renungan

HAI BADUT


Kalian tahu badut kan? Ahh, kurasa semua orang tahu kok. Benda lucu yang menggemaskan dan selalu ceria. Biasanya hadir di pasar malam, festival atau acara anak-anak. Bahkan di acara anak-anak badut pun seolah benda wajib yang harus hadir. Seolah kalau gak ada badut itu gak rame. 

.
Padahal kita semua tahu kan kalau badut itu adalah boneka besar yang didalamnya adalah manusia. Mereka memainkan peran untuk mencari sesuap nasi. Wajah mereka mungkin tak seceria badut. Gaya mereka juga mungkin tak semenarik badut.
.
Dan tahukah kalian? Ternyata badut itu bukan hanya untuk mereka yang benar-benar menjadi badut lho. Bahkan tanpa disadari, kita sendiri pun pernah berperan menjadi badut. 
.
Hmm
Bingung?
Ayok lanjutkan membaca !!
.
Pernahkah kalian berpura-pura bahagia padahal dalam hatinya nestapa? Pernahkah kalian berpura-pura tersenyum manis padahal di dalam hati ada luka yang mengiris? Pernahkah kalian berusaha untuk tampil prima di mata mereka, walau ternyata sedang capek jiwa dan raga?
.
Ahh, tentu saja pernah bukan? 
Itu artinya kita sedang melakoni peran kita menjadi badut. Tidak tahu apa yang sebenarnya kita rasakan. Namun, semua orang menuntut kita untuk selalu ceria, semangat dan mempesona
.
Tak apa. Jika memang menjadi badut itu menyenangkan. Lakukan saja. Sungguh itu perbuatan baik. Jika memang menyukainya, lakukan saja. Menjadi badutlah dihadapan orang lain.
.
Apakah harus dengan dadanan menor? Apakah harus dengan loncat dan jingkrak-jikrak sesuai nada dan irama? Ahh, tentu saja tidak kan. 
.
Menjadi badut dihadapan semua orang dilakukan dengan tidak menampakkan luka yang sedang diderita. Tidak menumpahkan air mata di depan mereka. Berusaha untuk tersenyum di tengah langit yang mendung. Berusaha untuk ceria di atas hati yang merana?
.
Lalu sampai kapan kita menggunakan topeng badut ini? Bagaimana jika kita sepakat untuk melepaskan topeng badut ini di hadapan Robb kita. Masha Allah. Cukup menangis sejadi-jadinya di hadapan Robb mu. 
.
Kita punya Allah sebagai tempat mengadukan segala duka. Ceritakan saja segala peliknya hidup kepada Sang Penguasa Semesta. Terus saja bercerita, hingga suatu saat nanti kita akan benar-benar merasa cukup dengan adanya Allah.
.
Wah, kelihatannya susah ya?
Ya. Jika kita belum mencoba.
Makanya, yuk kita coba. Dan aku rasa, sekarang adalah waktu yang cocok untuk mencobanya.

TERUSLAH BERGERAK

 


 

Memastikan diri untuk selalu bergerak menjadi hal yang patut untuk dilakukan. Melalui pergerakan inilah kita membangun masa depan, membina harapan dan merancang mimpi-mimpi agar menjadi nyata. Untuk itulah, mengapa kita dituntut untuk terus bergerak. Bagaimanapun kondisi, situasi, tetaplah bergerak.

Walau belum sukses, kita bahkan disuruh untuk terus bergerak. Walau belum berhasil, terus saja bergerak. Walau belum menjadi seseorang yang benar-benar “baik” kita tetap harus bergerak. Bergerak seperti apa? Ya bergerak dalam hal positif. Bergerak terus dalam membangun mimpi yang masih tertunda. Bergerak terus menjadi pribadi yang baik.

Jadi, yuk bisa yuk. Wahai diri yang mimpinya tengah menggantung di langit-langit dunia. Jangan pundung. Yuk kita terus bergerak mencapai mimpi-mimpi tersebut. Maksimalkan usaha, kencangkan doa.

Wahai diri yang asa nya masih direbut orang. Usap air mata, hentikan nestapa. Jadikan ia sebagai cambuk semangat. Bangun kembali segala harapan dan asa. Percayalah bahwa harapan itu masih ada

Wahai diri yang doa-doanya masih terkatung-katung. Yang masih menunggu jawaban atas doa-doa yang terus didengungkan. Sabarlah dan jangan pernah berhenti berdoa. Masalah dikabulkan, itu hanya soal waktu saja. Percayalah, insya allah sebentar lagi, sebentar lagi.

Wahai diri yang merasa bahwa pintu kesuksesan itu masih jauuuuuh sekali. Tetap semangat mengejarnya. Ia terlihat jauh hanya karena kita belum sampai di depannya. Jika kita terus berjalan dengan semangat dan tiada henti, percayalah pintu kesuksesan itu akan terlihat dekat dan semakin dekat.

Wahai diri yang sedang dalam proses hijrah menjadi sebaik-baik hamba Robb nya. Teruslah bersinar dalam jalan kebaikan itu. Abaikan segala omongan dan cercaan. Yakinlah bahwa Allah menilai setiap perubahan yang tengah engkau lakukan.

Tak perlu terburu-buru dalam bergerak. Jangan sesekali menyamakan gerakan kaki mu dengan orang lain. Jika tak mampu berlari kencang, kan kita bisa berlari pelan. Yaa, ala-ala maraton jarak jauh. Jika memang tak bisa berlari pelan, sungguh berjalan pun tak apa. Jika memang bahkan tak kuasa berjalan, maka merangkaklah. Tak apa jika memang harus pelan sekali. Yang penting kau berjalan saja terus. Berjalan ke depan menuju impian yang ingin kau wujudkan.

Satu hal lagi yang perlu kau ingat. Jika perjalananmu terasa melelahkan, jika gerakmu memayahkan diri, mungkin kau perlu berhenti sejenak. Ya, ambil nafas, temukan jeda. Setidaknya jadikan pemberhentian ini sebagai proses perenungan dari setiap langkah yang telah kau ambil. Jadikan ia sebagai sarana belajar dari semua kesalahan yang pernah kau lakukan di masa lalu. Jadikan ia sebagai ajang bentuk syukur atas perjalanan yang telah kau tempuh.

Jangan terlena dalam peristirahatanmu. Kembali lagi tatap masa depanmu. Bisikkan diri, apa yang belum saya lakukan ya? Apa yang harus saya perbaiki? Apa tindakan saya selanjutnya? Dan jika sudah cukup dengan istirahatmu, jika energi dan kekuatanmu sudah kembali terisi, bergeraklah lagi. Kembalilah perjuangkan mimpi-mimpi mu.



Medan, 5 Februari 2021, 11 : 57

Foto ini diambil entah beberapa tahun yang lalu. Kala itu kamu tengah berhenti melepas lelah karena mengelilingi lapangan merdeka. Ahh, betapa lemahnya diri ini, lapangan merdeka aja udah capek, hehehe. Btw, aku merindukan pemilk kaos kaki ini, entah kapan bisa bertemu lagi, entah kapan bisa bercerita lagi





PAHLAWAN

Kali ini aku mau bercerita agak nasionalis gitu. Eeh, gimana ini? Ya, tulisan kali ini membahas tentang pahlawan. Nasionalis banget kan? Hehehe. MERDEKAAAA !!!

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah foto di layar pc ku. Ya, waktu itu aku sedang memanggil masa lalu tentang hal-hal luar biasa yang pernah aku lakukan. Hingga pandanganku tertuju pada foto ini. Sebuah foto yang diabadikan di depan makan seorang pahlawan ternama tanah air,  Sisingamangaraja.

Aku mengenal sosok Sisingamangaraja ini ketika aku SD (Gak usah dihitung berapa tahun yang lalu, pokoknya udah lama lah. Heheh). Sosok yang kutangkap dari cerita guru SD ku itu adalah Sisingamangaraja ini sungguh sangat gagah, berani, dan garang (menurutku, heheh). Entahlah, cerita guru ips serta penggambaran tokohnya di dalam buku pelajaran membuatku berpikir begitu.

Pahlawan. Itulah sebutan yang dicantumkan untuk Sisingamangaraja ini. Bukan hanya beliau, tapi banyak tokoh dan pejuang kemerdekaan yang bergelar pahlawan ini. Tapi, apakah hanya mereka yang bergelar pahlawan? Apakah sesempit itu makna pahlawan? Lalu bagaimana dengan zaman sekarang yang tiada lagi penjajahan, tiada lagi angkat senjata? Apakah tidak ada lagi pahlawan di era sekarang ini?

Ada. Bahkan ada banyak pahlawan di sekitar kita. Pahlawan yang kadang terlupakan, diabaikan dan diacuhkan. Mari kita kembali menceritakan kisah-kisah pahlawan yang terlupakan itu.
.
Ialah dia, petugas kebersihan kota. Yang setiap hari rela bangun pagi demi merapikan kota yang tengah berantakan. Bermodal baju dinas dan setangkai sapu, mereka menyatu dengan bau-bauan yang tidak sedap. Bahkan kita sendiripun enggan untuk berdekatan karena bau-bauan itu. 
.
Ialah dia, tenaga pendidik honorer. Mereka dengan begitu ikhlasnya mengajar, mencerdaskan anak bangsa, melintasi perjalanan menantang menuju ke sekolah. Berhujan, berpanas, bermendung demi menjadi setetes embun bagi anak-anak yang tengah kehausan. Tapi apa? Mereka tak pernah mengeluh ketika gajinya berjumlah sedikit. Bahkan tak ayal gaji itu dirapel sampai 3 bulan. 
.
Ialah mereka, penjual gorengan di pinggir jalan. Ya, ini pahlawan versi aku. Lihat mereka rela berpanasan di pinggir jalan, menatap nanar wajan gorengan yang begitu panas, padahal cuacapun tak kalah panasnya. Menunggu satu-satu orang lewat untuk membeli gorengannya. Menjadi bahagia ketika berhasil membantu mereka yang tengah kelaparan di sela rutinitasnya. Ahh, sungguh ini curhatan aku banget. Hehe

Tapi intinya adalah, pahlawan itu bukan mereka yang ada dalam buku-buku pelajaran saja. Mereka ada, mereka nyata, mereka di sekitar kita. Hanya saja kita yang sering remeh, abai dan acuh terhadap mereka. Kita sering menganggap rendah pekerjaan tersebut, padahal tanpa mereka, belum tentu ada yang mau mengerjakannya bukan?

Apapun bentuk dan jenis pekerjaan orang lain, hargailah. Mereka adalah pahlawan dalam hidup kita. Jangan anggap sepele dan memandangnya remeh. Sungguh mereka akan sangat membantu hidup kita. 


Medan, 2 Februari 2021, 14 : 21

SAAT DIBERI LEBIH

 

Apakah pernah merasakan  bahwa diri ini memiliki banyak kelebihan? Bukan sombong, ujub atau narsis. Melainkan sebuah perasaan bahwa “saya diberi lebih oleh Allah”. Entah itu dari segi harta, fisik, kepintaran, keturunan atau berbagai hal duniawi lainnya. Sadar bahwa ternyata diri ini memang diberi kelebihan oleh Allah adalah sebuah keharusan, namun menjadi sombong dengan kelebihan yang dimiliki sungguh perbuatan tercela. Menganggap orang lain lemah karena tak memiliki apa yang dipunya adalah sesuatu yang tak terpuji.

 

Misalnya ketika diri diberi ilmu yang lebih. Bukan berarti mereka yang ilmunya masih kurang adalah orang yang tidak berilmu. Mungkin saja kita tidak memahami bagaimana susah payahnya mereka mempelajari ilmu tersebut. Ya, bisa saja mereka berjuang dengan rutinitas lain yang membuat mereka kesusahan mempelajari ilmu, sedangkan kita begitu diberi kemudahan oleh Allah dalam mengerjakannya. Sungguh tidak adil kan jikalau kita membandingkan diri ini dengan mereka?

 

Saat kita diberi finansial yang berlebih oleh Allah. Bukan berarti mereka yang sedang berusaha keras mencari uang adalah budak dunia. Mungkin saja kita tidak memahami bagaimana kondisi keungan keluarga mereka. Entah mereka sedang terlilit hutang, biaya hidup yang terus meningkat tajam dari pemasukan atau kondisi lainnya. Sementara kita Allah berikan kemudahan dengan lancarnya finansial, tidak ada hutang dan biaya hidup yang selalu terjamin.

 

Saat kita diberi kemudahan dalam mendidik anak. Bukan berarti mereka yang belum maksimal mendidik anaknya adalah orang tua yang tidak bertanggung jawab. Kemudian dengan pongahnya kita melabeli mereka dengan orang tua yang minim ilmu parenting. Mungkin saja kita tidak memahami bagaimana susah payahnya dia memberikan ikhtiar semaksimal mungkin dalam segala keterbatasannya.

 

Saat kita diberi begitu banyak hal-hal lebih oleh Allah. Apapun itu bentuknya, entah mudahnya mendapatkan momongan tanpa perlu menanti lama atau mudahnya melahirkan tanpa ada banyak luka atau mudahnya meng-ASI-hi anak. Atau berbagai kemudahan lainnya, yang mungkin orang lain tidak dapatkan. Jangan jadikan itu sebagai bentuk penghakiman terhadap orang lain. Jangan menganggap orang lain harusnya juga mendapatkan kelebihan yang kita dapatkan. Hingga akhirnya kita berlagak sombong di depan mereka. Astaghfirullah.

 

Cukup jadikan saja segala bentuk kelebihan itu sebagai bahan untuk banyak-banyak bersyukur kepada Allah. Bukankah itu artinya Allah Maha Baik sekali kepada kita? Atau jangan-jangan segala macam bentuk kelebihan itu adalah bentuk ujian Allah terhadap kita. Dan bagaiman jika sikap sombong yang kita tunjukkan membuat Allah murka dan kemudian mencabut segala bentuk kelebihan tersebut? Innalillah. Makanya, cukup jadikan ia sebagai bentuk syukur kepada Sang Maha Pemberi

 

 

Medan, 4 Desember 2020 ; 22 : 14 WIB










JADILAH BIJAKSANA !!



Bismillah,
Tulisan ini khusus aku persembahkan untuk diriku sendiri. Ya, dikala sedih, kecewa, gelisah, cemas, terkadang kita perlu untuk berbicara dengan diri sendiri. Menjenguk jiwa yang tengah gersang, menyiraminya dengan air kebahagiaan. Dan aku memilih menulis sebagai caraku untuk berbicara dengan diri.

Jangan mengira apapun dari tulisan ini. Jangan sibuk menerka apa yang sedang aku rasakan. Aku juga manusia, wajar jika emosiku bergejolak tak stabil. Hanya maklumi saja, aku hanya butuh meringankan beban yang tengah ku rasakan.

Wahai diriku, yang telah berjuang sejauh ini.
Tenanglah !!
Bersabarlah !!
Bertahanlah !!
Berbahagialah !!
Terima kasih kau begitu kuat telah berjuang selama ini. Aku tahu ini semua sulit, bahkan begitu memayahkanmu. Tapi lihat, kau melewatinya, kau berhasil. Itu artinya kau tangguh, kau begitu hebat. Jadi tolong jangan menyerah. Insya allah sedikit lagi, insya allah sedikit lagi.

Harapan-harapan yang terus kau langitkan satu per satu memang telah berguguran. Namun kau masih saja disibukkan untuk merangkai kembali harapan itu. Kau begitu percaya akan harapan yang terus kau langitkan. Padahal engkau tahu bahwa semuanya telah pupus, semua telah berguguran.

Lihatlah wahai diriku
Sekarang kau masih berkubang. Berkubang dalam ingatan yang semakin menyesakkan. Berkubang dalam serpihan-serpihan luka akibat harapan yang telah berguguran itu. Kau masih menganggap harapan itu adalah kenyataan, hingga ketika kau sadar akan yang sebenarnya kau begitu terluka, bermandikan air mata. Itu sakit, aku pun ikut merasakannya.

Kau mencoba untuk mengubah keadaan. Kau melakukan banyak hal untuk menutupi luka yang masih menganga lebar. Tapi ternyata tidak gampang. Ya, ternyata menguatkan diri sendiri jauh lebih sulit daripada menguatkan orang lain. Menenangkan diri sendiri pun jauh lebih sulit daripada menenangkan orang lain. Dan benarlah, merancang mimpi sendiri itu pun jauh dan jauh lebih sulit.

Wahai diriku yang tangguh.
Itulah makanya kau harus bijaksana. Jadilah bijaksana.
Kau tahu kenapa?
Karena orang yang bijaksana bukanlah orang yang ingin merubah dunia, melainkan ingin merubah dirinya sendiri. Kau harus menjadi lebih baik dan lebih setiap harinya. Ya, setidaknya ini akan membantumu untuk merasakan bahagia.
Wahai diriku yang baik hatinya
Bertahanlah dengan segenap harapanmu
Hingga kau bisa melampaui dirimu sendiri
Tenanglah !!
Meski gelap hitam pekat itu melumatmu erat-erat.
Aku masih disini untukmu,



Medan, 13 Juli 2020, 22 : 14



***



MENDENGAR LAH !



