belajar nulis

MENULIS; CARAKU BERBICARA


Bagiku, menulis adalah salah satu caraku untuk berbicara. Sebagai seorang introvert sejati, tentu bukan hal yang mudah bagiku untuk berdiri di tengah keramaian atau sekadar memgungkapkan segala emosi jiwaku. Ya, jiwa introvert memang dominan dalam diriku. Aku bahkan lebih memilih memendam segala duka, menutup rapat segala derita. Atau setidaknya akan kubagi duka dan derita itu dalam untaian kata.

Aku tidak berharap orang-orang yang membaca tulisanku sadar akan duka yang kurasa. Aku tidak berharap dikasihani oleh mereka. Aku hanya menumpahkan segala sesak di dada. Ya, setidaknya setelah mengungkapkan lewat kata, ada sedikit bahagia. Bahkan semakin banyak aku mengungkap kata, maka semakin kering luka itu dan bahagia pun bermunculan. Luar biasa bukan?

Apakah itu artinya aku sedang memberitahu kepada banyak orang bahwa hati ini tengah terluka? Oh, tentu saja tidak Fergusso. Tulisanku tidak segamblang itu. Aku menulis dalam bahasa tersirat, aku takkan blak blakan mengungkap segala duka, ya kecuali dalam buku diary ku. Jadi, jika mereka menyimpulkan aku sedang bersedih setelah membaca tulisanku, hmm biarlah itu menjadi bonus dan hadiah buat mereka yang akhirnya tahu privasi dalam kehidupanku.

Makanya, menulis bagiku adalah sebuah obat. Untuk segala duka, bahagia atau nestapa yang aku rasakan. Melalui tulisan aku berhasil mengubah kumbang yang berterbangan terus dalam kepalaku menjadi bait-bait kata yang lebih bermakna. Melalui tulisan aku berharap ada orang yang ikut bahagia atas bahagianya diriku. Ada orang yang lebih semangat dan bersyukur atas nestapanya diriku.

Melalui tulisan jualah aku bisa dengan lantang menyuarakan segala kehendak hatiku. Hal yang tentu saja susah dilakukan oleh seorang introvert. Lidahku akan tiba-tiba kelu ketika ingin berpendapat di depan umum. Makanya menulis adalah jalan lain bagi diriku untuk tetap berkontribusi. Ya, setidaknya aku mencoba untuk menjadi orang yang lebih bermakna lewat unggahan tulisan-tulisanku.

Melalui tulisan, aku juga berhak menghidupkan seseorang di sana. Ya, walau aku bukan Tuhan, setidaknya sosok itu hadir dan hidup nyata dalam tulisan-tulisanku. Dirimu contohnya. Walau tak pernah bertemu atau bertatap muka, tapi aku berhasil membuatmu hidup dalam bait-bait kata itu. Lihat saja aku berhasil membuat diriku merasa bahwa kau benar-benar ada, kau nyata. Bahkan setiap untaian kalimat itu aku benar-benar merasa sedang berbicara denganmu.

Itulah mengapa aku masih menulis dan masih akan terus menulis. Ya, agar aku terus berbicara dengan dunia. Atau setidaknya dunia seolah mendengarkanku lewat tulisan sederhana ini. Aku akan terus menulis agar bisa menyuarakan kebaikan yang mampu aku lakukan. Atau setidaknya menyuarakan kebaikan yang harusnya dunia lakukan. Dan aku juga akan tetap menulis setidaknya sekadar untuk menyapamu dari kejauhan.

 

Medan, 12 Juni 2020, 14 : 44 WIB

        

                                                                            ***




MODAL PENULIS


Yagami Ramen House, Medan

Apakah penulis itu lahir dari rahim seorang penulis juga?
TIDAK. Buktinya aku, well, walau aku masih penulis kelas teri. Tetapi aku adalah seorang penulis dan kedua orang tuaku bukanlah penulis, bahkan tidak suka dengan aktvitas menulis.

