Thursday 17 February 2022

PEREMPUAN DAN IMPIANNYA

"Perempuan gak usah kuliah tinggi-tinggi, kan nantinya cuma di rumah saja"

"Perempuan itu yang penting pandai ngurus rumah, anak dan suami"

"Perempuan yang berkarier itu menyalahi kodratnya"

Itulah, beberapa stereotipe yang sering aku dengar. Menurutku, itu terkesan menyebalkan dan terlalu menjustifikasi kaum perempuan. Membuat otakku berpikir, apakah memang seharusnya perempuan tidak boleh menjadi hebat, cerdas, berkualitas, dan luar biasa? Apakah perempuan itu benar-benar harus di rumah saja? Apakah perempuan itu tidak boleh bekerja di luar rumah untuk membantu menyelamatkan perekonomian keluarganya? Apakah perempuan itu tidak boleh mengaktualisasikan diri dan kemampuan yang dimilikinya?

Oke, baiklah. Mari kuajak sedikit bercerita tentang sebuah kisah menarik. Tentang Ibunda Khadijah.
Kalian tahu kan? Ya, istri pertama Rasulullah ini menurutku adalah sosok perempuan yang wajib diidolakan oleh para wanita. Coba kita baca shiroh tentan Ibunda Khadijah. Bukankah Ibunda Khadijah seorang pebisnis yang sukses? Beliau punya usaha yang maju, karyawan yang banyak, omset yang tinggi. Bener kan ya?

Itu artinya beliau bekerja dong? Beliau wanita karier dong? Beliau pinter doong. Mana mungkin seorang pebisnis, seorang wanita karier mendapatkan ilmu tanpa belajar dan berkumpul dengan orang hebat? Gak mungkin kan ibunda khadijah hanya berdiam diri tanpa berusaha belajar dan terus meng upgrade dirinya. Menurutku, Ibunda Khadijah adalah sosok wanita karier yang sholihah.

Lalu, mari kita lanjutkan dengan Ibunda Aisyah. Siapa yang tidak tahu betapa hebat, kritis dan cerdasnya ibunda Aisyah. Menurut kamu, apakah kepintaran itu ia dapatkan secara cuma-cuma? Sudah jelas Ibunda Aisyah belajar banyak agar memiliki kepintaran seperti itu.

Dari dua kisah ibunda hebat tersebut. Sudah jelas kan, betapa keduanya tidak hanya berdiam diri saja. Mana mungkin kecerdasan yang dimiliki oleh kedua Ibunda luar biasa itu didapatkan hanya dari dapur, sumur dan kasur. Sudah pasti kedua Ibunda itu belajar dan diskusi. Jika di zaman mereka ada sekolah atau universitas, ku rasa mereka telah menyelesaikan kuliah doktoral.

Setidaknya ini adalah alasan mengapa aku berani untuk melanjutkan pendidikan. Aku berani untuk terus belajar. Bukan berniat untuk menandingi Ibunda Khadijah dan Aisyah, aah mana pantas diri ini disandingkan dengan Ibunda luar biasa itu. Bukan juga untuk menunjukkan ke aku an ku. Menunjukkan kalau aku hebat, keren. Bukan. Astaghfirullah.

 Aku hanya belajar banyak dari Ibunda Khadijah dan Aisyah bahwa perempuan itu harus cerdas dan hebat. Perempuan itu harus mengambil peran di dalam kehidupannya, harus memberi manfaat bagi bangsa, agama dan sekitarnya. Tidak harus menjadi hebat sekali, terkenal atau memberi dampak besar. Ya, terutama untuk keluarga kecil mereka, lalu dilanjukan keluarga besar dan tetangga nya. Tidak mutlak harus memberikan manfaat yang besar, bahkan hal remeh temeh sekalipun asalkan bermanfaat itu sudah lebih dari cukup