Hari ini disentil oleh sebuah ungkapan ini :

Aktifkan dua telingamu daripada mulutmu. Karena engkau diberi dua telinga dan satu mulut agar engkau lebih banyak mendengar daripada berbicara (Abu Darda)

Sebuah teori kehidupan yang indah sekali bahasanya. Teori kehidupan yang ‘ngena’ banget lah pokoknya. Namun sayangnya teori ini susah sekali untuk diterapkan. Kita tahu bahwa ungkapan itu betul adanya, namun kia seolah enggan untuk melakukan apa yang dianjurkan dalam ungkapan tersebut.

Lihat saja, bukankah manusia ingin didengarkan agar terlihat pintar? Manusia ingin sekitar menyimak dengan baik setiap ucapannya agar keberadaannya diakui. Bermodalkan benda tak bertulang itu, manusia berkoar-koar menceritkan ide dan pemikirannya. Manusia tiada henti berbicara agar ia selalu didengarkan sekitarnya. Manusia tidak bosan berbicara agar selalu menjadi pusat perhatian. Hingga akhirnya manusia sering lupa bahwa ia tak seharusnya menghabiskan hidupnya hanya untu berbicara, ia perlu mendengar.

Mendengar bukan berarti mengubah derajat seseorang menjadi lebih hina. Ia juga tidak membuat kita terlihat bodoh di depan orang lain. Percayalah, itu hanya stigma negative yang terus dibangun agar orang-orang malas untuk mendengar. Mendengar akan membuat kita mendapatkan berbagai informasi dan pengetahuan. Lihat saja, ketika kita fokus menonton pemberitaan di televisi, kita akan mendapatkan informasi bukan?

Tidak hanya itu, mendengar membuat kita mengenal sosok lawan bicara dengan baik. Kita mampu menyimpulkan bahwa ia adalah orang periang jika kita mendengar setiap pilihan kata yang keluar dari mulutnya. Percayalah, mendengar akan membuat kita lebih anggun dan lebih gagal. Kalau bahasa milenialnya stay cool.

Makanya kita harus sering-sering mendengar. Ya, tentu saja mendengar hal-hal baik. Mendengar sesuatu yang akan mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik lagi. Misalnya saja firman Tuhan. Ya, kita perlu mendengar, menyimak dan memahami setiap firman Allah dengan seksama. Ambil segala hikmah yang Allah sampaikan dalam setiap ucapan Nya tersebut.

Dengarkan juga setiap perintah dan larangan Allah. Dengan begini kita akan menjadi hamba yang sempurna bagi Nya. Jika setiap perintah dan larangan betul-betul didengar, maka tentu saja tidak akan ada kejahatan lagi di muka bumi. Hanya aka nada tersisa orang-orang baik. Walau kelihatan mustahil, namun apa salahnya kita mulai dari diri sendiri kan. Diawali dengan mendengarkan setiap perintah dan larangan yang telah Allah tetapkan.

Kita juga perlu mendengarkan nasehat-nasehat kebaikan yang diberikan oleh titisan para Nabi. Siapa saja mereka? Ada ustad, ulama ataupun guru. Bahkan orang biasa yang menyampaikan kebaikan pun, layak untuk didengarkan. Ambil setiap pelajaran kehidupan dari setiap orang-orang yang singgah dalam episode kehidupanmu. Dengan begitu jiwa akan terisi dengan hal-hal baik, pikiran akan selalu positif dan hati akan selalu bahagia.

Lihat, kehidupan menjadi lebih baik dan lebih bermakna jika kita mengubah gaya hidup. Ya, kurangi bicara dan banyaklah mendengar. Tunggu, berbicara itu boleh, sangat dianjurkan malahan. Hanya saja, perlu diperhatikan, apakah hal yang akan diucapkan bermanfaat bagi saya dan orang lain ndak? Karena memang dalam hidup ini kita tak perlu banyak bicara, cukup mendengarkan saja.





Medan, 7 Juli 2020 22 : 38


***



AKU



Ini adalah cerita tentang aku.
Tentang aku yang dulunya harus dibantu setiap akan makan, minum, berjalan atau hanya sekadar mengambil sesuatu.
Tentang aku yang dari kecilnya begitu suka bermain alek-alek (baca : masak-masakan) dengan krucil-krucil di sekitar rumah.
Tentang aku yang dengan mata berbinar menunggu kedatangan papa pulang kerja. Sambil mengkhayalkan “duuh, papa bawa makanan apa ya?”
Tentang aku yang dulu selalu pakai baju adat Jogja setiap karnaval sekolah. Yang ini beneran aku gak tahu apa alasannya. Entah kenapa aku begitu suka sekali memakai baju adat Jogja. Hmm..hmmm, jangan..jangan..

Ini masih tentang aku yang dulu berjuang melawan sakit itu. Tanpa kenal lelah kuhabiskan hampir satu bulan lamanya hanya berbaring di atas tempat tidur. Sejenak melupakan rutinitas sekolah, melupakan enaknya bermain atau sekadar mengejar capung bertebangan.
Waktu itu aku harus merelakan diri untuk cukup rawat jalan saja. Semua itu disebabkan kondisi finansial yang memprihatinkan kala itu. Kedua orang tuaku tidak punya dana untuk opname di rumah sakit. Alhasil  aku harus berdamai dengan penyakit itu. Mengandalkan ramuan kampung untuk kesembuhanku.
Ya, walau sesekali aku harus cek kesehatan ke rumah sakit. Aku merelakan tubuhku melewati serangkaian tes medis yang cukup menyakitkan untuk anak umur 7 tahun. Tubuhku harus meberima suntikan di bagian sana dan sini. Belum lagi obat-obatan yang harus rutin diminum setiap harinya. Semua kulakukan demi agar bisa sekolah lagi. Bahkan aku ingat ketika aku menangis sejadi-jadinya karena ternyata aku tidak dapat ranking di kelas. Ini semua disebabkan oleh penyakit itu.

Sungguh, ada banyak hal yang telah aku lalui.

Aku yang dulu membuat diriku menjadi seperti aku yang sekarang.
Aku yang sekarang masih lembut hatinya.
Aku yang sekarang masih menangis manja kalau lagi telponan melepas rindu kepada bunda dan papa.
Aku yang sekarang masih menangis setiap masalah menghampiriku.
Aku yang sekarang masih setia menunggu papa pulang kerja karena ingin bergelayut manja. Bahkan otakku pun masih berkhayal tentang hal yang sama. Papa pulang bawa apa ya?
Aku yang sekarang masih suka minta disuapin makan oleh bunda. Dengan dalih, lebih enak makan langsung dari tangan bunda.
Aku yang sekarang masih saja sedih dan kecewa maksimal ketika targetku gagal

Dan aku baru sadar. Ternyata aku yang sekarang tak jauh berbeda dengan aku yang dulu. Ternyata anak sulung papa dan bunda masih kecil dan belum dewasa. Aku masih sepenuhnya bergantung kepada papa dan bunda. Aku yang masih bersandar kepada bunda dan bergelayut manja dengan papa. Ternyata aku masih membutuhkan lambaian tangan papa dan bunda setiap pergi meninggalkan rumah. Aku masih membutuhkan nasehat dari papa dan bunda. Sepertinya papa dan bunda tahu bahwa aku selalu menjadi anak kecil mereka.



Medan, 5 Juli 202022 : 37
Sebongkah rindu begitu membuncah di dalam dada. Semoga akhir tahun ini bisa segera bertemu.




KISAH MIMPI YANG TAK SAMPAI

Sumber : http://danielmarihot1996.blogspot.com/2017/04/mimpi-dan-harapan.html

Setiap orang tentu memiliki sebuah harapan yang besar. Kamu juga kan? Ya, seremeh apapun itu di mata orang lain tetap saja itu sebuah harapan besar dalam hidup kita. Ibaratkan sebuah mimpi yang sangat tinggi. Walaupun pendek di mata orang lain namun tetap tinggi menjulang di pikiran kita.
Harapan dan mimpi itu bukan sekadar hiasan dalam pikiran belaka. Kita dengan sekuat tenaga berusaha mendapatkannya. Kita mendayagunakan seluruh tenaga, memaksimalkan segala rupa bentuk ikhtiar agar bisa mencapainya. Hal ini dilakukan agar harapan itu menjadi sebuah kenyataan. Agar mimpi yang hanya bermain di dalam pikiran bisa keluar menampakkan wujud aslinya.
Namun sayangnya, kita gagal. Ya, ternyata Allah memilihkan jalan kegagalan atas paripurnanya usaha maksimal kita. Kita gagal mendapatkan harapan besar dan impian tinggi tersebut. Sedih? Sudah tentu, tak usah ditanya lagi. Menangis? Jelas. Entah sudah berapa liter air mata keluar dari mata ini. Kecewa? Tentu saja. Bahkan hati mulai menyangsikan ke-Maha Besar-an  Allah. Diri mulai bertanya-tanya, “Allah itu kok gak adil ya?”
Merasa sedih dan kecewa itu wajar kok. Kita kan manusia, jadi sangat wajar merasakannya. Hanya saja cukupkan perasaan itu sebatas sedih dan kecewa saja. Jangan ditambah-tambah dengan mengutuki diri sendiri, terlebih lagi menyalahkan keadaan atau menyalahkan takdir Illahi. Hingga kita berkoar-koar ke lagit meneriakkan betapa tidak adilnya Sang Illahi. Astaghfirullah.
Coba tarik napas perlahan. Berpikirlah dengan jernih. Jika kita melakukan itu semua, apakah takdir akan berubah? Ahh, tentu saja tidak bukan. Lalu apa yang bisa kita dapatkan setelah mencerca diri sendiri atau mencerca akan sifat Allah? Semua itu hanya membuang tenaga dan menguras emosi.
Kita mungkin lupa, ada sebuah fase penting dalam perjalanan ikhtiar kita. Tawakkal. Ini harusnya kita lakukan setelah memaksimalkan ikhtiar kita. Seharusnya manusia memasuki fase ini. Fase dimana seorang manusia mempercayakan skenario terbaik kehidupan kepada Robb Nya. Fase dimana manusia dituntut ikhlas menerima segala bentuk takdir dalam kehidupannya. Fase dimana sabar dan syukur itu sangat diuji.
Maka, untuk hati yang tengah terluka oleh mimpi yang kandas, cobalah untuk bertawakkal. Terkadang yang menurut kita baik, belum tentu sepenuhnya baik di mata Allah. Bukankah Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba Nya? Lalu alasan apalagi yang bisa kita kemukakan ketika takdir Allah tak sejalan dengan harapan kita?
Cukuup percayakan saja kepada Allah. Biarlah Allah yang mengatur kehidupan kita. Tugas dan tanggung jawab kita hanya berikhtiar maksimal. Namun, hasil akhir itu hal mutlak Allah. Tak perlu lah kita sibuk mengurusi akhir dari ikhtiar.
Sekarang, usap air matamu. Percayalah, yang sedang kau alami saat ini bukan akhir dari segalanya. Sejenak coba lupakan dulu mimpimu, nikmati segelas kopi hangat atau nontolah beberapa episode drama korea di laptopmu. Insya Allah kau akan menjadi lebih baik lagi dan kembali bersiap mewujudkan segala harapan dan mimpi yang tertunda.

Medan, 25  Juni 2020, 22 : 03 WIB


BUKU; BENDA SAKRALKU



Di setiap frasanya ada rasa
Di setiap paragrafnya ada makna
Di setiap halamannya ada cerita
Dan di setiap sampulnya aka nada tanda tanya

Aku begitu menyukai benda satu ini. Bukan menyukai, tapi sangat suka dan jatuh cinta dengan benda ini. Setiap cerita yang terurai di dalamnya kadang membuat air mata menetes perlahan. Terkadang romansa yang dihadirkan membuat senyumku terlukis. Begitu juga setiap gejolak emosi jiwaku, meronta-ronta di setiap bait kalimatnya.

Ialah, benda sakralku, buku.

Bagiku buku adalah benda sakral. Benda yang benar-benar addictive banget. Bayangkan saja, aku rela gak makan siang demi membeli buku A. Aku juga rela mengikuti berbagai job ini itu demi mencukupkan bilangan agar bisa membeli buku karangan si B. Pokoknya apapun akan kulakukan demi mendapatkanmu, cie elah. Dan selanjutnya aku pun rela begadang demi segera menuntaskan bacaanku.

Buku, memang benar-benar mampu mengalihkan duniaku. Menghancurkan banteng pertahananku. Tapi tidak masalah, aku bahkan sangat menikmatinya.

By the way,  kamu tahu godaan terberat dalam hidupku?
1.      Buku
2.      Online shop
3.      Kamu
Iya kamu !!


Medan, 24  Juni 2020, 22 : 06 WIB


***


DULU DAN SEKARANG



Foto yang diatas sekitar tahun 1995. Sedangkan foto yang dibawah tahun 2017. Artinya 22 tahun telah berlalu. Namun semuanya hampir tidak ada yang berubah. Lemari hias itu tetap kokoh berada disitu. Tidak bergeser satu inci pun. Begitu juga dengan piring dan cangkir unik yang masih tersusun rapi di dalam lemari. Mungkin hanya sedikit berdebu, karena tidak ada lagi nenek yang sigap membersihkan barang-barang koleksinya. Alfatihah untuk nenek tercinta.

Lalu, apa yang membedakan antara dulu dan sekarang? Tidak adakah yang berubah dalam waktu 22 tahun tersebut?

Kita yang berubah.
Kita yang terus tumbuh besar, kuat, bijak dan dewasa.

Dulu hanya memikirikan bagaimana membujuk papa untuk membelikan mainan baru. Atau sekadar memusingkan apa ya cemilan yang akan dibelikan bunda setiap pulang belanja. Namun sekarang semua sudah berubah. Tidak lagi memikirkan hal kecil. Bahkan sudah terlalu banyak yang dipikirkan. Memikirkan deadline pekerjaan yang tak kunjung habis atau bahkan kegelisahan hati yang kala itu kapten tak kunjung datan. Eh

Tapi, bukankah perubahan itu sebuah keniscayaan? Bukankah kehidupan ini hanya diisi oleh perubahan dan perubahan? Karena memang tidak ada yang tetap dan abadi di dunia ini selain perubahan itu sendiri.

Maka teruslah berubah!
Berubah dari ghibah menjadi zikir.
Berubah dari riba menjadi sedekah
Berubah dari nongkrong menjadi tafakur di masjid
Teruslah berubah ke arah yang lebih baik.

Semoga kamu yang disana terus memperbaiki diri ya!!


Medan, 18  Juni 2020, 22 : 26 WIB


***


POWERFULL COMMUNICATION



Haloooo
Haiii
Kali ini aku mau  share tentang ilmu baru nih. Iya, aku baru dapat ilmu baru, jadi tangan ini gatel banget untuk mengabadikan ilmu itu di blog. Kali aja ada yang butuh kan, alhmadulillah aku kecipratan pahalan kan. Hehehehe. Jika bagi kalian ini bentuk ke-alay-an ku, baiklah aku minta maaf atas hal itu.

Ini tentang cara berkomunikasi.
Eh, sebenarnya penting gak sih membahas komunikasi semacam ini?
Menurutku sih ini sangat penting.

Komunikasi menjadi hal penting dalam komunikasi kita, contohnya dalam bekerja, bersosial bahkan berorganisasi. Seorang karyawan akan keliru mengerjakan tugas jika bosnya tidak mampu berkomunikasi dengan baik perihal tugas yang diberikan. Seorang tetangga akan suudzon dengan tetangganya jika ia mendengar sebuah informasi yang disampaikan dengan gaya komunikasi yang salah. Terlebih lagi seorang pemimpin takkan mampu “mengambil” hati rakyat jika dalam berkomunikasi ia masih banyak kurangnya.

Lihat ternyata berkomunikasi itu sangat penting sekali. Sayangnya, tidak semua orang mampu berkomunikasi dengan baik. Tidak semua orang memiliki gaya komunikasi yang supel, enak didengar dan menyenangkan. Makanya butuh tips dan trik agar mampu memiliki komunikasi yang bagus. Nah, kali ini aku berbagi mengenai jurus yang ampuh dalam membangun sebuah komunikasi dengan baik. Mari kita menyebut dengan istilah powerfull communication

Setidaknya ada 3 komponen dalam komunikasi yang memegang peranan sangat penting. Sudah tahukah? Oke baiklah, akan aku coba jelaskan.

Komponen pertama adalah words (7%).
Words maksudnya adalah pilihan kata yang digunakan dalam berkomunikasi. Words memilik andil 7% dalam membangun sebuah komunikasi yang powerfull. Intinya pilihlah kata dan gaya bahasa yang sesuai dan mampu dicerna oleh lawan bicara. Nah, misalnya nih jangan bicara politik di depan anak SMA atau berbicara tentang ibuprofen pada tukang becak. Duh duh duh..ora ngertos euy. Seperti yang aku jelaskan sebelumnya, kita harus menggunakan bahasa yang sederhana dan menyesuaikan dengan lawan bicara.