Apakah penulis haruslah seseorang yang bergelut dengan dunia bahasa dan sastra?
TIDAK. Aku adalah seseorang yang setiap harinya bermain dengan angka dan perhitungan yang rumit. Tetapi, menulis tetap menjadi aktivitas harianku kok.

Apakah menjadi penulis itu hanya ketika galau saja?
TIDAK. Coba saja kalian baca tulisanku. Tidak semuanya menceritakan tentang kegalauan, karena aku juga menulis ketika bahagia.

Lalu, apa sih sebenarnya modal untuk menjadi seorang penulis? Baiklah, aku akan berbagi tips yang aku dapatkan dari kelas menulis online-nya pak Cah. Menurut pak Cah, setidaknya ada enam modal yang harus dimiliki oleh seorang penulis. What?  Enam modal? Jangan terkejut dulu. Mending kalian baca nih keenam modal itu baik-baik ya:

Modal Pertama : Tekad yang Mantap. Nah, ini merupakan modal paling penting yang harus dimiliki oleh seorang penulis. Jika seseorang betul-betul berkeinginan menjadi penulis, maka setidaknya ia memiliki tekad yang mantap dan azzam yang kuat untuk mencapai keinginannya tersebut. Kalau niat dan tekadnya aja udah nggak mantap, bakalan gak pernah jadi penulis tuh. Biasanya niat dan tekad yang mantap akan mengantarkan seseorang untuk melakukan ikhtiar maksimal, akan membuat seseorang tetap bertahan dan berjuang walau mengadapi kendala ketika mewujudkan impiannya. Nah, mulai sekarang niatnya di upgrade terus biar makin semangat. Kalau aku biasanya meng-upgrade niat dengan menempelkan beberapa reminder di dinding kamar, di notes hape, layar laptop atau buku diary, heheh.

Modal kedua : banyak membaca buku. Mulai dari sekarang, rajinlah membaca. Kita bisa membaca apa saja, gak mesti buku lho. Misalnya artikel, blog atau postingan mantan (eh, tapi kalau yang ini nggak usah dibaca ya, berat, kamu nggak akan kuat, hehe). Akan tetapi lebih bagusnya membaca buku siih, karena lebih terstruktur dan tentu informasinya lebih terpercaya. Kalau aku biasanya membuat prorgam one book one week. Jadi, setiap satu minggu aku harus menghabiskan satu buku, kemudian buku itu aku resensi-kan di media sosialku (kalian boleh cek di laman resensi buku, mana tahu nambah referensi buku kalian kan, hehe). Kata oom Fiersa Besari, penulis yang tidak suka membaca itu ibaratkan ikan yang berenang di kolam yang tidak ada airnya, nah lho. Jangan merasa rugi deh dengan kebiasaan membaca buku. Kegiatan ini akan menambah pengetahuan, ide dan membuka wawasan kita. So, yuk ahh baca buku!

Modal ketiga : banyak bergaul. Seringlah berinteraksi dengan orang lain. Menjadi penulis itu tidak mutlak berada di ruangan sepi, di depan laptop dan ditemani dengan secangkir kopi sebagai penangkal tidur. Penulis juga harus berinteraksi dong, terutama dengan teman-teman penulis. Melalui interaksi ini kita aka menemukan banyak ide, pengetahuan dan pengalaman. Bahkan, bisa jadi teman-teman itu menjadi solusi dalam masalah-masalah kita kan. Sekarang coba deh bergabung dengan beberapa komunitas yang positif, terutama komunitas penulis. Ada begitu banyak komunitas menulis lho, kalian tinggal join  salah satunya aja. Selamat menemukan teman baru ya!

Modal keempat : Belajar bahasa dan kosa kata. Menulis itu bukan hanya menumpahkan apa yang dirasakan hati atau terlintas di otak. Tetap ada beberapa aturan yang harus diikuti oleh penulis. Itulah yang dikenal dengan tata bahasa, PUEBI, majas, paragraf, kalimat. Kelihatan menyebalkan sih memang, tapi seorang penulis WAJIB dan KUDU mengetahui semua aturan ini. Coba deh mulai sekarang sering-sering buka kamus, belajar membuat kalimat dan paragraf yang baik dan benar. Sering juga membaca tulisan orang lain. Terkadang dari tulisan orang lai, kita sering menemukan kosa kata baru lho. Ambil kosa kata itu, lalu belajarlah menyelipkan kosa kata itu didalam tulisan kita. Eh, ini bukannya balik lagi ke modal kedua, banyak membaca buku.

