Ada sebuah jendela di sudut kamar. Jendela yang
dihiasi oleh gorden berwarna putih. Gorden itu bisa ditarik menutup dan
membuka. Ia bisa menghalangi atau membiarkan cahaya masuk ke dalam kamar. Kapan
gorden itu ditutup? Tentunya ketika semburat cahaya itu ingin dihalangi
memasuki kamar. Kapan gorden itu dibuka? ketika penghuninya menginginkan
hangatnya sinar mentari menyapa setiap sudut ruangan.
Hati dan pikiran juga sama layaknya kamar yang dihiasi
gorden. Selalu ada ‘gorden’ yang membatasi hati dan pikiran manusia terhadap
dunia luar. Dan manusia sepenuhhnya punya hak veto untuk membuka ataupun
menutup gorden tersebut. Melakukan kedua hal itu sesuka hatinya sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan.
Walau mengatur gorden adalah hak veto manusia, tetap
seharusnya manusia tetap bijak menggunakan hak veto tersebut. Jangan asal
membuka dan menutup gorden. Diperlukan kebijaksanaan dalam melakukannya. Agar
cahaya itu benar-benar masuk ke dalam
hati dan pikiran ketika memang dibutuhkan. Jangan sampai cahaya itu malah
merusak hati dan pikiran yang telah tertata rapi.
Manusia memang perlu membuka hati dan pikirannya.
Tetapi disatu sisi, juga perlu menutup keduanya. Masalahnya adalah kapan? Kapan
harusnya manusia membuka hati dan pikirannya serta kapan pula harus menutup
hati dan pikirannya?
Dikala sinar kebaikan menerangi kehidupanmu, bahkan
menyilaukan matamu. Maka inilah saatnya membuka hati dan pikiranmu. Ambil
seberkas sinar kebaikan itu sebanyak-banyaknya. Serap kebaikan itu sekuat yang
kau mampu. Nikmati hangatnya cahaya kebaikan itu. Lalu tempah hati dan latih
pikiranmu untuk ikut menjadi bagian dari semburat cahaya kebaikan. Hingga
akhirnya kau pun ikut memancarkan sinar kebaikan kepada setiap orang ditemui.
Saat inilah seharusnya gorden itu kau buka. Lalu membiarkan cahaya itu masuk
dan menghiasi relung hati dan pikiranmu. Inilah saatnya kau buka hati dan
pikiranmu seluas-luasnya.
Tetapi ketika keburukan sedang menghampiri. Petir dan
guruh saling bersahut-sahutan menyambar. Sungguh, ada baiknya kau perlu menutup
gorden itu dengan sempurna. Agar tetesan air tidak masuk ke dalam kamarmu. Agar
matamu tidak silau menghadapi kilat yang tengah menghiasi langit. Begitu juga
dengan hati dan pikiranmu. Ketika keburukan sedang menghampiri, kemaksiatan
meraja lela di sekitarmu, ada kezholiman yang tengah menghampiri duniamu.
Mungkin ada baiknya kau menutup hatimu.
Menutup hati bukan berarti tidak peduli, acuh atau
malah tidak memikirkan sama sekali. Menutup hati dan pikiran adalah bentuk
menjaga keduanya agar tak ternoda dengan keburukan dan kezholiman. Menjaga agar
hati dan pikiran selalu tertata rapi dalam ruangan yang bernunsa positif.
Menjaga agar keduanya selalu putih, bersih dan damai serta terlepas dari
hal-hal yang membuat kelam dan nista.
Menutup hati dan pikiran akan menjadi penting ketika
kita ingin membentengi keduanya dari segala bentuk kezholiman. Menghalangi
sinar keburukan yang bisa berakibat buruk bagi keduanya. Membentengi sesuatu
yang nantinya akan merusak hati dan pikiran.
Sudah seyogyanya kita mampu dan bijaksana (tentunya)
untuk membuka dan menutup hati dan pikiran kita. Jangan sampai keliru dalam
melakukanya. Karena ketika hati dan pikiran dibuka pada saat yang tidak tepat,
percayalah nilai keburukan akan sangat gampang mempengaruhinya. Begitu juga
sebaliknya, ketika seberkas sinar kebaikan datang namun kita masih terus
menutup hati dan pikiran, maka cahaya itu tiada berguna. Sekuat apapun ia
mengajak diri untuk mengikuti kebaikan tersebut, ya tetap tidak akan mempan.
Nah, mulai sekarang belajarlah untuk membuka dan
menutup hati serta pikiranmu dengan benar-benar tepat. Percayalah, kamu akan
merasakan efek yang luar biasa. Dan tunggu saja, akan datang keajaiban dalam
hidupmu.
Payakumbuh,
20 Agustus 2018, 17 : 25 WIB
Foto itu adalah kiriman Kak Afifah ketika menginap di
sebuah hotel di Kota Bandung. Kata beliau sih hotelnya lumayan recommended.