Komponen kedua adalah tone (13%)
Tone maksudnya disini adalah intonasi, nada atau gaya bicara. Bangunlah komunikasi yang bagus melalui gaya bicara yang tidak terlalu cepat atau lambat. Berikan penekanan pada hal-hal yang dirasa penting. Tahu lagu kan? Nah, kenapa sih lagu lebih cepat dihapal dan lebih mudah dipahami? Ya, itu semua karena lagu menggunakan nada dan intonasi. Namun sayangnya tone hanya berpengaruh 13% saja.

Duh, pasti penasaran ini. Kira-kira apa sih yang sebenarnya paling berpengaruh terhadp komunikasi yang bagus.

Dan inilah dia, komponen ketiga yaitu motion (80%)
Apa itu motion? Motion itu adalah body language, gesture, ekspression. Bahasa lainnya adalah ekspresi kita, mimik wajah kita saat berbicara. Dan ternyata faktor inilah yang berpengaruh paling besar terhadap kualitas komunikasi. Ahh, lihat saja tuh, banyak pelawak yang “garing” karena ekspresi wajahnya yang gak pas. Hehehehe

Walaupun motion memiliki porsi yang besar, tetap saja ketiga unsur dari komunikasi harusnya seimbang agar menghadirkan komunikasi yang berkualitas. Jadi jika seseorang bisa mengeksekusi ketiga jurus ini dengan baik, bersiaplah ia akan didemgarkan oleh lawan bicaranya.


Medan, 14  Juni 2020, 22 : 07 WIB


***




USAHA VS HASIL



“Kak, aku udah usaha maksimal nih. Tapi kok hasilnya gak sesuai dengan usahaku ya?”
“Katanya hasil tidak mengkhianati proses, tapi kok aku merasa dikhianati ya?”

Apakah kalian pernah mengalaminya?
Ahh, aku yakin tentu saja. Hampir semua orang pernah merasakan hal semacam ini. Semua orang pernah memiliki perasaan bahwa hasil tengah mengkhinati proses yang dilakukannya.

Lalu, apa yang kalian lakukan?
Kecewa? Sedih? Menyerah? Marah?
Ahh, kurasa perasaan ini sangat wajar sekali hadir di dalam hati. Bagaimana tidak, usaha yang telah dilakukan secara maksimal tentu saja diharapkan membuahkan hasil yang sesuai harapan. Namun, pada kenyataan malah berbeda.

Jika kamu sedih kemudian menangis maka itu hal yang manusiawi banget. Namun, jika kamu memilih menyerah, aah kurasa itu bukan pilihan yang tepat. Percayalah, sepelik apapun kondisi saat ini jangan sampai menyerah menjadi pilihan. Menyerah bukanlah langkah yang tepat.

Menangislah jika itu memang membuatmu merasa lebih baik. Mengeluhlah jika dengan itu uneg-uneg dan segala kecewa hatimu bisa melebur. Tapi sekali lagi, jangan menyerah. Jika kamu memilih untuk mengibarkan bendera putih, itu artinya kamu memilih kalah. Dan sebanyak apapun orang menyemangatimu tidak akan berpengaruh apapun. Makanya jangan menyerah.

Mari ber positive thinking aja. Jika sampai saat ini Allah masih menangguhkan segala harapanmu padahal usaha kamu udah mati-matian banget, keep positive  saja. Mungkin saja Allah belum ridho untuk mengabulkan harapan itu. Atau bisa jadi Allah sedang menyiapkan hadiah yang lebih besar lagi. Jangan-jangan Allah juga sedang menunggu waktu yang tepat untuk memberikan hadiah itu kepada kamu. Bisa saja sebentar lagi kan?

Ingat ya!
Tugas manusia itu hanya berusaha maksimal.
Urusan hasil itu hak perogeratif nya Allah. Gak usah risau, gak usah cemas perihal hasil dari usahamu. Kamu pasti akan mendapatkan apa-apa yang telah kamu usahakan. Percaya aja deh sama Allah.


Medan, 11 Juni 2020, 22: 10 WIB


                                             ***



DOAKAN SAJA





Kalimat “doakan saja” adalah sebuah kalimat pamungkas dalam berbagai percakapan. Ya, terutama percakapan yang mengandung pertanyaan basa basi untuk mencairkan suasana. Sebagai orang timur kita tentu terbiasa memberikan pertanyaan basa basi, entah memang ingin tahu atau sekadar agar ada bahan obrolan.

Ada berbagai pertanyaan basa-basi yang sering kita dapatkan. Sebut saja pertanyaan kapan ini kapan itu, kapan begini kapan begitu, kapan kesana kapan kesini. Duuh, duuh. Selanjutnya pertanyaan ini akan memnuculkan jawaban basa-basi. Ya, jawaban yang sekadar basa basi doang agar kondisi percakapan masih berada di koridor yang aman dan grafiknya stabil. Eh. Jawaban basa-basi misalnya “hehehe”, “masa sih?”, “memangnya iya?”, “Ahh ada-ada saja”. Sampai ada satu jawaban basa-basi pamungkas yaitu “doakan saja”.

Dan ini juga menjadi jawaban favoritku ketika ada yang memunculkan pertanyaan aneh-aneh. Jawaban ini biasakan aku gunakan untuk sesuatu yang aku tidak tahu kapan pastinya. Ya, daripada aku menyebutkan waktu, terus tahu-tahunya nggak tepat waktu, eeh kan jadi malu. Selain itu pertanyaan netizen yang aneh-aneh itu terkadang memang aku tidak tahu kapan waktu pastinya. Maka mending aku jawab saja dengan jawaban pamungkas “doakan saja ya”.

Seiring berjalan waktu, ternyata “doakan saja” bukan hanya menjadi “jawaban basa-basi. Ia berubah menjadi sebuah sugesti bagiku. Begini, jika ada yang bertanya “kapan” terus aku menjawab dengan “doakan saja”, lalu ternyata seseorang itu benar-benar mendoakan. Nah lho. Hingga Allah mendengar setiap orang yang diam-diam mendoakan kita. Dan ternyata Allah benar-benar kabulkan. Kan Allah Maha mengabulkan doa.

Makanya, sekarang jika masih ada netizen yang suka nanya kapan ini, kapan itu, kapan anu, kapan blablabla. Aku akan sering menjawab dengan jawaban “doakan saja”. Lalu dalam hati kecilku berharap mereka diam-diam mendoakan dan ternyata Allah lebih mengijabah doa mereka.

Jadi kalau ada nanya hal serupa dengan kalian. Coba deh lakukan cara yang sama. Dijamin berhasil  dan lebih menenangkan.

Kapan nikah? Doakan saja

Kapan lanjut S3? Doakan saja

Kapan bukunya terbit? Doakan saja

Kapan waras? Doakan saja (eeh..eh.)




Medan, 16 April 202021 : 12
Hari ini telah berhasil dilalui dengan waras dan bahagia. Yeaaay !!!




***




PINTAR TAK TERLIHAT


Dewi Kwan Inn, Siantar, Sumatera Utara


Ada seseorang ketika di kelas hanya tidur, bermain atau sekadar bermalas-malasan. Akan tetapi, saat ujian atau presentasi ia mampu memberikan hasil yang maksimal. Seolah ilmu yang dipelajari selama ini tersimpan rapi di dalam batok kepalanya. Sehingga ketika ujian, semua jawaban soal mengalir dengan lancarnya.

Lalu, kita dengan naifnya mengambil kesimpulan bahwa ia memang pintar karena memang dasarnya pintar. Kita menyimpulkan bahwa seseorang itu memang pintar secara genetis. Melihat anak professor yang dapat prediket cum laude di kampus, lalu kita beranggapan :
            “Wajar dia pintar, keturunan sih. Bapaknya saja professor”
Melihat teman nyatri yang hafalannya sudah berjuz juz, otak kita pun berpikir :
            “ya iya lah, dia anak Hafizh quran”

Perasaan ini terus menjadi-jadi, hingga dengan tanpa rasa bersalah, kita mendeklarasikan diri bahwa kita tidak akan mampu seperti dia. Kita merasa bahwa dia menjadi hebat, pintar adalah karena anugerah Illahi. Kita tak akan mampu menjadi seperti dia karena Tuhan tidak memberikan anugerah itu kepada kita.

Hingga akhirnya kita tetap bertahan menjadi kita. Tidak ada upaya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Merasa bahwa diri ini memang sudah seperti ini takdirnya. Kita enggan untuk bercermin kepada kesuksesan orang lain. Kita terus men-judge bahwa kesuksesan orang lain semata hanya karena faktor keberuntungan. Astaghfirullah

Hal ini seperti ini sudah jelas harus segera diluruskan. Bisa saja bukan keberuntungan orang lain yang menjadi persoalannya, melainkan cara berpikir kita saja yang kurang jeli. Orang-orang yang kelihatan santai dan cuek, namun memiliki nilai ujian yang cemerlang, bisa saja bukan mereka yang pintar dari lahir. Sangat besar kemungkinan bahwa ia tidak pintar dari lahir, melainkan ia berusaha pintar tapi tidak merasa terlihat.

Tanpa kita ketahui, bisa saja ia telah minum kopi agar bisa terus terjaga sepanjang malam untuk belajar. Bisa saja mulutnya telah berbusa melafalkan semua rumus-rumus yang akan keluar ketika ujian. Ia begitu berusaha maksimal untuk mendapatkan hasil yang bagus dalam ujiannya. Hanya saja ia tak melakukan itu di depan kita. Karena ia memang ingin pintar tapi tidak terlihat oleh orang lain.

Atau juga bisa saja ia mati-matian membaca buku tentang materi yang akan diajarkan oleh bu Guru. Sehingga ketika belajar ia tetap mampu menjawab pertanyaan bu Guru walau ia sedang membaca komik. Apakah ia pintar dari lahir? Belum tentu.

Terkadang ada yang kerjaannya tidur di kelas atau sibuk bermalas-malasan selama pembelajaran. Kita lupa kenapa ia bisa tidur di kelas atau bermalas-malasan? Aah, barangkali ia telah paham dengan apa yang guru atau dosen ajarkan. Namun kita tidak begitu, selalu mengambil kesimpulan dari sudut yang salah.

Begitulah, kita tidak akan pernah benar-benar tahu bagaimana seeorang itu bekerja keras untuk meningkatkan kualitas dirinya. Yang sering kita lakukan adalah mengambil kesimpulan dari sekelumit kisah hidup mereka yang terlihat. Itu sungguh aneh bukan?

Hingga akhirnya kita sendiri yang memilih untuk kalah sejak awal. Kita takut memulai peperangan karena salah dalam melihat lawan. Teman yang kritis kita anggap skeptis. Teman yang hebat, kita beranggapan itu sebuah bakat.

Kita terbiasa mencari-cari alasan untuk memaklumi kemalasan diri sendiri. Menganggap diri ini tak mampu, tak berdaya. Kesuksesan orang lain adalah hasil genetis yang ia peroleh atau anugerah Illahi yang tengah berpihak padanya.

Nah, kalau sudah begitu bagaimana bisa kita meningkatkan kualitas diri?





Medan, 12 April 202021 : 53
Ditulis untuk mencambuk keras jiwa yang tengah dilanda kemalasan.



***



PERTOLONGAN ALLAH

Universitas Sumatera Utara


Apakah kamu pernah merasakan peliknya hidup?
Atau pernah bertemu dengan masalah yang serasa tak ada jalan keluar? Semuanya seakan rumit dan tak terselesaikan. Apa yang kamu lakukan? Tentu saja kamu akan begitu sibuk mendayagunakan segala upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kamu akan wara-wiri meminta bantuan kepada manusia. Kamu berharap mereka akan dapat membantumu menyelesaikan persoalan yang teramat rumit ini.

Apakah cara itu berhasil? Ya. Terkadang cara ini begitu ampuh menyelesaikan kesusahan hidup. Namun jika tidak berhasil, gimana dong? Seolah dunia ini berantakan, seolah diri ini tengah bertransformasi menjadi manusia paling bodoh sedunia. Lalu kemudian hidup pun dirasa semakin tak berguna. Seolah semuanya benar-benar buntu, tiada penyelamat, tiada pertolongan.

Ahh, benarkah seperti itu? Sepertinya  kamu lupa. Ada satu pertolongan luar biasa ketika sedang merasakan peliknya kehidupan yang tengah dijalani. Pertolongan itu bukan sekadar pertolongan. Ia hadir layaknya sebuah keajaiban, datang dengan sebuah skenario yang tidak di duga-duga. Lalu dari siapakah pertolongan luar biasa itu? Apakah dari orang tua ? pasangan hidup? Keluarga besar? Sahabat terdekat? BUKAN. Pertolongan itu sama sekali tidak berasal dari mereka.

“Jika Allah sudha menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal”
(Ali Imrah : 160)

Nah, sudah jelas kan sekarang? Siapa dzat yang memiliki pertolongan luar biasa itu? Siapa dzat yang mampu menghadirkan sebuah keajaiban di tengah riuhnya cobaan yang datang? Siapa dzat yang dengan begitu sempurna menyusun sebuah skenario penyelamatan untuk kita? ALLAH.

Pertolongan dari Allah adalah segalanya. Bukankah firman Allah di atas sudah sangat jelas? Jika Allah sudah menurunkan pertolongannya kepada kita, maka tiada sesiapapun yang mampu menghalanginya. Dan hebatnya lagi ketika Allah benar-benar memutuskan untuk menolong hamba Nya, maka ia akan dengan begitu sempurna menyelesaikan setiap persoalan yang sedang mendera hamba Nya itu. Artinya, jika kita memiliki ribuan bahkan jutaan masalah dan Allah benar-benar telah membantu kita, maka ribuan dan jutaan masalah itu akan hangus dan terbang seketika.

Hebat bukan?
Oh tentu saja. Bukan kita yang hebat, tapi pertolongan Allah yang luar biasa hebat. Mungkin kita telah menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, materi bahkan segala yang kita punya untuk menyelesaikan masalah ini. Tapi bagi Allah, cukup berkata “Kun Fa Yakun”, maka seketika masalah yang terasa berat itu hilang dan musnah. Allahu Akbar !! sekali lagi, ini semua karena pertolongan yang Allah berikan.

Lalu masalahnya dimana? Kenapa kita masih sering berjibaku, stress, kecewa dengan hadirnya berbagai masalah dalam hidup kita?. Apakah kita sudah benar-benar meminta Allah agar memberikan pertolongan Nya kepada kita? Jangan-jangan selama ini kita lupa meminta pertolongan Allah, atau bahkan cenderung tidak percaya dengan pertolongan Allah. Sehingga dengan angkuhnya kita terus berharap kepada pertolongan manusia. Ahh.

Jika memang kita percaya dengan pertolongan Allah, apakah kita sudah benar-benar menjadi hamba yang layak ditolong oleh Allah? Jangan-jangan selama ini kita masih menjadi hamba Nya yang penuh dosa dan maksiat, lalu kenapa ketika ada masalah tanpa rasa bersalah kita mengemis-ngemis pertolongan Allah. Gak malu kah sama Allah? Ahh, mungkin ini salah satu alasannya kenapa Allah tidak juga menurunkan pertolongannya untuk kita.

Lalu, tunggu apalagi!
Bersegeralah mencari dan mendapatkan pertolongan Allah. Sudahlah, tidakkah capek bersandar kepada pertolongan manusia yang jelas-jelas makhluk lemah? Bangun keyakinan dalam diri bahwa Allah mampu menolong hamba Nya, bahwa pertolongan Allah adalah jalan keluar dari sepelik apapun masalah. Lalu jadikan diri ini sebagai hamba yang layak mendapatkan pertolongan Allah tersebut. Dekatkan diri kepada Allah, ikuti semua perintah Nya dan jauhi segala larangan Nya. Insya allah pertolongan Allah itu akan semakin dekat. Percaya aja deh!!



 

Medan, 26 Mei 2019, 08 : 45
Ungkapan dari hati yang tengah rapuh dalam menunggu pertolongan Allah. Bersabarlah wahai hati, pertolongan Allah itu semakin dekat, semakin dekat. Tidakkah kau merasakannya?





***





LEMAH YANG MENGUATKAN





Banyak orang yang mengeluhkan berbagai hal dalam hidupnya. Dari hal yang wajar dan pantas untuk dikeluhkan, sampai dengan hal yang remeh banget. Seolah hidup itu harusnya berjalan sesuai dengan yang ia mau, jika ada kendala sedikit saja maka ribuan keluhan akan keluar dari mulutnya. Aiih.

Mungkin orang-orang seperti ini lupa bahwa ada orang lain yang hidupnya jauh lebih tidak sempurna dari kehidupan yang ia miliki. Ada orang yang bahkan hidup dalam kekurangan, kepayahan dan kezholiman lingkungannya. Ada orang yang akhirnya mencoba berdamai dengan takdir yang Tuhan gariskan. Akan tetapi orang-orang ini berbeda. Mereka tidak sibuk mengeluh, tidak sibuk mengutuki ini itu, tidak sibuk menyalahkan dia dan dia. Mereka malah disibukkan untuk terus menjalani kehidupannya, yang menurut sebagian orang sangat tidak sempurna.

Sungguh sebuah kesenjangan bukan? Orang yang hidup penuh kekurangan, kelemahan, hal yang memayahkan malah menjadi pribadi yang bahagia, penuh syukur, kuat dan hebat. Lalu, mereka yang hidupnya bergelimang kesuksesan, finansial, malah menjadi pribadi yang suka mengeluh manakala ia mendapat cobaan kecil saja. Memang aneh. Tapi begitulah hidup, ada banyak hal-hal aneh yang akan terus kita jumpai.