Modal kelima : memiliki saran untuk menulis. Menulis itu butuh media kan? Nah pilihlah media yang akan menjadi tempatmu untuk menulis. Bisa menulis di laptop, komputer kantor, note di HP atau dalam lembaran-lembaran kertas.

Modal keenam : punya tekad yang kuat untuk melahirkan karya bermutu. Menjadi penulis ya bukan sekadar menulis apa yang kita pikirkan saja. Coba temukan manfaat apa yang orang lain bisa dapatkan setelah membaca tulisan kita. Berusalah agar setiap tulisan kita itu benar-benar bermanfaat bagi orang lain.

Nah, yang masih ragu-ragu memulai menulis, coba deh kumpulkan keenam modal ini sesegera mungkin. Dan mulailah menulis!



Medan, 25 April 2018, 09 : 13 WIB
Akhir-akhir ini produktivitas menulis agak menurun, hufthiks. Manage your time Suci!!



***


 PRINSIP MENULIS

Ringroad City Walks, Medan


Menulis bukan sekadar aktivitas yang bebas tanpa aturan. Lihat saja, betapa banyak orang yang tersangkut kasus hukum hanya karena tulisannya di media sosial. Tidak sedikit saudara yang berkelahi dengan saudaranya hanya perihal balas-balasan komentar di facebook. Bahkan beberapa akademisi terpaksa dicabut gelar profesornya karena lupa membubuhkan satu kutipan di artikel ilmiah miliknya.

Kasus tersebut sudah sangat jelas menggambarkan bahwa menulis bukan hanya pelampiasan emosi tanpa ada batasan. Menulis bukan mengungkapkan pikiran ‘nakal’ yang muncul di kepala sesuka hati kita. Ia memerlukan aturan dan prinsip. Aturan yang akan membuat sebuah tulisan untuk berada di dalam koridor yang sebenarnya. Aturan yang akan menjadi panduan agar tak ada lagi tulisan yang ‘ala kadar’ atau tidak santun bahasanya. Beberapa aturan ini akan membuat seorang penulis menghasilkan sebuah karya yang berkualitas dan santun bahasanya.

Kesimpulan dari kelas onlinenya pak Cah, menyatakan bahwa setidaknya ada tiga prinsip yang harus diperhatikan seorang penulis. Prinsip tersebut wajib diikuti oleh seorang penulis ketika meramu tulisannya. Artinya, di dalam tulisan yang dihasilkan harus terdapat tiga prinsip ini. Ketiga prinsip itu adalah;

   Prinsip Kebenaran
Tulislah sesuatu yang kita yakini benar. Jangan menulis sesuatu yang kita pun ragu ini benar atau salah. Apalagi menulis sesuatu yang muncul begitu saja dalam pikiran kita tanpa memproses nilai kebenarannya. Jangan menulis sesuatu yang informasinya hanya dari ‘kata orang’. Terlebih lagi informasi itu dari lambe turah, tidaaaak, hehe. Intinya pastikan apapun yang kita tulis bernilai BENAR. Bagaimana caranya? Kita bisa membaca buku, beberapa jurnal yang mendukung, terjemahan Al Quran yang tepat atau langsung bertanya kepada ahlinya.


