Thursday 27 September 2018

Buka Hati dan Pikiran



Ada sebuah jendela di sudut kamar. Jendela yang dihiasi oleh gorden berwarna putih. Gorden itu bisa ditarik menutup dan membuka. Ia bisa menghalangi atau membiarkan cahaya masuk ke dalam kamar. Kapan gorden itu ditutup? Tentunya ketika semburat cahaya itu ingin dihalangi memasuki kamar. Kapan gorden itu dibuka? ketika penghuninya menginginkan hangatnya sinar mentari menyapa setiap sudut ruangan.

Hati dan pikiran juga sama layaknya kamar yang dihiasi gorden. Selalu ada ‘gorden’ yang membatasi hati dan pikiran manusia terhadap dunia luar. Dan manusia sepenuhhnya punya hak veto untuk membuka ataupun menutup gorden tersebut. Melakukan kedua hal itu sesuka hatinya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan.

Walau mengatur gorden adalah hak veto manusia, tetap seharusnya manusia tetap bijak menggunakan hak veto tersebut. Jangan asal membuka dan menutup gorden. Diperlukan kebijaksanaan dalam melakukannya. Agar cahaya itu  benar-benar masuk ke dalam hati dan pikiran ketika memang dibutuhkan. Jangan sampai cahaya itu malah merusak hati dan pikiran yang telah tertata rapi.

Manusia memang perlu membuka hati dan pikirannya. Tetapi disatu sisi, juga perlu menutup keduanya. Masalahnya adalah kapan? Kapan harusnya manusia membuka hati dan pikirannya serta kapan pula harus menutup hati dan pikirannya?

Dikala sinar kebaikan menerangi kehidupanmu, bahkan menyilaukan matamu. Maka inilah saatnya membuka hati dan pikiranmu. Ambil seberkas sinar kebaikan itu sebanyak-banyaknya. Serap kebaikan itu sekuat yang kau mampu. Nikmati hangatnya cahaya kebaikan itu. Lalu tempah hati dan latih pikiranmu untuk ikut menjadi bagian dari semburat cahaya kebaikan. Hingga akhirnya kau pun ikut memancarkan sinar kebaikan kepada setiap orang ditemui. Saat inilah seharusnya gorden itu kau buka. Lalu membiarkan cahaya itu masuk dan menghiasi relung hati dan pikiranmu. Inilah saatnya kau buka hati dan pikiranmu seluas-luasnya.

Tetapi ketika keburukan sedang menghampiri. Petir dan guruh saling bersahut-sahutan menyambar. Sungguh, ada baiknya kau perlu menutup gorden itu dengan sempurna. Agar tetesan air tidak masuk ke dalam kamarmu. Agar matamu tidak silau menghadapi kilat yang tengah menghiasi langit. Begitu juga dengan hati dan pikiranmu. Ketika keburukan sedang menghampiri, kemaksiatan meraja lela di sekitarmu, ada kezholiman yang tengah menghampiri duniamu. Mungkin ada baiknya kau menutup hatimu.

Menutup hati bukan berarti tidak peduli, acuh atau malah tidak memikirkan sama sekali. Menutup hati dan pikiran adalah bentuk menjaga keduanya agar tak ternoda dengan keburukan dan kezholiman. Menjaga agar hati dan pikiran selalu tertata rapi dalam ruangan yang bernunsa positif. Menjaga agar keduanya selalu putih, bersih dan damai serta terlepas dari hal-hal yang membuat kelam dan nista.

Menutup hati dan pikiran akan menjadi penting ketika kita ingin membentengi keduanya dari segala bentuk kezholiman. Menghalangi sinar keburukan yang bisa berakibat buruk bagi keduanya. Membentengi sesuatu yang nantinya akan merusak hati dan pikiran.

Sudah seyogyanya kita mampu dan bijaksana (tentunya) untuk membuka dan menutup hati dan pikiran kita. Jangan sampai keliru dalam melakukanya. Karena ketika hati dan pikiran dibuka pada saat yang tidak tepat, percayalah nilai keburukan akan sangat gampang mempengaruhinya. Begitu juga sebaliknya, ketika seberkas sinar kebaikan datang namun kita masih terus menutup hati dan pikiran, maka cahaya itu tiada berguna. Sekuat apapun ia mengajak diri untuk mengikuti kebaikan tersebut, ya tetap tidak akan mempan.

Nah, mulai sekarang belajarlah untuk membuka dan menutup hati serta pikiranmu dengan benar-benar tepat. Percayalah, kamu akan merasakan efek yang luar biasa. Dan tunggu saja, akan datang keajaiban dalam hidupmu.








Payakumbuh, 20 Agustus 2018, 17 : 25 WIB
Foto itu adalah kiriman Kak Afifah ketika menginap di sebuah hotel di Kota Bandung. Kata beliau sih hotelnya lumayan recommended.

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...