Otak kita seringkali berpikir bahwa setiap cobaan yang Tuhan berikan adalah bentuk kezholiman Nya? Atau setiap kelemahan yang Ia takdirkan adalah nasib na’as yang harus kita terima? Tentu saja tidak. Bukankah Tuhan itu Maha Penyangang? Tentu saja Ia tidak akan tega memperlakukan makhluk terbaik Nya dengan cara-cara yang tidak pantas. Lalu apa cerita Tuhan memberikan hal-hal yang menurut kita buruk?

Tujuan Tuhan adalah untuk menguatkan. Pernah gak sih menyadari bahwa setiap kelemahan yang Tuhan gariskan itu sebenarnya sedang menguatkan kita? Pernah gak tahu bahwa setiap cobaan itu membuat kita tahan banting dengan setiap cobaan lainnya? Ternyata begitu. Tuhan itu tidak akan pernah sia-sia memberikan apapun kepada hamba Nya, termasuklah itu cobaan atau kesenangan. Selalu ada hikmah dari semua hal yang Tuhan berikan.

Sebuah kondisi di foto ini pernah aku temukan di dunia nyata. Dari mereka aku menemukan bahwa ternyata untuk menjadi kuat tidak harus memiliki hal-hal yang luar biasa atau fantastis. Bahkan kelemahan, kepayahan, kesusahan sesungguhnya bisa menjadi sesuatu hal yang bisa menguatkan. Mereka saja contohnya. Para generasi muda ini sama sekali tidak memerlukan AC atau pendingin ruangan ketika belajar. Padahal di tempat lain sana ada siswa yang mengeluh ketika mati lampu di kelas sehingga AC mereka menjadi tidak berfungsi.

Mereka juga tidak memerlukan ruangan belajar yang bagus dan instagramable. Cukup meja belajar dan papan tulis, mereka menyerap berbagai ilmu dari sang guru. Sayangnya, ada siswa di luar sana yang menjadikan fasilitas, kualitas gedung dan ruangan belajar sebagai salah satu bagian paling penting ketika memilih sebuah sekolah.
Generasi muda nan bersahaja ini juga tidak memerlukan pakaian seragam warna warni ala film Korea. Bagi mereka cukuplah pakaian yang sopan, menutup aurat dan nyaman dikenakan. Toh apapun seragamnya, ilmu itu akan diperoleh kok. Karena ilmu itu tidak dipengaruhi oleh warna seragam, begitu seloroh mereka. Sangat berbeda dengan sebagian generasi muda lainnya yang malah saling melombakan seragam sekolahnya. Mereka bikin baju seragam event ini itu dengan biaya yang cukup fantastis.

Dan satu lagi, generasi muda ini tidak peduli dengan sesulit apapun pelajaran matematika, mereka akan tetap belajar. Ahhh, paling suka deh dengan testimony mereka yang ini. Aku percaya, bahwa kalimat ini bukan hanya tertuju kepada matematika saja (yang katanya terkenal sulit), akan tetapi juga untuk mata pelajaran yang lain. Mereka yang hidup dalam kekurangan ini sama sekali tidak mengeluhkan sulitnya mata pelajaran atau panasnya ruangan belajar. Mereka terus belajar dan menikmati kondisi yang tengah mereka jalani.

Luar biasa, batinku. Ternyata bukan fasilitas lengkap yang membuat kita hebat. Bukan kemudahan-kemudahan yang menjadikan kita sosok luar biasa dan bermental pemberani. Dari mereka aku belajar bahwa kekurangan, hambatan, ancaman dan tantangan ternyata menyimpan sesuatu yang istimewa. Mereka mampu membuat jiwa yang rapuh menjadi lebih kuat, mampu menyulap jiwa yang kerdil menjadi lebih bijaksana. Dan aku teringat dengan sebuah quotes; bahwa angin dan gelombang itu hanya berada di dekat navigator yang handal.

Jadi, jika sekarang kamu tengah berada di sebuah angin badai, nikmati saja prosesnya. Semua kekurangan yang melekat, hambatan yang terus bermain-main di depan mata atau ancaman yang tiada kunjung berakhir, nikmati saja. Toh juga mengeluh tidak akan membuat semuanya menjadi baik-baikk saja. Jangan-jangan kamu adalah navigator atau pelaut yang handal, makanya Allah berikan gelombang dan angin badai di kapal yang tengah kamu kemudikan.

Coba deh tarik napas pelan-pelan, lalu katakan kepada dirimu sendiri;
“Aku baik-baik saja kok”






Medan, 6 November 2018 14 : 50 WIB
Ditulis ketika sedang merasa di dalam sebuah badai dan gelombang yang dahsyat. Sabarlah wahai diri, Tuhan hanya sedang mengetes kemampuan navigasimu.




 ***






TUKANG DRAMA




Memiliki saudara kandung yang semuanya perempuan itu adalah sesuatu hal yang menakjubkan. Kebayang dong ya beberapa perempuan yang rentang usianya tidak begitu jauh kalau udah ngumpul? Semuanya deh jadi bahan omongan. Semuanya juga jadi hal-hal yang dipermasalahakan. Waktu satu jam, dua jam bahkan berjam-jam sekalipun tidak akan cukup menampung semua cerita mereka. Aah, dasar perempuan.

Di keluarga besar kami, hanya keluargaku yang paling banyak cantiknya. Gimana enggak coba, aku adalah anak pertama dengan dua adik. Dan kedua adikku itu adalah perempuan. Itu artinya kami adalah tiga bersaudara yang isinya perempuan semua. Halaah. Alhasil papa adalah  the one and only the most handsome one in my family. Hahaha. Sebenarnya aku punya abang. Tetapi beliau meninggal dunia ketika masih kecil. Dan Allah ganti abang dengan dua adik perempuanku yang lucu dan menyebalkan. Hahaha.

Banyak yang bilang memiliki saudara perempuan itu menyenangkan. Katanya semuanya akan baik-baik saja, terkondisi dan teratur. Aah, kalian yakin? Terus juga katanya saudara perempuan itu jarang berantem, saling sabar dan memahami satu sama lain. Eeh, siapa yang bilang nih? Katanya lagi kalau saudara perempuan itu gak pernah diem-dieman. Mereka akan dengan legowo memaafkan kesalahan saudaranya. Aduuh, please deh. Kok pada hoax semua sih yang bilang itu?

Semua hal yang mereka bilang itu sama sekali tidak aku temukan dalam persaudaraan ala perempuan ini. Bahkan bagiku mereka adalah tukang drama terbaik. Persaudaraan yang timbul antara kami layaknya sebuah drama yang drama banget, sesuatu deh pokoknya. Yaaa terkadang  drama itu menjengkelkan banget tapi geli kalau diingat-ingat. Di waktu lain drama itu bisa banget bikin kesal maksimal namun di saat yang sama malah membuat rindu yang teramat sangat.

Nah, drama persaudaraan kami juga gak kalah hebat dari sinetron atau film India lho ya. Sebuah drama yang natural banget, gak dibuat-buat, tapi bikin keseel dan rindu. Lihat saja, kami selalu berebutan mau pakai jilbab warna ini lah, warna itulah. Entahlah, jilbab yang dipakai saudara itu kok kelihatannya selalu lebih cantik, sehingga hasrat untuk merebut itu kuat banget. Hahaha. Belum lagi kalau kami pakai baju senada, huaaa, bakal rebutan jilbab selama beberapa menit tuh. Akhirnya yang berbesar hati akan mengalah dengan mengganti baju agar memakai jilbab dengan warna lain. Drama banget kan ya? Hahaha.

Bukan hanya jilbab, kami juga suka berebut setiap mau pakai motor. Secara, motor di rumah itu cuma satu. Alhasil ya harus berebut setiap mau pakai motor. Masing-masing kamipun berdalih bahwa urusan kami lebih penting dari yang lain sehingga lebih layak dan pantas menggunakan motor kala itu. Halaah. Hingga akhirnya papa dengan bijaksana membuat jadwal kami menggunakan sepeda motor. Lebay kan? Ya iyalah, wong kami drama banget kok. Hahaha.

Belum lagi kalau si adek ngerusak benda kesayangan kakak atau sebaliknya. Waah, bakal perang dingin beberapa hari itu. Gak sapa-sapaan lah, bahkan hijrah kamar tidur juga. Hahaha. Lalu akhirnya mencari sekutu dengan saudara yang lain, bunda atau papa. Tapi percaya deh, perang dingin  ini gak akan berlangsung lama. Soalnya kalau gak ngobrol sehari sama mereka itu kok ya rasanya beda.

Parahnya kalau ada the last one chocolate di atas meja. Semua dari kami merasa bahwa kamilah pemilik cokelat itu. Kebayang dong kan sesengit apa persaingan yang akan terjadi. Hingga bunda dengan kasih sayangnya membagi tiga cokelat itu kepada masing-masing kami. Nyebelin banget sih, karena harusnya bisa dapat porsi yang lebih besar. Hahaha. Bahkan remote tivi pun bukan masalah yang dianggap sepele. Kami harus benar-benar berkuasa dengan remote itu agar bisa menonton televisi dengan damai dan sejahtera.

Ya, penuh drama banget kan? Begitulah kami. Saudara yang isinya perempuan semua. Aku gak tahu dengan orang lain yang saudaranya juga perempuan semua. Mungkin mereka lebih bijaksana ketimbang kami yang benar-benar tukang drama ini. Bahkan, walau sekarang kami udah jauhan satu sama lain. Sekarang sudah sibuk dengan kuliah dan rutinitas masing-masing. Sekarang cuma bisa ketemu pas lebaran Idhul Fitri doang. Namun yaa, tetap aja drama itu terjadi.

Kalau dulu drmanya live, sekarang via media sosial atau alat komunikasi. Halaah. Jadi jangan heran deh kalau ada diantara kami yang tiba-tiba nelepon sambil nangis-nangis, katanya rindu. Aiih. Terus ada yang nge ping banyak-banyak, minta diisiin pulsa. Urgent banget katanya. Ada juga yang sibuk chat di line  karena habis kena marah pak bos. Aah. Drama banget kan ya?

Lebay? Oh tentu saja. Kami adalah tiga saudara yang penuh dengan ke-lebay-an. Kami adalah anak Papa dan Bunda yang paling hobi berdrama setiap harinya. Ya, kata papa, kami bertiga itu tukang drama terbaik. Oh ya?? Jadi kapan kita ikutan casting sinetron bawang merah dan bawang Bombay?  Hahaha.










Payakumbuh, 31 Agustus 2018 09:40 WIB
Ini adalah hasil selfie terbaik kami hari itu ketika Idhul Fitri 2016. Foto dengan formasi ini ya cuma bisa dijumpai ketika Idhul Fitri doang. Hahaha.





***





BUKA HATI DAN PIKIRAN



Ada sebuah jendela di sudut kamar. Jendela yang dihiasi oleh gorden berwarna putih. Gorden itu bisa ditarik menutup dan membuka. Ia bisa menghalangi atau membiarkan cahaya masuk ke dalam kamar. Kapan gorden itu ditutup? Tentunya ketika semburat cahaya itu ingin dihalangi memasuki kamar. Kapan gorden itu dibuka? ketika penghuninya menginginkan hangatnya sinar mentari menyapa setiap sudut ruangan.

Hati dan pikiran juga sama layaknya kamar yang dihiasi gorden. Selalu ada ‘gorden’ yang membatasi hati dan pikiran manusia terhadap dunia luar. Dan manusia sepenuhhnya punya hak veto untuk membuka ataupun menutup gorden tersebut. Melakukan kedua hal itu sesuka hatinya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan.

Walau mengatur gorden adalah hak veto manusia, tetap seharusnya manusia tetap bijak menggunakan hak veto tersebut. Jangan asal membuka dan menutup gorden. Diperlukan kebijaksanaan dalam melakukannya. Agar cahaya itu  benar-benar masuk ke dalam hati dan pikiran ketika memang dibutuhkan. Jangan sampai cahaya itu malah merusak hati dan pikiran yang telah tertata rapi.

Manusia memang perlu membuka hati dan pikirannya. Tetapi disatu sisi, juga perlu menutup keduanya. Masalahnya adalah kapan? Kapan harusnya manusia membuka hati dan pikirannya serta kapan pula harus menutup hati dan pikirannya?

Dikala sinar kebaikan menerangi kehidupanmu, bahkan menyilaukan matamu. Maka inilah saatnya membuka hati dan pikiranmu. Ambil seberkas sinar kebaikan itu sebanyak-banyaknya. Serap kebaikan itu sekuat yang kau mampu. Nikmati hangatnya cahaya kebaikan itu. Lalu tempah hati dan latih pikiranmu untuk ikut menjadi bagian dari semburat cahaya kebaikan. Hingga akhirnya kau pun ikut memancarkan sinar kebaikan kepada setiap orang ditemui. Saat inilah seharusnya gorden itu kau buka. Lalu membiarkan cahaya itu masuk dan menghiasi relung hati dan pikiranmu. Inilah saatnya kau buka hati dan pikiranmu seluas-luasnya.

Tetapi ketika keburukan sedang menghampiri. Petir dan guruh saling bersahut-sahutan menyambar. Sungguh, ada baiknya kau perlu menutup gorden itu dengan sempurna. Agar tetesan air tidak masuk ke dalam kamarmu. Agar matamu tidak silau menghadapi kilat yang tengah menghiasi langit. Begitu juga dengan hati dan pikiranmu. Ketika keburukan sedang menghampiri, kemaksiatan meraja lela di sekitarmu, ada kezholiman yang tengah menghampiri duniamu. Mungkin ada baiknya kau menutup hatimu.

Menutup hati bukan berarti tidak peduli, acuh atau malah tidak memikirkan sama sekali. Menutup hati dan pikiran adalah bentuk menjaga keduanya agar tak ternoda dengan keburukan dan kezholiman. Menjaga agar hati dan pikiran selalu tertata rapi dalam ruangan yang bernunsa positif. Menjaga agar keduanya selalu putih, bersih dan damai serta terlepas dari hal-hal yang membuat kelam dan nista.

Menutup hati dan pikiran akan menjadi penting ketika kita ingin membentengi keduanya dari segala bentuk kezholiman. Menghalangi sinar keburukan yang bisa berakibat buruk bagi keduanya. Membentengi sesuatu yang nantinya akan merusak hati dan pikiran.

Sudah seyogyanya kita mampu dan bijaksana (tentunya) untuk membuka dan menutup hati dan pikiran kita. Jangan sampai keliru dalam melakukanya. Karena ketika hati dan pikiran dibuka pada saat yang tidak tepat, percayalah nilai keburukan akan sangat gampang mempengaruhinya. Begitu juga sebaliknya, ketika seberkas sinar kebaikan datang namun kita masih terus menutup hati dan pikiran, maka cahaya itu tiada berguna. Sekuat apapun ia mengajak diri untuk mengikuti kebaikan tersebut, ya tetap tidak akan mempan.

Nah, mulai sekarang belajarlah untuk membuka dan menutup hati serta pikiranmu dengan benar-benar tepat. Percayalah, kamu akan merasakan efek yang luar biasa. Dan tunggu saja, akan datang keajaiban dalam hidupmu.








Payakumbuh, 20 Agustus 2018, 17 : 25 WIB
Foto itu adalah kiriman Kak Afifah ketika menginap di sebuah hotel di Kota Bandung. Kata beliau sih hotelnya lumayan recommended.





***




PERHATIKAN LANGKAHMU!


Pada tulisan ini, aku ingin mengajak kalian bernosltagia dengan perjuangan kalian, dan aku juga tentunya. Apakah kalian sedang berjuang? Oh tentu saja, karena akupun disini akan terus berjuang, berjuang untuk mendapatkanmu, eeaak. Sesekali kita perlu melihat dan menapak tilasi semua perjuangan dan perjalanan yang telah kita lalui. Bukan untuk berbangga diri atas pencapaian yang telah diperoleh. Bukan juga unntuk membandingkan diri dengan orang lain. Akan tetapi hal ini untuk mengambil ibroh, manfaat serta nasehat dari sekelumit perjuangan yang telah dilakukan.

Sekarang coba ingat-ingat kembali perjalanan panjang yang telah di lewati. Setapak demi setapak jalan yang telah ditempuh. Selangkah demi selangkah yang kini telah berubah menjadi sebuah perjalanan panjang. Aah, ternyata kita sudah begitu jauh melangkah. Ternyata ada banyak perjuangan yang telah ditaklukkan. Perjuangan dan perjalanan itu akhirnya menyulap kita menjadi seseorang seperti saat sekarang ini.

Perjalanan itu benar-benar telah mengantarkan diri berada di puncak kesuksesan. Lihat saja dirimu saat ini. Bisa saja saat ini sudah terkenal dan dikenal banyak orang. Bisa saja saat ini sudah sangat dihargai oleh banyak orang. Dan bisa saja mereka yang amat mengenal dan menghargai mu terlihat begitu “kecil” dalam pandanganmu. Tak pelak lagi, pujian, sanjungan dari mereka datang bak air sungai ketika hujan, begitu deras tanpa henti. Sanjungan itu akhirnya menjadi hembusan angin yang semakin menggairahkan aura kesuksesanmu.