   Prinsip Kebermanfaatan
Selain benar, perhatikan juga apakah tulisan kita ini bermanfaat bagi orang lain? Manfaat apa yang diperoleh orang lain dari tulisan kita? Ahh, jangan-jangan kita hanya sibuk menulis tapi tidak memberikan manfaat apa-apa bagi orang lain. Itu kamu sedang meracik tulisan atau meracik sampah siih? Aiih. Kasus seperti ini biasanya muncul di media sosial. Coba perhatikan, betapa banyak akun media sosial yang feeds nya berisi hujatan, sumpah serapah atau  berita hoax. Hey, menurut kalian itu bermanfaat? Apakah sumpah serapah itu akan menjadi motivasi bagi orang lain? Maka dari itu, menulislah hal-hal yang bermanfaat. Semua hal bermanfaat dan menginspirasi orang lain ternyata adalah sebuah sedekah jariyah lho. Jadi nggak bakalan rugi deh.


   Prinsip Etis
Ini nih yang mungkin harus di underline, bold, capslock, hehe. Jangan menulis sesuatu yang dapat menyinggung orang atau komunitas tertentu. Walaupun informasi itu dirasa benar dan bermanfaat bagi orang lain, tetap gunakan bahasa yang santun ketika menuliskannya. Bukankah sudah sangat banyak netizen yang dilaporkan oleh artis hanya karena komentar pedas netizen di Instagram? Menulislah dengan bahasa yang santun, sopan dan terdidik. Bukankah sangat banyak pilihan kata yang bisa kita gunakan untuk mengungkapkan suatu hal? Lalu kenapa masih ‘ngotot’ dengan kata-kata yang ‘pedas’ dan menyakitkan? Bahkan nabi Musa AS sendiri disuruh oleh Allah untuk menyampaikan dakwah kepada Fir’aun dengan kalimat yang santun.
Para penulis yang baik hatinya, selalu gunakan ketiga prinsip itu dalam menulis. Pastikan tulisan itu benar, bermanfaat, dan mulailah menulis dengan santun. Ketiga prinsip ini akan selalu membuat tulisan kita berada di koridor yang benar. Ketiga prinsip ini sama sekali tidak akan mengekang ide dan imajinasi kita dalam menulis, ia hanya membentengi ide-ide kita agar berada di tempat yang seharusnya.

Selamat menulis!



Medan, 16  Maret 2018, 15:44 WIB
Gak nyangka bisa menyelesaikan tulisan ini. Padahal ngetiknya di sela-sela waktu menunggu kumandang adzan ashar. Masha Allah.


***

 MANFAAT MENULIS



Medan Focal Point Mall, Medan Selayang, Kota Medan, Sumatera Utara

Aku bukan seorang penulis. Profesiku juga tidak begitu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Aku hanya menjadikan menulis sebagai salah satu hobi yang bahkan bisa menjadi moodbooster ku. Bahkan aku menulis sesuatu hal yang sangat tidak berhubungan dengan profesi yang aku geluti saat ini, huffht. Honestly, aku sangat menikmati ketika menulis, aku merasakan sesuatu yang berbeda ketika menuangkan pikiranku dalam tulisan-tulisan yang mungkin masih berantakan, aiih.

Ada beberapa orang yang sering menanyakanku, kenapa sih harus menulis? Gak capek harus meluangkan waktu untuk setiap harinya bermain dengan abjad kemudian merangkainya menjadi sesuatu yang bermakna? Keuntungan apa yang aku dapatkan dari berbagai tulisanku? Apakah aku mendapatkan sebuah kepopuleran atau aliran finansial? Apa keuntungan hobi nulis di blog dengan pekerjaanmu? Bukankah itu gak bisa jadi bahan pertimbangan sertifkasi dosen? Aah, pertanyaan semacam ini terkadang ngeri-ngeri sedep euy. Seolah menulis bukanlah profesi yang harus aku geluti, hanya membuang-buang waktuku.

Dulu aku juga berpikiran sama seperti mereka. Apa sih manfaat dari hobiku ini? Apa yang bisa aku dapatkan dari sebuah kegiatan menulis? Jangan-jangan aku hanya memenuhi feeds instagram orang lain agar aku terlihat eksis (astaghfirullah) atau sekadar menjadikan tulisan sebagai ajang curhat atas semua keluh kesah hidupku, aiih. Parahnya, menulis hanya aku lakukan sebagai bentuk pemenuhan tugas kuliah, tugas kantor atau kebutuhan adminstrasi karierku.

