Percayalah akan janji Allah SWT. Cukupkan ikhtiar, lengkapi dengan doa, lalu sempurnakan dengan bertawakall kepada Allah SWT.

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...