Bahagia? Oh tentu saja. Bahkan sangat bahagia. Semua orang akan bahagia ketika ia berada di posisi ini. Ketika harta berlimpah, ketika pujian dan sanjungan datang menghujani. Ketika banyak orang mengetahui hal ihwal diri ini. Ketika semua orang menghargai, menghormati bahkan mengagumi. Ya, ketika itu kesuksesan memang sedang menghampiri badan diri. Tuhan terasa begitu baik dengan setiap takdirnya. Hidup juga begitu sempurna dengan setiap lika liku nya.

Kebahagiaan yang hakiki ini sering membuat sebagian orang, aah mungkin lebih tepatnya kebanyak orang terlena, terlupa dan terperdaya. Mereka hanyut dalam setiap kesuksesan yang diperoleh. Mereka lupa bahwa kesuksesan itu tidak bertahan selamanya, Karen Tuhan akan mempergilirkan kebahagiaan itu. Mereka juga lupa bahwa dalam hidup tidak ada kata abadi, semuanya akan berubah, bisa saja besok, lusa atau bahkan sebentar lagi.

Keterlenaan ini membuat kebanyakan orang sering lalai dalam bahagianya. Mereka juga ceroboh dalam menikmati kesuksesannya. Mereka sering lupa bahwa tindakan kecil, remeh mereka akan membuat kesuksesan dan kebahagiaan mereka terusik. Mereka lupa bahwa rasa sombong, angkuh dan congkak sejatinya akan meluruhkan nilai-nilai kesuksesan dan kebahagiaan itu. Mereka juga sering lupa bahwa ada orang-orang asing di sekitar mereka yang begitu terusik melihat kesuksesan itu. Mereka lupa bahwa ada orang-orang yang siap menghilangkan kebahagiaan itu secepat mungkin. Sekali lagi, mereka hanya lupa, lebih tepatnya benar-benar lupa.
Maka dari itu, jangan terlena dengan kesuksesan dan kebahagiaan itu. Walau diri ini memang sangat bahagia paripurna, tetap perhatikan langkah perjalananmu. Lihat saja, batu-batu runcing itu takkan menghilang dari perjalananmu. Ia akan setia menemani perjalananmu, sekalipun kau sedang berbahagia atau berduka. Ia akan siap menghantam langkah kakimu ketika kau sedikit saja terlena dan akhirnya lupa memperhatikan langkahmu.

Jangan kau lupakan pula perbukitan penuh jurang yang menghiasi kiri kanan pemandanganmu. Sesunggunya mereka sangat siap menghantamu. Jangan sesekali terlena dengan hembusan angin sanjungan yang sering berhembus di telingamu. Terlena sedikit saja, hembusan angin sanjungan itu akan menghantam kehidupanmu ke dalam jurang atau membuatnya terjatuh hingga bertemu bebatuan yang runcing, bahkan mereka bisa membuatmu terjepit di antara bukit yang penuh dengan jurang.

Jangan terlena dengan setiap apapun yang kau dapati saat ini. Apakah itu kebahagiaan atau juga kesedihan. Selalu bersiap siagalah. Selalu waspadalah. Karena tanpa kau sadari ada batu runcing yang siap menjatuhkan, ada bukit yang siap menghimpit dan ada jurang yang siap memelukmu. Sudah siapkah bertemu hal-hal mengerikan seperti itu? Ahh, makanya selalulah perhatikan langkahmu.



Payakumbuh, 06 Agustus 2018, 10:36
Tulisan in ditulis di bawah sinar matahari kota Payakumbuh. Kalau sedang di kota ini, matahari pagi adalah sesuatu yang selalu ditunggu-tunggu, menghangatkan siih. Hehehe.





***






TEMPAT KEMBALI


Payakumbuh

Sejatinya seorang manusia menjalani hidup di dunia ini seorang diri. Tidak ada orang yang benar-benar selalu ada saat dibutuhkan. Tidak ada orang yang benar-benar bisa membersamai sampai akhirnya Allah mengatakan ‘waktunya pulang’. Bahkan di dalam rahim saja, manusia pun berjuang sendiri. Lahir dalam keadaan sendiri, menjalani hidup dalam kesendirian, hingga akhirnya menghadap Illahi sendiri, berada di dalam kubur sendiri. Hingga akhirnya sampai kepada hari pembalasan, manusia tetap akan sendiri mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.

Akan tetapi Allah itu Maha Baik, amat Baik malahan. Sehingga dengan kasih sayang Nya, Dia tidak akan membiarkan hamba Nya terlunta-lunta dalam kesendirian di dunia ini. Dia menginginkan hal terbaik untuk setiap hamba Nya, tanpa ada niat menzholimi atau mengecewakan hamba tersebut. Begitulah, sehingga Allah menjaga hamba Nya melalui orang-orang yang  Ia pilhkan dari makhluk Nya untuk selalu membersamai hamba tersebut.

Sekelompok orang yang menjadi tempat kembali yang tidak pernah menolak kehadiran seseorang yang akan datang. Walau orang yang datang itu dalam kondisi teramat mulia atau hina, pintu mereka akan selalu terbuka. Walau orang yang datang itu sangat kaya sekali atau miskin sekalipun, pelukan dan rangkulan mereka akan sama eratnya. Sekelompok orang itu selalu siap menerima kondisi, apapun bentuknya, apapun kejadiannya. Sekelompok orang inilah yang diamanahi Allah untuk menjadi pendukung bagi hamba Nya, untuk menjadi teman berbagi suka duka, menjadi peluruh nestapa, menjadi penyemangat jiwa. Dan kalian tahu, manusia memberi istilah tertentu untuk sekelompok orang ini, yaitu dengan sebutan KELUARGA.

Setiap manusia di dunia ini memiliki keluarga. Apakah besar atau kecil, harmonis atau dipenuhi cekcok, semua manusia itu memiliki keluarga. Keluarga merupakan sekelompok orang yang memiliki hubungan emosional yang paling dengan kita. Dari merekalah kita pertama kali belajar nilai-nilai kehidupan. Dari merekalah kita bertahan hidup sampai seperti saat ini. Dari merekalah bocah kecil yang dulu tak berdaya berubah menjadi sosok yang luar biasa.

Keluarga adalah malaikat yang Allah kirimkan untuk menjaga kita di dunia. Mereka adalah bentuk kasih sayang Allah yang Dia hadirkan dalam wujud manusia. Keluarga adalah orang paling jujur di dunia ini. Mereka akan tanpa segan mengoreksi setiap kekurangan yang kita miliki, mereka siap mendengar mulut kita menyebut sederetan aib diri ini, mereka kemudian merangkul kita dengan erat saat kita kehilangan arah. Dan mereka adalah satu-satunya orang yang tidak akan meninggalkan kita saat diri ini sedang berada dalam kondisi terpuruk. Ya, itulah keluarga.

Entah kenapa ikatan emosional keluarga itu betul-betul dekat, erat dan intim. Mungkin karena darah dan genetik yang sama. Seolah benar-benar merekatkan hubungan sebuah keluarga. Garis keturunan yang selaur itu juga membuat sakit dan bahagia itu bisa dirasakan bersama-sama. Bukankah keluarga itu akan selalu tertawa bersama bahkan mengurai air matapun juga bersama? Jika ada sebuah keluarga yang tertawa dalam tangisan pilu keluarganya, aah, mungkin mereka adalah keluarga yang tertukar.

Memiliki keluarga adalah sebuah nikmat Allah yang tiada duanya. Kita boleh-boleh saja tidak memiliki teman dekat, relasi ternama, atau jumlah followers yang mencapai angka jutaan itu. Namun kita tidak akan bisa melanjutkan hidup tanpa kehadiran sebuah keluarga. Mereka itu teramat penting.

Lihat saja, ketika para sahabat, relasi bahkan followers meninggalkan kita karena kesalahan yang kita perbuat, tangan keluarga selalu terbuka untuk menerima kedatangan kita. Ketika kita sedang berada dalam kondisi terburuk, hanya keluarga yang siap mengayomi kita bahkan bersikukuh membela kesalahan-kesalahan kita. Ketika kita membutuhkan jalan keluar dari segala persoalan kehidupan, keluarga lah yang paling ikhlas menolong kita, tanggap dan serius menemukan solusi dari persoalan kita.

Jadi, jika kalian memiliki keluarga besar dan harmonis. Syukurilah. Jaga keakaraban dan keharmonisan itu. kalian adalah orang yang beruntung di dunia ini, karena tidak semua orang memiliki keluarga seperti yang kalian miliki. Well, memang terkadang keluarga kelihatan nyeselin banget. Tapi percayalah, itu hanya ungkapan lain dari rasa sayang yang dimilikinya. Jangan menjadikan kesalahan kecil keluarga memutuskan ikatan emosional yang begitu erat. Jangan biarkan omongan yang tidak pada tempatnya meleburkan ikatan kasih sayang itu.

Percayalah, kita tidak akan bisa apa-apa tanpa dukungan sebuah keluarga. Jadi teringat sebuah pesan Dominic Toretto di dalam serial Fast and Furious 6. Dia menyatakan bahwa Karena keluarga tidak akan pernah membalikkan badan kepada sesama keluarganya. Tidak akan ada keluarga yang meninggalkan keluarganya. Tidak akan ada keluarga yang tidak peduli dengan keluarganya. Dan tidak ada keluarga yang berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya.

Maka, berkeluargalah!, eeh. Kok pesannya jadi ngawur gini ya?




Medan, 25 Juli 2018, 08 : 43
Ini adalah sebagain kecil dari keluarga besarku. Foto ini diambil ketika momen Idhul Fitri 2015. Ya, hari raya adalah hari kumpul keluarga terbaik sepanjang masa.
_pendosa yang ingin bermanfaat_





***





FOKUSKAN ARAHMU




Salah satu hal yang menjadi perhatian seseorang ketika hendak melaksanakan sholat adalah menetapkan arah sajadahnya. Atau sama artinya menetapkan arah sholat kemana hendak dilakukan. Sudah seharusnya sholat dilakukan menghadap ke arah tertentu yaitu kiblat. Menghadap kiblat sendiri merupakan salah satu dari enam syarat sah sholat. Itu artinya jika seseorang tidak melakukan sholat menghadap ke arah kiblat, sholatnya tidak akan sah.

“Jika engkau hendak sholat, maka berwudhu lah dengan sempurna. Kemudian menghadaplah ke kiblat” (HR. Bukhori dan Muslim).

Beberapa aplikasi pun dirancang untuk menemukan arah sholat paling sempurna. Di beberapa langit-langit kamar hotelpun sering dipasang tanda seperti panah yang menyatakan arah sajadah ketika seorang muslim ingin sholat. Sebegitu pentingnya arah sholat ini. Bahkan keabsahan sholat seseorang juga akan diragukan ketika ia menetapkan sajadahnya ke arah yang kurang tepat.

Arah di dalam sholat menunjukkan tujuan kemana sholat itu. Bukan bermaksud menyembah ka’bah, melainkan menyembah penciptanya ka’bah. Ketika sholat dilakukan menghadap kiblat, itu sejatinya mengingatkan kita bahwa ada Dzat yang menguasai ka’bah. Ada Dzat yang sangat berhak kita agungkan dan kita sembah. Ka’bah hanya menjadi simbol yang mengingatkan kita terhadap tujuan dari ibadah sholat yang dikerjakan, yaitu ibadah kepada Allah swt.

Berbicara perihal tujuan dan sebuah kefokusan, juga berarti tentang perjalanan. Sebuah kapal yang berlayar di tengah lautan, bus yang melaju kencang di jalanan atau pesawat yang sedang mengudara juga memiliki tujuan masing-masing. Semua perjalanan itu memang berkelana entah kemana, menikmati setiap kota yang dikunjungi, melewati badainya perjalanan. Tetapi semua perjalanan itu mengarah pada satu titik yaitu tujuan. Kapal, bus dan pesawat itu memiliki tujuan masing-masing. Tujuan itu yang mengarahkan arah perjalanan mereka. Apapun bahaya, kendala yang dihadapi akan ditangani segera. Demi mencapai tujuan yang mereka inginkan. Semua perjalanan akan sangat fokus terhadap tujuan perjalanannya.

Hidup juga seperti sholat, juga seperti sebuah perjalanan. Kita perlu mengarahkannya kepada sesuatu titik atau tujuan yang jelas. Apa yang ingin dicapai dalam hidup? kehidupan seperti apa yang diinginkan? Akhir kehidupan seperti apa yang akan dituju? Semua itu harus jelas, fokus dan terarah. Bahkan sejatinya kita perlu merumuskan dengan tepat apa tujuan dari kehidupan ini. Bukan sekadar ingin have fun, enjoy atau sekadar menikmati hidup saja. Seseorang yang cerdas harus benar-benar merumuskan tujuan dan fokus hidupnya dengan tepat, ingat ya! dengan tepat.

Karena tujuan yang tepatlah yang akan mengantarkan kehidupan menjadi lebih baik. Fokus dan arah yang benarlah yang kemudian membuat seseorang merasa puas dan sempurna dengan segala kehidupannya. Tujuan yang tepat dan terarah akan membuat seseorang akan terus bergerak pada langkah-langkah yang tepat dan terarah juga. Sebaliknya, sebuah tujuan hidup yang salah akan membuat hidup berada pada koridor yang salah lagi keliru. Apalagi kehidupan yang tidak memiliki arah yang tepat, aah ibaratkan kapal yang terombang-ambing di tengah lautan tanpa tahu harus kemana mengarahkan kemudi kapalnya. Nauudzubillah.

Sekarang begini. Coba deh bayangkan ketika arah kehidupanmu kacau, berantakan dan tidak menentu. Lalu warna kehidupan itu berubah-ubah sesuai dengan keinginan dan mood yang punya kehidupan. Beberapa badai, masalah dan cobaan menghantam kapal kehidupan tersebut. Akibatnya kapal kehidupan itu berhenti di tengah deburan ombak samudera yang ganas. Tidak tahu lagi ingin membelokkan arah kemana lagi. Sang nakhoda mulai kebingungan menemukan arah yang tepat. Kapal kehidupan seperti inikah yang didam-idamkan banyak orang? Ahh, tentu saja tidak. Atau mungkin lebih tepatnya, pantaskah kehidupan seperti ini masih bisa dikategorikan sebagai kehidupan? Astaghfirullah.

Tentunya kita tidak menginginkan kehidupan yang berakhir naas layaknya kapal yang terombang-ambing di tengah lautan. Makanya kita perlu merumuskan tujuan kehidupan. Kita perlu membuat arah tujuan hidup itu lebih fokus dan terarah. Arah yang memang dari awal telah benar-benar kita tetapkan. Dan apapun yang terjadi selama kehidupan berlangsung, bagaimanapun peliknya masalah atau cobaan yang dihadapi, jangan biarkan arah itu berubah walau hanya satu derajat. Pertahankan arah itu. Kenapa? Karena ketika arah itu berubah, maka tujuan pun akan berubah.

Terus bertahan dengan arah dan tujuan yang telah ditetapkan. Still focus!!. Percaya deh, ketika kita menjadikan sesuatu itu sebagai fokus dalam hidup, maka kita akan mendapatkannya. Dan bukankah sebuah kaca pembesar mampu membakar kertas di bawah sinar matahari hanya karena ia fokus? Mungkin butuh waktu yang lama sebuah lup itu membakar kertas, tapi percayalah ketika ia benar-benar fokus dan sedikit kesabaran, maka kertas itu akan terbakar kok.

Begitu juga dengan hidup. Yang amat kita perlukan adalah fokus. Mau nikah? Ya fokus dan serius dong belajar ilmu-ilmu munakahat. Mau lanjut kuliah di luar negeri? Fokus dong belajar bahasa, cari informasi dan beasiswa. Mau masuk syurga? Fokus dong maksimalkan ibadah wajib dan sunnah kemudian berakhlak mulia. See? Fokus adalah inti dari semua permasalahannya. Tenang saja, bentuk ke-fokus-an itu akan dinilai sama Allah. Perihal waktu saja kapan Allah akan memberikannya kepada kita. Ya, terkadang Allah juga memberikan dalam bentuk yang berbeda. Tunggu saja, insya allah akan diberi oleh Allah kok.




Medan, 23 Juli 2018, 15 : 37
Tulisan ini adalah gubahan tulisan ketika pertama kali mengikuti training jadi penulis dengan mentor andalan, kak Afifah.
_pendosa yang ingin bermanfaat_




***




MENJADI CANTIK


Medan, Sumatera Utara

12 Mei 2015

Akhirnya hari ini menjadi saksi bahwa ternyata aku cantik, eeh lebih tepatnya merasa cantik. Ini bukan lebay ala-ala kids jaman now, tapi beneran deh, penampilan aku hari ini benar-benar sangat berbeda dari aku yang biasanya. Ini semua karena hari ini adalah salah satu dari sekian hari istimewa dalam hidupku. Aah, seharusnya aku merasa setiap hari itu selalu istimewa.