Semua mindset  itu berubah ketika aku mengikuti kelas menulis online nya pak Cah. Pengetahuanku menjadi sangat bertambah, terutama mengenai manfaat menulis. Pak Cah memberikan berbagai manfaat yang ternyata bisa kita peroleh dari dunia tulis menulis. Ini dia;

          Membuat kita banyak membaca dan banyak belajar. Seorang penulis sudah dipastikan suka membaca, katanya om Fiersa Besari penulis yang tidak suka membaca ibarat ikan yang berenang di kolam yang tidak ada ikannya, nah lo. Dari kegiatan membaca yang sering ia lakukan, otomatis ia akan banyak belajar tentang sesuatu hal. Banyak membaca dan belajar akan membuat seseorang kaya akan ilmu. Intinya, menulis akan membuat seseorang lebih pintar, hehe.

   Melatih berpikir logis dan sistematis. Seorang penulis harus memperhatikan sistematika ketika menulis, sebut saja kekoherenan antar kalimat atau antar paragraf, nyambung atau tidaknya cerita yang ia tulis. Kebiasaan seperti ini akan membangun cara pikir yang logis dan sistematis. Perhatikan aja deh, kalau penulis chattingan, biasanya tanda bacanya oke, huruf kapitalnya pas, bahkan isi pesannya singkat, padat dan tepat.

          Menulis membuat kita bisa mengikat makna. Jika membaca dapat membuat kita mengambil makna, maka menulis akan mengikat makna tersebut. Dulu, seorang guruku mengatakan hal yang serupa, kalau ingin pelajarannya bisa diingat dengan baik, maka bacalah catatanmu, kemudian tuliskan kembali catatan itu dengan bahasamu sendiri, jangan sekadar diulang di mulut, tapi tuliskan. Bukankah ini proses mengikat makna yang dimaksud?
         
          Sarana katarsis. Katarsis merupakan sebuah bentuk meluapkan emosi jiwa. Biasanya penulis akan mengungkapkan perasaan lewat tulisan-tulisannya. Jadi, jika ada penulis yang tiba-tiba jadi melow, bahasanya lebih sensitif, aah mungkin saja ia sedang Dilan-da kegalauan, heheh. Tapi manfaat ini tuh ngefek banget loh. Ketika kamu mencoba menuliskan kegelisahanmu, maka emosi itu serasa lepas, setidaknya bisa mengurangi beban kegelisahan yang kita rasakan. Ops, tentunya dengan gaya bahasa yang tertata dan tidak vulgar ya, heheh.

          Sarana dakwah. Kalau manfaat ini mah jangan ditanya lagi, tentunya udah pada tahu semua kan?. Seorang ustadz/ulama/guru hanya akan bisa mengajari sekelompok orang dalam waktu tertentu, sebut saja dalam seminar atau pengajian. Tetapi ketika ia menuliskannya dalam bentuk buku, maka ia bisa mengajari ilmu bahkan ke pelosok negeri yang ia belum pernah ke sana, amazing bukan? Tidak hanya itu, buku merupakan salah satu investasi akhirat, salah satu sedekah jariyah yang akan tetap mengalir pahalanya selama buku itu masih bermanfaat bagi orang lain.

   Sarana edukasi dan berbagi. Manfaat ini agak serupa dengan nomor lima. Melalui tulisan kita dapat memberi manfaat kepada orang lain. Sekali lagi, ini merupakan investasi akhirat loh.

    Mendapatkan kepuasan mental, kepuasan spritual dan kepuasan intelektual. Melalui menulis seseorang bisa merasakan sebuah kepuasan tersendiri. Sesuatu hal yang tidak bisa ia ceritakan kepada orang lain, tidak bisa ia detailkan bagaimana perasaanya, tetapi ia begitu menikmati kepuasan yang sedang ia rasakan. Penasaran rasanya gimana? Makanya mulailah menulis!