Begini deh, bayangkan saja jika tidak ada perempuan yang kuliah dokter, bagaimana nasib perempuan yang ingin melahirkan, padahal itu jelas-jelas memperlihatkan auratnya? Jika tidak ada perempuan yang belajar hadits, bagaimana nasib perempuan yang kebingungan bagaimana cara membersihkan darah haidh? Aku rasa dua analogi ini sudah sangat menjelaskan mengapa perempuan itu harus pintar, hebat dan berkualitas. Dan bukankah ibu itu adalah madrasah pertama bagi anaknya?  Aah, bayangkan saja jika si ibu tidak punya kemampuan mumpuni, bagaimana nasib si anak coba.

Untuk perempuan di luar sana, menjadi hebat lah ! Teruskan mimpimu, gapai cita dan cintamu. Menjadi perempuan hebat itu tidak salah kok. Apresiasi dirimu dengan menjadi sosok yang hebat dan luar biasa. Teruslah belajar. Bodoh itu tidak salah, tapi membiarkan diri untuk terus dalam kebodohan itu merupakan kesalahan besar




Medan, 16 Februari 2022, 21:46 WIB


Monday 7 February 2022

TERLIHAT BAIK

Percakapan sederhana dari gambar :

"Kamu posisi fotonya di depan aku ya, biar aku gak kelihatan gendut kali"

"Ehh..aku paling belakang aja deh, jerawat lagi banyak banget nih"

"Aku duduk aja ya, biar gak nampak kalau aku gak  tinggi-tinggi banget"

Skenario pembicaraan ketika hendak melakukan photoshoot rame-rame. Pembicaraan seperti ini gak berlangsung 1 atau 2 menit saja lho. Tapi bisa berlangsung lama, bikin pegel, greget, makan hati, terus gak jadi foto. Hehehe. Namun, jika sudah betul-betul terjadi photoshoot nya, percaya deh, akan muncullah foto-foto yang bagus dan semuanya terlihat sempurna. 

Aku ulangi lagi. SEMPURNA. Apakah benar kita semua sempurna dalam gambar yang abadi itu? Atau kita hanya terlihat sempurna? Terlihat baik-baik saja? Terlihat hebat? Terlihat keren? Sehingga kita bisa memanipulasi pikiran orang bahwa kita memang benar sosok yang sempurna, kita adalah sosok yang hebat, keren dan awesome banget deh pokoknya.

Apakah kita yakin diri kita memang se awesome itu? Apakah kita percaya diri jika semesta menganggap kita adalah yang terbaik? Apakah kita tidak malu ketika lingkungan begitu meng-agung-agungkan atas kehebatan yang sering kita per tonton kan?

Tapi ya, menurutku itu sebuah hal yang wajar dan manusiawi kok. Aku tidak membenarkan sikap seperti itu ya. Hanya saja berusaha memandangnya dari perspektif yang berbeda. Manusia wajar untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik, menampilkan hal terbaik yang dimilikinya. Menunjukkan kepada lingkungan tentang ke-aku-an dirinya. Lalu berusaha keras menutupi segala aib-aib dalam dirinya agar tak dicap jelek oleh sekitarnya. Kamu merasakannya juga kan? Ya, gak masalah. Itu manusiawi banget.

Gak usah jauh-jauh deh. Betapa banyak orang yang jatuh bangun dalam memenangkan sebuah kompetisi. Ikut lomba sana sini untuk mendapatkan pengakuan bahwa ia memang terbaik. Begitu rajin belajar dan menimba ilmu agar sekitarnya tahu bahwa ia memang cerdas dan berkelas. Ingin menjadi mahasiswa terbaik di kampus, mendapat predikat cumlaude, penghargaan ini itu. Ingin menjadi guru yang diidolakan para siswanya. Bahkan utk urusan remeh, ya sebut saa berfoto sekalipun, manusia tetap ingin menjadi yang terbaik. Aneh kan? Tapi ini sangat wajar !