Hari ini aku mengikuti sebuah perayaan wisuda magister ku. Tentunya kalian bisa membayangkan betapa istimewanya hari ini. Aku yang gak ngerti perihal eye shadow, blass on, dan lain sebagainya, tiba-tiba hari ini menjadi paham bagaimana bentuk bahkan cara menggunakannya. Wajahku yang biasanya terlihat bak orang ndeso, kampungan, tiba-tiba berubah bak seorang putri kerjaan yang cantik (menurutku) tanpa jerawat dan komedo menghiasi wajahku. Kurang cantik apa coba aku hari ini, hehehe.

Bukan hanya perihal cantik yang ku pelajari hari ini. Ada hal lain yang aku rasakan. Ternyata untuk menjadi cantik itu memang sakit. Untuk menjadi cantik itu penuh pengorbanan dan rasa penyiksaan yang luar biasa, hahah. Lebay sih memang, tapi memang begitu yang aku rasakan. Gimana gak menyiksa coba, demi menjadi cantik di hari spesial ini aku rela bangun-bangun pagi banget. Bayangin deh jam 3 aku udah bangun, mandi lalu bersiap-siap. Ya, biasanya aku juga bangun jam segitu sih, tapi tentu tidak untuk hal yang seremeh ini, hehehe.

Bukan hanya bangun dan mandi se dini hari itu, aku juga harus melintasi jalanan ibukota yang jelas-jelas berwarna hitam pekat itu. Tiada kendaraan yang menyaingi perjalananku hari itu. Hanya lampu jalan yang kadang berkedap-kedip ditambah lagi dinginnya angin malam yang menusuk ke tulangku. Ada perasaan gak enak aja sendirian melintasi jalanan ibukota. Serem-serem gimana gituu.

Aku juga harus rela duduk berjam-jam di depan seseorang yang bersiap mengubah wajahku. Aku harus merelakan wajahku dipoles di sana-sini. Eh, jangan kalian bayangkan sentuhannya lembut dan menyenangkan. Terkadang seseorang itu memberiku sedikit efek sakit, ngeri, perih dan banyak hal deh. Gini nih, kalau jarang dandan, sesekalinya dandan langsung wajahnya sakit semua, hihi. Belum lagi kalau seseorang itu menyuruh gak boleh gini, gak boleh gitu, gak boleh gerak, gak boleh kedip, aah, pokoknya semuanya gak boleh deh. Aku harus menahan rasa kesemutan karena harus duduk cantik gak boleh gerak-gerak bak seorang sinden. Aah, betapa ini sangat tidak menyenangkan bagiku.

Begitulah. Aku baru didandan sehari ini aja benar-benar merasakan bahwa menjadi cantik memang sakit, menyiksa dan perlu pengorbanan.

Tetapi apakah aku benar-benar telah menjadi cantik? Aah, secara fisik mungkin iya, *ya ampun, ini geer banget*. Tetapi menjadi cantik secara fisik itu tidak abadi. Lain halnya ketika kita menjadi cantik karena inner shalihah yang dimiliki. Izinkan aku mengganti inner beauty dengan inner shalihah ya. Heheh. Menjadi cantik karena jiwa dan karakter yang positif itu jauh lebih cantik ketimbang mereka yang hanya cantik karena faktor fisik belaka. Dan yang lebih parahnya, menjadi cantik jiwa itu perlu perjuangan yang lebih ekstra ketimbang menjadi cantik fisik. Perlu pengorbanan yang gak sembarangan.

Sebut saja berkorban karena kepanasan mengenakan hijab panjang sesuai syariat di antara mereka yang masih menghiasi rambut panjangnya dengan pita. Berkorban karena tidak ada lagi kongkow-kongkow gak jelas dengan mereka yang bukan mahrom. Berkorban untuk selalu terjaga setiap malam agar bisa terus bermunajat kepada Sang Illahi. Berkorban menahan godaan makan dan minum karena sedang puasa sunnah. Berkorban menahan keinginan nonton bioskop karena jadwalnya yang bentrok dengan kajian wajib. Termasuklah berkorban untuk tidak pacaran demi menanti pasangan halal yang diridhoi Allah.

Nah, kalian lihat? Itu butuh pengorbanan yang luar biasa. Butuh perjuangan yang ekstra. Tentunya sedikit lebih menyiksa ketimbang menahan kesemutan karena di dandani atau perihnya mata karena memakai eye liner. Memang menyiksa, karena inilah hakikat cantik sesungguhnya. Inilah cantik yang harusnya menjadi tujuan akhir seorang perempuan. Sebuah cantik yang takkan luntur karena air. Cantik yang takkan berkurang karena bertambahnya usia.

Makanya, menjadi cantik yang sesungguhnya bukan tentang wajahmu yang terlihat menawan di depan orang lain. Bukan tentang riasan yang dikenakan atau baju yang dipakai. Karena kecantikan seperti itu akan luntur oleh air, pupus oleh waktu dan habis termakan usia. Yang diperlukan cantik itu adalah jiwa, bukan fisik aja. Memang berat dan penuh perjuangan. Tetapi bukannya tidak bisa kan?

Teruslah melatih diri untuk memiliki kecantikan fisik yang hakiki. Tempah terus jiwa dan karaktermu agar menjadi pribadi yang lebih baik. Percayalah, jika kamu telah berusaha dan konsisten untuk terus melakukannya, kecantikanmu akan mengalahkan bidadari. Dan pada akhirnya bidadari pun akan cemburu padamu.

Yuk, menjadi cantik!! Tentunya cantik jiwa dong.




Medan, 19 Juli 2018, 11:36
Foto ini adalah momen betapa aku merasakan sakitnya menjadi cantik (secara fisik). Terima kasih telah membuatku merasa cantik ketika itu ya Salon Valo Mode. But, im not beautifull anyomore lah.
_pendosa yang ingin bermanfaat_



***




PERPISAHAN


Kompleks MMTC, Medan

Mereka bukanlah teman yang membersamaiku begitu lama. Mereka juga bahkan tidak mengenal aku seutuhnya. Mereka juga bukan tempat dimana aku berbagi keluh kesah. Ya, mereka hanya sebatas rekan kerja. Rekan kerja yang hanya aku temui di beberapa hari saja setiap minggu. Rekan kerja yang hanya say hello, lalu masing-masing akan berkutat dengan pekerjaanya. Mereka adalah rekan kerja yang kemudian menjadi sesuatu istimewa di kemudian hari.

Sebuah bimbel terkemuka di kota Medan yang menjadi saksi pertemuan kami. Ya, kami adalah tenaga pengajar di bimbel tersebut. Entah kenapa persahabatan dadakan ini bisa muncul, aku lupa asal muasal nya, hihi. Ya, awalnya kami memang hanya sebatas rekan kerja, saling bertegur sapa di kantor, saling membantu urusan pekerjaan, ya sebatas itu saja lah. Tetapi beberapa bulan setelah saling mengenal, akhirnya rekan kerja menjadi sahabat.

Aku membersamai mereka hanya berbilang bulan saja. Well, mungkin hanya sekitar sembilan bulan saja. Dan ikatan persahabatan dadakan ini malahan muncul di bulan-bulan akhir kebersamaan kami. Ahh, betapa memilukannya bukan? Harusnya kami nongkrong, belanja bareng atau nonton bareng itu sejak awal ketemu, bukan di akhir-akhir seperti ini. Kan, jadinya gak menikmati waktu bersama mereka. Hiks.

Foto yang aku posting itu adalah sebuah dokumentasi perpisahan kami. Ya, ketika aku kembali membuat sebuah keputusan besar dalam hidupku. Aku memutuskan untuk meninggalkan kota Medan dan kembali ke kampung halaman. Setelah menamatkan studi pasca sarjanaku, aku memutuskan untuk mengabdikan seluruh ilmu itu di kampung halaman, hitung-hitung ini caraku membangun kampung halamanku. Pencitraan banget kan ya, hihihi.

Dan selalu begitu. Aku pasti akan mengorbankan sesuatu atau seseorang ketika mengambil sebuah keputusan besar. Dan kali ini, aku terpaksa mengorbankan ikatan persahabatan dengan mereka. Sebenarnya berat hati, bahkan sangat berat hati ketika harus mengorbankan persahabatan nan mulia. Aah, entah sudah berapa kali ikatan persahabatan aku rusakkan hanya karena kepergianku dalam melakukan sebuah keputusan yang besar. Hey para sahabat yang aku cintai, semoga kalian semua memaafkan keegoisanku ya.

Keputusan besarku ini mengantarkan kami untuk saling bertemu dan bercerita di hari itu. Ya, foto di atas adalah sebuah dokumentasi perpisahan antara aku dan mereka. Baiklah, aku menyebut ini dengan istilah perpisahan. Berpisah karena kami memang benar-benar berpisah. Aku memutuskan untuk meninggalkan kota ini, bukankah itu artinya kami akan berpisah? Aku memutuskan untuk kembali merusak ikatan persahabatan yang nyata-nyata nya masih seumur jagung, melepaskan semua kebersamaan yang telah susah payah dibangun. Bukankah itu artinya sebuah perpisahan?

 
Kenapa sih harus meninggalkan kota ini?
Setidaknya begitu pertanyaan mereka ketika aku memberitahukan keputusan besar ini. Aku terdiam, tidak tahu harus menjawab apa, bingung harus menjelaskan apa. Entah apa yang menguatkan hatiku untuk benar-benar harus meninggalkan kota ini dan segera berpindah ke kotaku. Ahh, maafkan aku sahabat yang tidak memberikan jawaban memuaskan perihal pertanyaan itu. Aku hanya berharap menjadi pribadi yang lebih baik lagi di kotaku, bukan di kota ini.

Hingga pelukan hangat dengan sedikit deraian air mata mengantarkanku meninggalkan kota ini. Melihat mereka dari kejauhan sambil melambaikan tangan seolah menahan langkahku untuk bertahan saja di kota ini. Apakah aku harus di sini saja? Well, mereka berhasil membuatku ragu dengan keputusanku. Tetapi aku harus tetap mantap melangkah. Aku harus benar-benar pergi meninggalkan kota ini, bukan karena kota ini tidak baik, kejam, jahat atau apalah. Hanya saja aku harus meninggalkan kota ini, sepertinya ia bukan tempat yang cocok untukku mewujudkan semua impian. Sepanjang perjalanan antara kota ini ke kotaku, aku mulai menyusun rencana-rencana terbaik perihal masa depan yang akan aku bangun di sana.

Dan begitulah. Manusia hanya bisa berencana dengan sematang-matang perencanaan. Manusia hanya hampu berusaha dengan semaksimal ikhtiar yang dia bisa. Akan tetapi ia tak kuasa menentukan takdir dalam hidupnya. Ada Dzat yang jauh lebih berkuasa daripada perencanaan dan persiapan yang matang itu. Ada Dzat yang memiliki takdir terbaik yang telah Ia tetapkan untuk kita, hamba-Nya.

Sang Maha Kuasa itu berkata lain dengan takdirku. Ia kembali menggerakkan raga ini untuk kembali ke kota ini. Tepat tiga bulan setelah aku menginjakkan kaki ke kampung halaman, takdir membawaku kembali ke kota ini. Ahh, rasanya belum kering air mata perpisahan itu dari mata ini. Belum terhapuskan bagaimana wajah mereka yang sedih melepaskan kepergianku. Dan aku? Akhirnya kembali menancapkan kaki ku di kota ini.

Banyak yang bertanya kenapa? Ada apa? aah, jangankan kalian, aku juga sering bertanya akan hal ini kok. Kenapa takdir membawaku kembali ke sini? Ada apa dengan kota ini? Apakah ia benar-benar bisa mewujudkan semua impianku? Pertanyaan-pertanyaan itu berseliweran di dalam benakku. Hanya saja tak sempat aku pertanyakan. Kepada siapa aku harus memberikan pertanyaan ini? Siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini? Mungkin hanya Pemilik Takdir saja yang berhak untuk ditanya dan memberikan jawaban. Bahkan sampai detik ini aku masih belum bisa menemukan kenapa aku masih di sini? Mungkinkah ada urusanku di sini yang belum selesai? Tetapi apa ya Robb?





Medan, 03 Juli 2018, 18:37
Tulisan ini muncul karena aku sudah mulai lelah berada di sini. Adakah seseorang yang bisa mengeluarkanku dari kota ini?
_pendosa yang ingin bermanfaat_



***



 CELENGAN RINDU


Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru, Riau

Ini adalah sebuah dokumentasi yang kita abadikan sekitar tahun 2015. Ya, bukankah ini sudah sangat lama? Aku sangat suka mengamati lamat-lamat wajah kalian yang ada di foto ini. Tiga tahun berselang dari pertemuan ini, semoga kalian tetap cantik seperti di foto ini. Semoga kalian tetap tersenyum seperti di foto ini. Dan semoga hari-hari kalian juga seindah sore yang kita lewati di kala itu.

Allah mempertemukanku dengan tiga orang luar biasa ini sekitar tahun 2012. Ketika aku berhasil menamatkan kuliah S1, Allah menakdirkan aku untuk mengabdi di sebuah pondok pesantren di kota Pekanbaru. Nah, pondok itulah yang kemudian berhasil mempertemukan kita berempat.  Membersamai kalian bukanlah berbilang tahun. Aku bersama kalian hanya sekitar sembilan bulan saja. Karena Allah kembali memberikan takdir yang berbeda, yaitu aku harus melanjutkan sekolah Pasca Sarjana ku di kota Medan. Kita akhirnya berpisah di pertengahan 2013. Hingga kembali takdir Allah mempertemukan kita pada pertengahan tahun 2015.

Boleh aku perkenalkan kalian? Tiga orang sahabat terbaik yang menemani hari-hariku selama mengajar di pesantren. Yang pakai baju biru itu namanya Ustadzah Rita, beliau adalah guru bahasa Indonesia tingkat SMP. Yang pakai jilbab abu-abu berkacamata itu adalah kak Yosi, beliau adalah musrifah (guru asrama). Yang pakai jilbab hitam adalah Salwa, beliau juga musrifah seperti kak Yosi.  Entah apa yang menguatkan hubungan yang bermula dari rekan kerja ini, aku bahkan lupa kapan pertama kali kita mulai dekat dan saling curhat. Begitulah, Allah menggerakkan hati kita kemudian mempertautkannya satu sama lain, aah, peluuuk.

Kebersamaan itu akhirnya harus aku akhiri karena sebuah keputusan besar yang aku ambil yaitu melanjutkan sekolah Pasca Sarjana di kota Medan. Beraat sekali meninggalkan kalian kala itu, tetapi bismillah, aku harus tetap berangkat demi masa depanku. Aku kira persahabatan ini hanya sebatas pertemuan yang intens belaka, tetapi tidak. Allah masih tautkan hati kita walau hampir terpisah enam ratus kilometer. Kita tetap saling berkomunikasi lewat media sosial, telepon atau sms. Alhasil kita tetap saling curhat, berbagi cerita, dan mengetahui kabar masing-masing.

Sayangnya, media sosial, telepon atau SMS tidak bisa menggantikan kehadiran kalian. Aku terus memupuk rindu selama hampir dua tahun di kota Medan. Menahan rasa untuk bertemu mereka, bercengkrama dan saling berbagi cerita. Setiap hari aku tabungkan rindu itu di dalam celengan rindu yang aku bentuk sendiri. Dengan harapan, aku bisa membeli sebuah pertemuan beermodalkan hasil celengan rindu ku.

Hingga akhirnya saatnya tiba. Ketika celengan rindu itu telah sangat penuh dan sesak sekali. Aku rasa ini saat yang tepat aku menukar celengan ini dengan sebuah pertemuan. Bismillah, aku berangkat menuju ke bumi Lancang Kuning untuk menebus celengan rindu ini. Meluapkan semua rindu yang terus tertahan hampir dua tahun lamanya. Menceritakan berbagai episode yang aku lewati di kota metropolitan. Merasakan kembali pelukan hangat yang menenangkan dari kalian.

Dan beginilah kita kalau udah ketemu. Tak peduli hari itu panas atau macet, kita tetap bersemangat mengitari kota Pekanbaru yang sederhana itu. Kita berpetualang dari satu tempat ke tempat lainnya hingga perut ini terasa lapar. Lalu kembali menuai senyuman dan cerita sambil menikmati makanan yang enak dan tentu saja enak banget. Sebuah tempat makan yang menjadi saksi betapa kita sering menghabiskan waktu di sini, bercerita, mengurai luka dan berbagi bahagia.

Sayangnya kita akan selalu begini, tetap sama. Kita akan terus bercerita tentang dua tahun yang kita lewati secara terpisah. Ada banyak hal yang tidak aku ketahui dari perjalanan hidup kalian. Ada banyak hal yang kalian ingin dengar dari kisahku selama dua tahun di kota Medan. Kita juga akan terus mengabadikan setiap kegiatan dalam sebuah dokumentasi sederhana. Aah, mungkin lebih tepatnya sebuah dokumentasi yang sangat banyak, karena ada banyak foto kalau udah ngumpul.