    Dikenal publik. Ini pasti dong, apalagi kalau tulisan kita udah keren bingits. Semua orang bisa kenal dengan kita, mengagumi kita bahkan mengidolakan kita, hihihi. Tapi menurutku ini bonus. Jangan jadikan ini sebagai orientasi utama ya!

   Kemanfaatan ekonomis. Beberapa tulisan bisa menjadi pundi-pundi rupiah lho, aah tentunya kalian sudah mengetahui. Penulis bahkan menghidupi diri dan keluarganya dari aktivitas menulisnya lho, tapi tentunya tulisan yang berkualitas dong, seperti buku motivasi atau novel.

    Kemanfaatan kesehatan. Karena menulis adalah sarana katarsis, maka akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan batin kita. Percaya deh, jarang-jarang banget penulis yang galau, gelisah, gundah, hehe. kalau masih ada penulis galau, mungkin itu aku, eeh.

   Sarana mengenal dunia. Penulis yang sudah maral melintang, sudah memiliki banyak karya, sudah mumpuni di bidangnya tentu akan diundang jadi pembicara di berbagai tempat. Tentunya hal ini akan menambah pengalaman, lebih mengenal dunia, menambah silaturrahim juga tentunya.

Masih kurang sebelas manfaat ini agar kamu bersegera untuk menulis? Alasan apalagi yang membuatmu menunda menulis? Maka menulislah!. Dimana saja, kapan saja, sempatkan diri untuk menyampaikan ide dalam bentuk tulisan. Jangan pernah takut untuk memulai menulis, lihatlah, betapa banyak manfaat yang bisa diperoleh dari sebuah kegiatan menulis. Teruslah menulis, kita akan mendapatkan hasil dari setiap karya kita.


Medan, 27 Februari 2018, 14 : 15
Minggu terakhir liburan semester, aah rasanya sedih harus berpisah dengan liburan panjang ini, eeh.



***

 
MENGAPA HARUS MENULIS?


Kuala Namu International Airport, Deli Serdang, Sumatera Utara

Salah satu dari puluhan resolusi yang harus aku capai pada tahun 2018 adalah mengikuti kelas menulisnya pak Cahyadi Takariawan. Alhamdulillah. Kenapa memilih pak Cah menjadi mentor untuk mengembangkan kemampuan menulis? Alasan utamanya adalah aku telah mengenal beliau, (cie elah, sok kenal kali ahh). Aku mengenal pak Cah, tetapi pak Cah tidak mengenalku, aah betapa dunia ini sangat kejam kan ya, heheh. Aku mengenal pak Cah melalui beberapa buku beliau, sebut saja Wonderful Journey To Marriage, Di Jalan Dakwah Aku Menikah atau buku lainnya. Tidak hanya itu aku juga mengenal beliau lewat artikel beliau yang sering muncul dimedia massa, dan yang paling penting aku sering bertatap muka melalui seminar dimana pak Cah adalah pematerinya. Alasan-alasanku sudah cukup kuat untuk menetapkan pak Cah menjadi mentor dari tulisanku bukan? Hehe.

Menurutuku, pak Cah bukanlah seorang penulis fiksi layaknya om Tere Liye atau yang memiliki bahasa tinggi seperti Ustadz Salim A Fillah. Pak Cah hadir dengan tulisan yang sistematis, tegas, jelas dan mudah dipahami. Pak Cah tidak akan menyelipkan joke di dalam tulisannya, itu mah bukan pak Cah banget. Rata-rata tulisan pak Cah memang terkesan serius dan sangat berat pembahasannya, ya namanya juga penulis buku ilmiah dan artikel, tentu harus menyesuaikan dong. Untuk sebuah tulisan non fiksi, aku acungi sepuluh jempol untuk tulisan pak Cah.