Eits, aku tidak bilang jika kompetisi itu gak baik lho ya. Aku mendukung adanya kompetisi, itu menunjukkan eksistensi diri seseorang. Seperti yang aku bilang, semua itu sangat wajar dan manusiawi. 

Namun...

Sayangnya, kenapa keinginan untuk jadi yang terbaik itu hanya untuk urusan dunia saja? Kenapa kita sibuk mengurusi dunia kita agar kita selalu terlihat baik, selalu terlihat sempurna. Kadang kita terlalu bekerja keras membuktikan kepada orang lain hal terbaik apa yang kita miliki. Kita mati-matian memperbaiki imej dan harga diri kita di hadapan bos, mertua, karyawan. Kita mengagung-agungkan kesempurnaan semata hanya untuk kepentingan dunia saja. Bahkan kita merasa hancur sejadi-jadinya ketika imej sempurna yang kita bangun itu berantakan. Aah, serasa mau mati saja. Begitu kan?

Padahal kita tahu teorinya, tahu ilmunya, tahu hakikatnya. Bahwa tak secuil pun hal di dunia ini yang benar-benar kita miliki. Semuanya hanya titipan. Anak, keluarga, harta, bahkan diri sendiri saja bukan milik kita. Apatah lagi imej dan harga diri yang begitu kita banggakan itu. Cukup sekejap mata saja jika Allah berkehendak, Dia ambil itu semua, Dia hancurkan apa yang telah kita bangun. Tidak salah kok, wong itu punya Dia, kita cuma dititipin doang.

Permasalahannya adalah, kenapa kita juga tidak menampilkan yang terbaik di depan Robb kita? Kenapa kita tidak menjadi hamba Nya yang memenangkan kompetisi Nya ?
Kenapa kita tidak berusaha untuk setiap saatnya memang terlihat baik, terlihat cantik dan terlihat sempurna di mata Robb kita?
Padahal Tuhan itu 24 jam bersama kita, kita selalu berada dalam pantauan Nya. Bagaimana mungkin kita bisa bersikap lalai jika kita selalu dilihat Nya?
Renungkan!!

Jika brand yang kita bangun adalah menjadi hamba sempurna bagi Tuhan, sungguh itu hal yang paling tepat. Dan memang sudah seharusnya seperti itu kan. Kita itu harusnya menyempurnakan diri di hadapan Tuhan, bukan dihadapan makhluk Nya. Buat apa coba? Kalau di hadapan Tuhan, kita dapat ganjaran pahala, dapat surga lagi. Terus kalau di hadapan manusia dapat apa? Ya, pujian sih. Tapi berapa lama? Setelah itu dilupakan kan? Dighibahkan kan?

Sadarlah wahai diri !!
Teruslah menjadi hamba Nya yang terbaik. Menjadi hamba Nya yang berusaha mencari kesempurnaan di depan mata Tuhannya. Menjadi hamba Nya yang kelak akan memenangkan kompetisi ini. Kompetisi yang akan diumumkan di yaumul akhir nantinya. Menjadi hamba Nya yang dibanggakan oleh seluruh makhluk langit. Kurang romantis apa Tuhan itu coba, jika ada hamba Nya yang Ia cintai, Ia akan menyuruh semua malaikat juga untuk mencintai hamba tersebut. Duh, duh, duh, Masha Allah kan ?


"Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dgn hati yg ridho dan diridhoi Nya"
(Al Fajr :27-28)
.
.
Ps :
Karena kami hampir 15 menit menyusun formasi begini
Hahahha..
.
.
Loc : Air Terjun Linggahara, Lobusona, Rantau Selatan, Kab.Labuhan Batu, Sumatera Utara
.
.
#gambarjadiide
#catatankecilsuci

Wednesday 2 February 2022

PANIK (?)