Apakah foto-foto itu mengabadikan kisah kita? Aku rasa tidak. Lihat saja, satu orang diantara kita telah menemukan sandaran hidupnya dan menemukan kota baru yang lebih nyaman. Satu orang telah pulang ke kampung halaman ingin mengabdikan diri di sana. Satu orang masih bertahan di kota Bertuah sambil terus mendidik dan mencerdaskan anak bangsa. Lalu aku? Memilih kota metropolitan ini sebagai dermaga sementaraku, ya, setidaknya sebelum Sang Kapten menjemputku untuk berlayar lagi, hehe.

Walau memang semunya terkesan tidak abadi, tetapi kita percaya bahwa persahabatan ini akan abadi. Kita percaya bahwa keabadian  itu bukan dari kontak fisik, bukan dari seberapa sering kita bertemu. Karena jika kita masih saling mendoakan satu sama lain, itu artinya kita sedang menciptakan keabadian dari benteng persahabatan kita. Inilah yang membuatku selalu menyebut nama kalian di dalam doa-doaku. Lets robithoh!




Medan, 01 Juli 2018, 18:31
Ketika menuliskan ini, aku kembali merasakan sesuatu. Ya, sepertinya celengan rinduku sudah mulai penuh. Kapan aku bisa menukarnya dengan sebuah pertemuan?
_pendosa yang ingin bermanfaat_



 ***

 

SEMOGA MASIH ADA WAKTU




Salah satu kebiasaanku adalah menyilangi setiap tanggal yang terlewati di kalender rumah. Entahlah, aku memulai kebiasaan ini sejak beberapa tahun yang lalu. Well, sebenarnya karena mataku yang kurang autofocus melihat kalender dengan jarak jauh, sehingga menyilangi tanggal yang telah dilewati membuatku mengetahui tanggal hari ini dengan cepat.

Sebuah kalender dengan pemandangan seperti ini selalu menjadi perhatianku, entah kenapa. Melihat kalender menyisakan beberapa angka saja untuk disilang membuatku berpikir “aah, satu bulan telah terlewati”. Apa yang telah aku lakukan selama satu bulan? Bagaimana pencapaian targetku selama satu bulan ini? Apa dosa yang telah aku lakukan terhadap Tuhanku? Apa kesalahan yang telah aku perbuat pada orang-orang di sekitarku?

Biasanya akhir bulan menjadi salah satu waktu kontemplasi terbaik. Menyadari bahwa satu bulan telah terlewati dan bulan berikutnya akan datang menyapa, membuatku tersadar bahwa aku masih banyak kurangnya. Well, yang paling jelas itu aku masih kurang ‘kamu’ nya, hehehe.
Tentu saja bukan ‘kamu’ saja yang masih kurang dalam hidupku, ada banyak hal yang masih sangat kurang. Ini tentunya bukan perihal harta, kekuasaan, tapi lebih kepada sikap, karakter dan penghambaan kepada Tuhan.

Lihat saja, betapa diri ini masih bergumul dengan dosa setiap harinya. Diri ini masih begitu jauh dari kata suci dan bersih. Disadari atau tidak, besar atau kecil, tampak atau tidak tampak, dosa itu menggerayangi seluruh aktivitas kehidupan. Sayangnya, kita malah ikut terjebak di dalam permainan dosa itu, bahkan cenderung menikmatinya. Nauudzubillah. Begitulah, diri ini masih sangat jauh dari kata-kata suci dan bersih dari dosa dan kesalahan. Astaghfirullah.

Kita juga masih disibukkan dengan urusan dunia dan menomorduakan urusan akhirat. Bahkan jika terjadi perdebatan urusan dunia dan akhirat, kita tanpa pikir panjang langsung memilih urusan dunia. Katanya diri ini mengaku cinta kepada Tuhan, tetapi ketika Dia meminta bukti keseriusan mencintai-Nya, kita malah melakukan hal yang sebaliknya. Tidakkah itu artinya kita benar-benar tidak adil kepada Sang Maha Kuasa?. Dan begitulah kita, masih terus sibuk dan disibukkan dengan urusan dunia yang tiada kunjung habisnya.

Sekali lagi, begitulah kita. Yang terus menari indah di atas gunungan dosa. Berpikir selalu ada hari esok, selalu ada matahari yang akan menyinari pagi, selalu ada rembulan yang menghiasi malam, selalu ada oksigen untuk mengisi paru-paru. Kita bahkan tidak pernah berpikir tentang sebuah hari yang tidak ada lagi matahari, rembulan, bahkan oksigen. Tentang hari, dimana manusia akan dikumpulkan dan dimintai pertanggung jawaban atas perbuatannya masing-masing. Tentang hari dimana seorang ibu akan lupa terhadap anaknya, kekasih tiada mengenal kekasihnya. Ya, pada hari itu semua orang akan sendiri, tiada mengenal sesiapa pun, dan sibuk dengan urusannya masing-masing.

Jangankan berpikir, bahkan terlintas saja sangat tidak mungkin di dalam benak kita. Ahh, sesekali kita perlu melatih diri agar menghadirkan pikiran itu dalam benak. Sesekali kita butuh melakukan terapi hati dan iman dengan memikirkan hal-hal seperti itu.

Coba deh sesekali bayangkan jika tak ada lagi tanggal yang bisa disilang di kalender. Ketika kalender itu tidak lagi menyisakan satu angka apapun untuk disilang. Tidakkah diri ini terkejut? Coba bayangkan betapa terperanjatnya diri ini karena ada sosok yang tiba-tiba meneriakkan ‘ini waktunya pulang’. Sosok itu tak memberikan tambahan waktu, menarik diri dengan paksa tanpa memberikan sedikit jeda untuk membawa segala sesuatu yang kita perlukan.

Saat itulah kita mungkin akan tersadar betapa diri ini terlalu konyol, terlalu gegabah karena sama sekali tidak benar-benar mempersiapkan segala sesuatu untuk hari ini. Ketika sosok itu menjemput secara paksa, kita benar-benar tak mempersiapkan apapun. Lalu dengan pasrah diri ini bermodalkan seadanya, mengikuti langkah sosok itu, entah akan dibawa kemana. Ingin sekali menariakkan, ‘tunggulah sebentar lagi’, tapi diri ini sudah tak kuasa. Mulut sudah terlalu kelu untuk berucap. Yang hanya bisa dilakukan adalah terus bergerak menuju ke hari yang jauh lebih besar dan sangat mencekam.

Sudah selesaikah membayangkan hal itu? ini bukan sekadar cerita seram ala-ala insidious atau the conjuring. Ini adalah sebuah cerita nyata di masa depan yang benar-benar akan kita lewati. Sudah siapkah diri ini melewatinya? Aah, membayangkannya saja membuat bulu kuduk berdiri, apatah lagi kita mengalaminya kelak?

Sehingga itulah, selama jantung masih berdetak sesuai ritmenya, itu artinya Allah menginginkan kita untuk terus mengumpulkan segala persiapan menghadapi hari itu. Allah tidak ingin sesiapapun hamba Nya menyesali kebodohan ketika hari kesaksian nanti. Maka teruslah bersiap, teruslah bersiaga. Karena bisa jadi waktu itu sebentar lagi. Karena bisa jadi ketika diri ini membuka kalender, hanya terlihat laman kosong, tiada lagi tanggal yang bisa disilang. Dan karena bisa jadi ada sosok yang tiba-tiba membisikkan ‘ayo pulang’. Wallahu ‘alam bisshawwab.



Medan, 28 Juni 2018, 08.46
Foto ini adalah sebuah kalender tahun 2017. Ketika suatu pagi aku ingin menyilang tanggal kemarin, dan entah kenapa pemikiran semacam ini menyadarkanku. Entah apa yang sudah aku persiapkan? Ahh, sepertinya bahkan belum ada satupun yang aku siapkan. Astaghfirullah.
_pendosa yang ingin bermanfaat_



***




SAKSI PERUBAHAN DIRIKU


Bukit Naang, Bangkinang, Kabupaten Kampar

Foto ini diambil sekitar tujuh tahun yang lalu. Ya, itu adalah waktu yang lama untuk menunggu. Tapi waktu yang masih begitu singkat untuk menyebutnya dengan kenangan. Begitulah, bagiku mereka belum masuk ke dalam memori kenangan. Aku masih beranggapan mereka masih ada, dekat, ketawa bersama, susah payah sama-sama. Hihihi. Well, mungkin kebersamaan itu memang bukan kontak fisik layaknya tujuh tahun yang lalu. Bertemu dengan wajah mereka secara virtual saja sudah sangat menyenangkan hatiku. Mengobrol panjang dengan mereka melalui sentuhan jari di layar smartphone juga sangat memuaskan. Sesekali mendengar intonasi dan nada suara mereka juga telah mengobati sebongkah rindu.

Mereka adalah teman satu kelas dan satu angkatan ketika aku masih unyu-unyu berkuliah di Universitas Riau? *kamu unyu? Eh, skip aja*. Jumlah kami yang minimalis satu angkatan (just 48 orang) ya benar-benar membuat lumayan dekat dan akrab satu sama lain. Hmm, sebenarnya gak juga sih, tetapi ada kelompok-kelompok tertentu di dalam kelas, tapi kalau udah hangout  seperti ini ya no more gank lah, hihi.

Mereka bukan hanya sekadar teman satu kelas, teman makan siang ke kantin, teman sama-sama nunggu dosen pembimbing, atau teman yang nyontek-in tugas kuliah *eh, afa-afaan ini*, atau teman yang sigap menghubungi jika ada kuliah ganti atau dosen gak datang. Bagiku malah mereka bukan sekadar teman atau sahabat, mereka itu adalah saksi perubahan diriku. Mereka adalah orang-orang yang menyaksikan bagaiman proses aku dari ulat, larva, pupa, terus menjadi kupu-kupu, *tapi, sekarang masih belum jadi kupu-kupu juga sih*. Intinya, mereka adalah orang yang tahu ritme perubahan dalam diriku.

Tentunya bukan hal yang mengejutkan. Bersama mereka itu hampir empat tahun lamanya. Wajar dong jika mereka melihat empat tahun episode kehidupanku. Wajar juga jika mereka melihat aku-nya yang dulu pemalu, berantakan tiba-tiba telah menjadi seseorang seperti sekarang, *memangnya sekarang gimana ya, hehe*

Mereka menyaksikan aku yang dulunya masih pakai celana kemanapun pergi, hingga sekarang bermetamorfosa dengan mengenakan rok atau gamis. Mereka juga yang menyaksikan aku yang dulu jilbabnya masih “lempar kiri kanan” hingga sekarang tak berdaya lagi untuk ‘melempar’nya. Bahkan proses hijrah itu terdokumentasikan dengan jelas di setiap foto-foto kami. Ahh, bahkan jadi malu dengan foto studio yang fenomenal itu. Foto dengan nuansa hitam putih dan almamater kampus itu masih menampilkan aku yang belum berhijrah. Jadi, jangan terkejut jika kalian menemukan di foto itu seorang gadis yang jilbabnya dilempar kiri kanan serta memakai jeans, hiks.

Dari mereka aku juga belajar banyak hal. Belajar tentang bagaimana harusnya kalau ngomong di depan umum. Aku yang dulunya pemalu banget setiap ngomong, suka terbata-bata kalau ngomong di depan kelas, dan alhamdulillah sekarang menjadi lebih berani. Ini berkat mereka, yang secara sengaja atau tanpa sengaja mengariku akan hal ini.

Dari mereka aku juga banyak belajar tentang profesiku. Mereka mengajariku yang dulunya sangat tidak paham dengan istilah definit positif sampai akhirnya aku berhasil membuktikan Teorema Butterfly. Aku, yang masih begitu tidak paham dengan materi kuliah, sering mendapatkan les gratis dari mereka. Dengan kebesaran hati, mereka rela meluangkan waktu setiap selesai kuliah untuk mengajariku beberapa materi yang tidak aku pahami. Mereka juga tidak sungkan berbagi catatan kepadaku. Aah, aku yang dulunya teramat bodoh mengenai profesi ini benar-benar tercerahkan oleh kebaikan hati mereka. Masha Allah.

Mereka juga membelajarkan aku tentang agama. Ahh, aku yang dulunya hampir tidak peduli dengan urusan agama. Paling malas ketika urusan agama dibawa-bawa dalam urusan dunia, astaghfirullah. Lalu mereka dengan sabarnya mengajariku tentang bagaimana urgensinya agama dalam dunia. Tentang bagaimana seorang muslim harus benar-benar kaffah dengan keislamannya. Tentang bagaimana seorang muslimah itu berpakaian, berpola tingkah laku, bergaul. Hingga akhirnya mereka membuatku merasakan momen yang disebut dengan ‘hijrah’. Mereka akhirnya mengubah pola pikirku sehingga sekarang aku merasa bahwa agama adalah hal paling prioritas dalam hidup. Mereka yang membuat hidupku yang ‘berantakan’ menjadi lebih teratur.

Dan begitulah mereka. Sekumpulan malaikat langit yang Allah kirimkan untuk menjagaku, mengajariku dan membimbingku selama di dunia. Mereka adalah saksi perubahan diriku. Bukan hanya perubahan fisik, gaya berpakaian atau pola tingkah lakuku, tetapi juga perubahan pola pikir dan prinsip hidupku. Empat tahun bersama mereka adalah episode terindah dalam hidup. Terima kasih karena kalian telah membuat lukisan kehidupanku lebih berwarna, terima kasih telah memberikan warna berbeda dalam lukisanku, dan tentunya terima kasih telah menjadikan diriku seperti sekarang ini. Aah, aku merasa menjadi pribadi yang lebih baik setelah bertemu kalian. Masha Allah.





Payakumbuh, 9 Juni 2018, 20 : 29 WIB
In frame ; ini adalah dokumentasi terakhir kami jalan-jalan ke salah satu arena outbond di Kabupaten Kampar. Setelah ini, kami benar-benar tidak pernah lagi hangout barengan lagi, hiks. Eh, kok tiba-tiba merindukan kalian semua ya? Lets Robithoh and Lets Al Fatihah (especially for Alm.Zul)




***



 
CATATAN WISUDA


Judicium Ceremonial of Master Program

Siapa sih yang tidak memimpikan momen ini berlangsung dalam kehidupannya. Apalagi mahasiswa semester akhir yang masing ngos-ngosan dengan tugas akhirnya. Bisa segera merasakan momen wisuda adalah impian terbesar dalam hidup. Seolah kebahagiaan hidup paling paripurna itu didapatkan setelah mengecap momen wisuda. Jangankan mahasiswa semester akhir, mahasiswa baru pun juga berdecak kagum ketika acara perhelatan wisuda di gelar di kampusnya. Melihat senior yang berbaju toga itu kok ya rasanya keren banget, rasanya bahagiaaa banget.

Eh, apakah sebenarnya wisuda itu menyenangkan? Membahagiakan? Aah tentu saja. Aku yang notabene nya sudah dua kali merasakan prosesi wisuda gak akan pernah lupa gimana rasa deg-degan setiap wisuda. Seolah wisuda itu punya sensasi tersendiri.

Momen wisuda membuat lupa bagaimana jerih payah masuk ke kampus favorit. Dulu sebelum masuk kampus berjuang mati-matian, ada yang lewat jalur undangan, ada juga yang diharuskan mengikuti seleksi masuk kampus. Walau masuk ke kampus favorit itu susah dan nyesek banget, tapi keluarnya (read : wisuda) itu tetap harus disegerakan. Jadi teringat kata senior “dek, masuk kampus ini susah, udah masuk malah mau cepat-cepat keluar”. Ahh, pemikiran yang sedikit aneh menurutku, heheh.

Wisuda itu membuat lupa bagaimana rasanya bergadang mengerjakan tugas kuliah, laporan praktikum, laporan penelitian, algoritma program. Tugas kuliah itu benar-benar kayak tukang bubur naik haji atau cinta fitri atau tersanjung, gak ada habis-habisnya, hehehe. Prediksi seorang mahasiswa itu ia bisa menghabiskan week end dengan bermalas-malasan di kos, tetapi takdir berkata lain, ia harus berkutat dengan laptop, artikel ataupun buku.

Wisuda juga membuat lupa bagaimana rasanya ketika tugas akhir dipenuhi oleh tanda cinta dari dosen pembimbing. Semua bab ada coretannya, ketika ditanya salahnya dimana ya pak?, lalu beliau dengan lugu, polos dan tak berdosa menjawab cari sendiri lah. Allahu Akbar!! Ini tuh lebih parah dari di PHP-in euy, *uhuk*. Belum lagi harus ada drama kejar-kejaran dengan si bapak. Ketika kita masuk lewat pintu depan, ee si bapak kabur lewat pintu belakang. Aah, sakitnya itu dimana-mana. Atau yang paling melatih kesabaran, kita udah hampir 3 jam nungguin di depan ruangan beliau, menghubungi beliau tapi gak aktif, terus tiba-tiba beliau memberi kabar maaf ya, saya lupa kalau kita ada janji. Bunuh aja saya pak, bunuh aja, hahaha. Ini nih derita mahasiswa semester akhir banget.

Wisuda pun membuat lupa tentang rasa deg-degan ketika sidang tugas akhir berlangsung. Mulut tergagap menjawab pertanyaan dari empat dosen mengenai hasil penelitian kita, dimana keempat dosen itu bukanlah dosen kemarin sore, melainkan mereka yang sudah maral melintang di profesinya. Betapa keringat dingin membanjiri tubuh ketika ada seorang dosen yang tiba-tiba walk out. Betapa adrenalin diproduksi dengan maksimal ketika seorang dosen dengan lantang memberikan pertanyaan yang susah atau dengan santainya mencampak-campakkan tugas akhir kita. Ahhh, sensai naik roller coster kalah deh dengan sensasi sidang tugas akhir.