Di kelas menulis online bersama pak Cah, kami diberi beberapa materi yang sangat bagus sekali (menurutku). Pak Cah mengannggap kami semua yang ikut kelasnya belum bisa menulis sama sekali, sehingga beliau mengajarkan materi yang benar-benar dari dasar, bahkan terlebih dahulu beliau membangkitkan semangat kami untuk berani menulis, percaya diri dengan tulisan sendiri atau mengatasi bad mood ketika proses menulis itu berlangsung. Pak Cah membuka wawasanku mengapa aku harus menulis, apa modal awal seorang penulis, apa langkah berikutnya setelah menemukan jati diri dalam menulis, dan masih banyak ilmu lainnya yang mungkin tidak akan aku dapatkan dari mana-mana. Ahh, aku benar-benar menikmati mengikuti kelasnya pak Cah.

Hal pertama yang harus dipikirkan oleh si penulis adalah tujuan menulis. Kenapa seseorang harus menulis? Setidaknya ada delapan alasan kenapa seseorang harus belajar menulis.
   1. Ideologis
Maksud tujuan ini adalah ingin mempengaruhi seseorang melalui tulisannya. Contohnya saja orang yang berdakwah melalui tulisan

   2. Akademis
Tujuan ini biasanya untuk kalangan akademisi menyangkut masa depan kariernya. Sebut saja jurnal, artikel ilmiah atau bahan ajar.

         3. Ekonomis
Menulis untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Hal ini juga sah-sah saja kok dalam dunia kepenulisan, karena banyak penulis yang menggantungkan hidupnya melalui karya-karyanya

   4. Psikologis
Menulis untuk menyalurkan emosi, kalau secara psikologi dikenal dengan katarsis. Penulis sering menjadikan tulisannya untuk menyampikan perasaan gembira, sedih, duka atau nestapa yang sedang ia rasakan

   5. Politis
Tujuan menulis ini adalah untuk kepentingan politik, seperti mengumpulkan massa dan simpatisan terhadap partai atau lembaga tertentu

   6. Pedagogis
Menulis untuk memberikan edukasi kepada orang lain, mendidik dan mengajarkan orang lain terhadap sesuatu hal. Misalnya saja tips gaya hidup hemat, tulisan tentang bahagia, hati yang bersyukur dan lain sebagainya

   7. Medis
Ternyata, menulis juga bisa menyembuhkan penyakit tertentu lho. Sebut saja penyakit galau, (eh galau itu penyakit ya, hehe), stress dan depresi. Biasanya menuangkan emosi jiwa dalam tulisan akan membuat seseorang merasa lebih baik. Bukankah itu akan menjaga kualitas kesehatannya? Maka menulislah, kamu akan sehat.

   8. Praktis/Pragmatis
Ini tujuan yang paling random di antara yang lain. Tujuan ini lebih beraneka ragam, sebut saja menulis karena disuruh dosen, tuntutan sosial media, atau ingin meluluhkan hati mertua (eehh)

Seorang penulis harusnya menetapkan alasan kenapa ia harus menulis. Delapan tujuan menulis bisa menjadi panduan kenapa seseorang harus menulis. Dan tujuan menulis itu tidak melulu satu tujuan saja lo, satu tulisan bisa saja merangkum beberapa tujuan, dan itu bukan masalah sama sekali. Yuk para penulis tetapkan tujuan kenapa kamu menulis!, sudahkah mulai menetapkan? Atau masih terus berpikir-pikir apakah aku beneran cocok untuk menulis ya?

Aku? Ahh, sepertinya tujuan keempat adalah alasan utamaku kenapa aku harus menulis. Aku mencoba berdamai dengan duniaku, berdamai dengan hati dan perasaanku lewat tulisan yang aku tuangkan di diaryku, media sosial atau blog pribadiku. Dan “kamu” juga. Kamu juga masih menjadi alasan kenapa aku masih menulis. Aku terus mencari dirimu, mencoba menemukanmu lewat tulisan-tulisanku. Sudahkah kamu membaca tulisanku tentangmu? Jadi, kapan kamu datang?




Medan, 8 Februari 2018, 14:24
Ada banyak target yang harus dicapai, dan waktu luang ini benar-benar mengalihkan perhatianku dari target-target itu, oh somebody help me !!!






No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...