PANIK (?)
Pernah menghadapai yang namanya tes? Kompetisi? Ujian? Atau apapunlah sejenisnya.
Tentunya pernah. Sering malahan. Karena memang dunia adalah tempat ujian. Baik itu ujian yang tersistem, terkondisikan maupun ujian yang tidak tersistem, insidental. Bahkan ujian yang tidak tersistem inilah yang paling sering kita jalani ya kan? Ujian kehidupan. Setiap hari hidup selalu menguji kita dengan berbagai caranya. Masha Allah

Apa yang kita rasakan ketika hendak menghadapinya?
Deg degan? Takut? Grogi? Tenang, rileks?
Aah..tentunya setiap orang punya cara berbeda. Mereka punya cara tersendiri melakukan treatment terhadap diri sendiri agar bisa melewati ujian dengan baik. Bahkan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya agar hasil dari ujian yang tengah dijalani merupakan hal terbaik bagi kelanjutan masa depannya

Hal yang lumrah ketika kepanikan akan mulai menyusup ke dalam diri kita. ketika menit demi menit mendekati ujian. Lalu otak akan menggambarkan hal-hal yang menakutkan.
Takut gagal, takut gak bisa menyelesaikan. Takut hasilnya tak sesuai dengan harapan. Takut beginilah, takut begitulah. Ahhh..
Bukankah ujian itu sudah menakutkan? Lalu mengapa kita masih menambahnya dengan ketakutan-ketakutan yang tak beralasan seperti itu?
Nyeseek kan? Bangettt
Ada untungnya ? kagak !!
Tapi kenapa masih sering dilakukan?
Eeh..

Mungkin perlu diubah tradisi sebelum ujian. Jangan pikirkan hasilnya bagaimana, apakah aku bisa, bagaimana jika aku gagal. Berhentilah memikirkan hal itu. Alangkah lebih baik jika kita mengubah "warming up" sebelum tes itu dgn hal yang lebih berkualitas. Nah, nah, seperti apa?

Sesederhana menyemangati diri agar tak takut kalah atau gagal. Diri kita butuh disemangati dari dalam. Ya, tentu saja setelah ikhtiar maksimal yang kita lakukan agar melewati ujian dengan baik. Semangat dan percaya diri yang tinggi menjadi poin penting dalam keberhasilan mengikuti ujian. 

Mengatur nafas agar bisa lebih rileks, ngobrol ringan dengan sahabat, berdoa kepada Robb, atau bahkan satu kali jepret  dengan teman, mungkin akan sedikit membantu mengurangi kepanikan itu. Eh. Ya, tentu ada banyak cara yang bisa kita gunakan mengatasi kepanikan berlebihan tersebut. Sekali lagi, panik itu boleh, tapi panik secara berlebihan itu tidak baik. Karena akan membuat ujian kita berantakan dan gagal total.

Wajar kok jika panik, namanya juga mengikuti tes dan pasti ingin mendapatkan hasil terbaik.
Sayangnya, kita tidak bisa menjamin diri ini  mendapati hasil yang luar biasa dan sesuai keinginan kita. Karena ada Dzat Maha Kuasa yang telah menggariskannya. Yang bisa kita lakukan adalah berikhtiar dengan usaha terbaik, usaha luar biasa. Lalu bungkus ikhtiar itu dengan tawakkal. Insha Allah, apapun hasilnya kau tak akan pernah merasa kecewa karena percaya itu adalah hal terbaik dari Robbmu

Berhentilah panik menjelang Ujian yaa..
Ini hanya ujian kok !! Eeh..




Ps:
Ini dia wajah2 sok rileks, sok gak panik padahal sebentar lagi mau mengikuti tes IRR 3. Dan kau tahu badai kepanikan melanda kami pasca IRR 1 dan IRR 2.😫
.
Pelatihan Asesor Egra, USAID Nasional
Loc : Sari Pan Pasific Hotel, Menteng, Jakarta Pusat
.
.
#gambarjadiide 
#catatankecilsuci

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...