Wisuda memang membuat segala kesusahan dan kepayahan itu menjadi sebuah fatamorgana. Dan orang-orang yang menyaksikan prosesi wisuda tentu tidak tahu bagaimana susah dan payahnya diri ini tertatih-tatih menuju gerbang wisuda. Para penonton wisuda itu hanya melihat kesuksesan yang telah kita capai dan melupakan bagaimana capeknya mendapatkan moment wisuda, bagaimana sakitnya jiwa raga ini.

Dan begitulah, setiap wisuda itu akan selalu ada cerita. Wisuda itu selalu memberikan sebuah pengalaman luar biasa, memberikan gambaran kebahagiaan yang tiada terkira. Dan memberikan rasa yang ingin lagi, ingin lagi, seperti candu. Aah, kok  jadi kepengen wisuda lagi ya? Aku sempat menuturkan masalah keinginan untuk wisuda lagi (read : doctoral program) kepada salah seorang sahabat. Aku pikir akan mendapat sebuah suntikan semangat, kata-kata motivasi atau apa lah gitu, ternyata tidak.

“Jika tesis dikerjakan seorang diri, apa bedanya tesis dengan skripsi. Dan jika disertasi dikerjakan seorang diri, apa bedanya disertasi dengan skripsi. Paham masukku toh?” kurang lebih begitulah kalimat menyakitkan ini keluar dari mulutnya. Menyakitkan. Jleb banget. Nohok. Nampar keras. Semuanya deh. Tapi apa bener seperti itu? Terus aku-nya harus gimana? Hmmm *let me think*. Dan akhirnya baca panduan beasiswa LPDP. Hehehe




Medan, 05 Juni 2018, 11 : 16 WIB
Foto ini adalah wisuda besar-besaran teman satu gank, satu kelas, satu perjuangan tapi gak satu nasib. Hehe. Foto ini diambil sekitar Oktober 2015. Please jangan tanya aku kenapa gak pakai toga di foto itu, hehe.



***



SAHABAT


Rujak Simpang Jodoh at Tembung, Deli Serdang, Sumatera Utara

Ada orang yang memiliki teman, relasi kerja, rekan bisnis yang banyak dan bejibun. Tetapi ketika ia ditanya tentang sahabat, tak satupun nama yang tersebut dari bibirnya. Ada juga orang  yang memiliki musuh yang banyak, haters yang tidak bersahabat. Namun ketika diminta berbicara mengenai sahabatnya, ia bukan hanya menyebut nama, malah ia hadirkan sosok yang bernama sahabat itu. Kau termasuk yang mana? Aah, semoga tidak keduanya ya. Semoga Allah memasukkan kita kepada orang yang memiliki banyak teman, relasi kerja, rekan bisnis, banyak sahabat serta tidak ada musuh. Oh, what a beautiful world!

Bagiku, sahabat adalah kata lain dari keluarga atau saudara. Mereka hadir tanpa dipinta. Mereka datang tanpa diundang. Bahkan mereka membersamai kita tanpa perjanjian. Tidak ada akad bahwa jika aku sukses maka aku akan mendompleng kesuksesanmu dalam sebuah persahabatan. Ia benar-benar sebuah ikatan tulus nan mulia. Tak perlu syarat tertentu untuk menjadi seorang sahabat.

Dan begitulah mereka yang berada di foto ini. Mereka adalah orang yang Allah kirimkan kepadaku untuk menjadi orang yang membersamaiku. Mereka datang tanpa ada syarat bahwa aku harus ini dulu harus itu dulu. Merekalah yang kemudian menjadi sosok yang aku sebut dengan Sahabat.

Merekalah yang mengisi sepanjang keseharianku selama berada di kota Metropolitan ini. Ahh, tentunya tak terbayangkan bagi seorang anak kampung yang akhirnya menginjakkan kaki dan menetap di sebuah kota yang termasuk kota besar di Indonesia. Bukan hal yang mudah bagiku untuk menyesuaikan diri ketika pertama kali di kota ini. Gaya bicara yang terkesan tegas dan blak-blakan menimbulkan shock batin. Merekalah yang kemudian mengajariku menanggapinya. Banyaknya angkot dengan berbagai warna dan nomor di jalanan kota Medan kerap kali membuatku bingung bahkan lupa aku harus naik angkot nomor berapa ya?. Dan merekalah yang membuat daftar angkot plus dengan rutenya. Mereka juga yang siap angkat telpon ketika satu hari aku tersesat dan bingung harus naik angkot yang mana.

Mereka juga yang melengkapi bahagiaku. Mengajakku berkeliling kota Medan yang benar-benar aku tak tahu. Menikmati berbagai kuliner Medan yang katanya enak. Selalu bertandang ke kos-kosan ku ketika aku bilang suntuk nih. Aah, mereka adalah alasan kenapa aku masih berbahagia dan menikmati hidup di kota Metropolitan ini. Mereka jugalah yang menutupi segala kesedihan dan lukaku. Menghapus air mata ketika judul proposal thesis ditolak pembimbing. Mendengarkan dengan legowo semua keluh kesahku. Menjadi bahu tempat aku bersandar ketika aku butuh seseorang yang menguatkan. Mereka benar-benar membalut luka ku dengan rapi, tanpa sakit, tanpa perih.

Bersama mereka, waktu berjalan terasa lebih cepat. Baru sebentar ngumpul, ee udah sore, ee udah magrib. Seolah kita sedang berada di dimensi lain yang waktunya berjalan lebih cepat. Bertemu dengan mereka itu hukumnya seperti wajib. Jika sehari tak bertemu, kok rasanya ada yang kurang ya, akhirnya pertemuan itu diganti dengan nyerocos panjang di grup. Masha Allah
Bersama mereka, semua topik pembicaraan menjadi sesuatu hal yang menarik untuk dibicarakan. Dan kabar baiknya kami membicarakan semua hal. Hal yang menarik, menantang, seru biasanya tidak luput dari pembicaraan kami. Misalnya pembicaraan mengenai betapa letihnya menghadapi tugas kuliah yang datangnya bak banjir. Kuliah master itu memang tatap muka nya 3 kali dalam seminggu, its mean you have 4 days to get holiday. But NO!. Empat hari yang dalam bayangan akan bisa liburan, nongkrong sana sini ternyata semuanya benar-benar diperuntukkan untuk mengerjakan tugas kuliah. Buat papper lah, review buku lah, research lah atau sekadar otak atik software. Menyebalkan banget membahas hal ini. Tetapi bersama mereka kok ya jadi menarik aja gitu.

Belum lagi tentang kejar-kejaran dengan dosen pembimbing ketika mau bimbingan thesis. Ketika kita lewat pintu depan, ee si bapak lewat pintu belakang, Allahu Akbar!!. Ketika beliau menjanjikan hari ini bisa bimbingan, kita udah nunggu seharian, ee si bapak gak datang karena lupa, ya Allah tolong deh. Nah mereka inilah yang menjadi saksi betapa hati ini membuncah-buncah melihat kelakuan dosen pembimbing, hehe.

Termasuklah pembicaran kami tentang anak lelaki profesor EN yang keren bingits.  Gimana gak keren coba, S1–nya ITB, dan sekarang S2 UGM, Masha Allah, so future perfectly husband  lah pokoknya, hehehe. Pembicaraan remeh temeh beginian tetap mengasyikkan deh kalau sama mereka. Begitulah kami, semua hal kami bicarakan. Topik apapun ketika dibicarakan bersama mereka, kok jadinya lebih menarik ya, hehe. Kenapa rujak simpang jodoh itu enak banget, bagaimana kriteria our future gregarious husband  *uhuk, uhuk*. Bahkan membicarakan kami harus memilih Prabowo atau Jokowi, hehe.

Begitulah sahabat. Ia hadir tanpa ada syarat apapun. Ia datang untuk membersamai dalam bahagia terlebih lagi dalam duka. Ia adalah selimut tebal ketika dingin dan AC saat panas. Ia ibarat antibiotik ketika rasa sakit mendera, memang tidak berkuasa menghilangkan rasa sakit, tapi setidaknya ia mampu meredakan. Aah, tulisan ini akan berlembar-lembar jadinya jika kita terus mendeskripsikan makna persahabatan. Ada baiknya kita berhenti mencari-cari makna sahabat yang baik, tetapi yuk ah menjadi sahabat yang baik!


Medan, 25 Mei 2018, 08 : 26 WIB
Foto ini adalah foto terakhir kita sebelum perpisahan itu datang. Sekarang mungkin tiada lagi makan rujak simpang jodoh, tiada lagi naik kereta api tengah malam, tiada lagi cerita sambil nangis-nangis, tiada lagi foto dengan berbagai ekspresi. Tapi ‘kita’ masih ada kok! Tersimpan di hati, tercatat di memori. Lets Robithoh!!, beginilah caraku ketika teramat sangat sangat sangat merindukan kalian.



***




TER-RAPI


Gambar ini adalah sebuah kisah satu tahun yang lalu. Dan aku baru sempat menceritakan hal ini sekarang. Apakah membutuhkan waktu satu tahun untuk menemukan inspirasi dan menuliskannya dalam susunan kata yang bermakna? Aah, bisa saja. Namun kesibukan yang mendera ditambah sebongkah rasa malas *astaghfirullah* adalah alasan yang paling aku benarkan atas hal ini.

Berawal dari ketika ingin bersih-bersih beberapa foto di media sosial *jangan tanya kenapa*, akhirnya screen  hp menunjukkan foto ini. Aah, memori otak membawaku pada ingatan satu tahun yang lalu, ketika rekan kerja di Primagama Jemadi memberikan bingkisan kecil ini kepadaku. Begitulah ajaibnya kekuatan sebuah foto bagiku. Ia bisa memanggil semua ingatan kala itu, bahkan bukan sekadar urutan peristiwanya, aku juga bisa merasakan rasa-nya dengan baik. Ini juga yang terus menjadi pembenaranku bahwa aku harus capture every moment. Aku menyadari bahwa otakku takkan bisa menyimpan semuanya dengan baik, nah melalui foto mungkin bagaikan hardisk bagi otakku. Hehe.

Waktu itu ada acara perpisahan dengan siswa kelas XII. Menjelang mereka menghadapi Ujian Nasional, kami mengadakan acara perpisahan sekaligus doa bersama. Secara, mereka juga telah menyelesaikan kegiatan pembelajarannya di Primagama. Sayangnya aku tidak mengikuti kegiatan perpisahan itu. Bukan karena malas atau capek, aku sedang berada di luar kota ketika teman-teman Primagama menyelenggarakan acara ini. Padahal aku ingin sekali membersamai siswa kelas XII itu dalam acara perpisahan mereka. *Maafkan mba ya*

Begitulah, aku hanya melihat foto hasil ke-alay-an mereka hari itu. Mulai dari yang versi rapi, lagi makan eskrim, makan ini, makan itu. Eeh, ada banyak makanan di sana, sayang sekali aku tidak bisa ikut, hehehe. Ada sebuah rasa sedih menyusup ke relung hatiku. Betapa iri melihat kegembiraan yang terlukis di wajah mereka. Betapa ingin menjadi salah satu bagian dari foto itu. Tapi ya mau gimana lagi, tugas negara yang diamanahkan kepadaku jauh lebih penting aku kerjakan daripada menghadiri acara perpisahan itu. Sekali lagi maafkan mba Suci ya!

Beberapa hari setelah perpisahan aku kembali hadir di kantor Primagama. Ya, memang karena ada jadwal mengajar sekalian mengantar oleh-oleh dinas luar kota. Para rekan kerjaku begitu bersemangat menceritakan susana perpisahan yang haru biru itu. Ahh, betapa iri telinga ini mendengarnya. Lalu, seorang rekan kerja memberikan bingkisan ini kepadaku. Aku terkejut, tak menyangka bahwa ada sebuah hadiah yang bertuliskan namaku dengan gelar i-smart rapi.

Mereka lalu bercerita, bahwa ketika perpisahan ada sebuah games kecil-kecilan. Well, seperti sayembara gitu lah. Mereka membuat nominasi i-smart  tegas, i-smart  termodis dan i-smart  ter-rapi, siswa ter-rajin, siswa ter-heboh, dan lain-lain. Eh, ada games seperti itu ya?  batinku. Para siswa memilih i-smart  sesuai dengan penilaian mereka. Dan qodarullah aku terpilih menjadi i-smart  yang katanya rapi. Rapi? Aah aku sendiri tidak yakin. Entah darimana para siswa itu menilai sehingga aku bisa dikategorikan sebagai tentor ter-rapi. But, anyway, thank you so much guys!
Aku menatap bingkisan ini lamat-lamat. Lagi? Batinku. Akhirnya aku mendapatkan kategori ini lagi. Dulu, ketika zamannya jadi kakak senior MOS (Massa Orientasi Siswa) SMA aku sering mendapat gelar kakak ter-rapi. Dan waktu itu aku juga berpikir, kok bisa ya?. Berlanjut ketika menjadi senior MaBa (Mahasiswa Baru) di kampus. Kembali lagi gelar itu melekat padaku. Begitu selanjutnya, ketika mengajar di sekolah gelar ini mengikutinya. Hingga akhirnya di Primagama pun aku mendapatkannya.

Bersyukur, ooh tentu saja. Alhamdulillah. Orang-orang di sekitarku ternyata memberikan penilaian yang baik terhadapku. Ya, walau aku masih bingung kenapa mereka memilihku sebagai seseorang yang rapi. Katanya pakaianku, jilbabku selalu senada dan terlihat rapi *eh, masa sih*. Katanya tulisanku kalau lagi ngajar itu juga rapi *hhm, gak juga*. Katanya aku kalau lagi ngomong itu runut, jelas, terstruktur *what?  Ini mah bohong*. Katanya aku kau mengerjakan pekerjaan rapi, gak berantakan *hhm, ada-ada aja*. Dan masih banyak katanya-katanya yang lain. Aah, betapa harus banyak diri ini bersyukur karena Allah masih tutupkan aib-aibku di hadapan mereka semua.

Terlepas dari penampilanku, tulisan tanganku, sistematika pekerjaan atau gaya berbicaraku, menurutku gelar ini adalah sebuah ‘tamparan’ kecil bagiku. Bertahun-tahun aku terus mendapatkan nominasi ini, let me think, apakah ada yang salah dengan kerapianku? Bukan soal kerapian fisik atau tulisan, tetapi kerapian hati, karakter dan ibadah-ibadahku. Astaghfirullah.

Aku jadi berpikir, apakah Allah sedang menegurku lewat bingkisan ini? Ya. mungkin selama ini aku kurang merapikan ibadah-ibadahku. Bisa saja aku rasa syukur dan sabarku masih sangat berantakan. Atau beberapa karakter dan sifatku yang butuh dirapikan lagi. Ternyata jika ditafakkuri, ditadabburi, ada banyak hal dalam hidupku yang masih sangat berantakan. Banyak hal yang ternyata memerlukan sebuah perbaikan. Sayangnya kesibukan dunia membuatku lupa akan hal ini. Aku merasa baik-baik saja dengan diri dan hidupku, ternyata setelah aku lihat dan renungi lagi, Astaghfirullah, aku masih hidup dalam ke-berantak-an. Naudzubillah.

Uniknya hidup begitu. Jangan pernah menyangka bahwa nikmat yang kita terima, apapun itu bentuknya, apakah itu harta, pasangan hidup yang bertakwa, atau popularitas adalah balasan atas kebaikan-kebaikan kita. TIDAK, itu sama sekali bukan balasan kebaikan. Balasan kebaikan, keshalihan kita hanya berhak kita terima di akhirat kelak. Lalu nikmat itu untuk apa? nikmat itu hanyalah ujian level berikutnya. Ya, kita sedang diuji ketika Allah memberikan nikmat tertentu kepada kita. Jangan sampai kita terlena dan tersibukkan.

Aau bisa saja nikmat itu adalah bentuk teguran Allah terhadap kita. Sebuah teguran yang unik dan ‘manis’ menurutku. Allah bisa menegur kualitas iman kita dengan mengirimkan pasangan shalihah/shalih untuk kita. Allah juga bisa menegur frekuensi sedekah kita dengan menitipkan rezeki yang berlimpah. Allah menegur bagaimana hubungan kita dengan orang tua melalui anak-anak berbakti yang Ia titipkan.

Jangan terlena dengan apapun nikmat yang Allah berikan. Anggaplah itu sebagai ujian level berikutnya, atau perlakukan ia sebagai teguran Allah terhadap kita.



Medan, 19 Mei 2018, 21:19 WIB
Sepertinya aku harus melalukan list kembali. Apa aja hal yang masih berantakan dalam hidupku ya?



***



LIHATLAH KE ATAS!


Ray Inn Hotel, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara

Semasa kecil aku sering dinasehati ‘jangan terlalu sering melihat ke atas, nanti kamu kelilipan’. Sebuah nasehat sederhana tetapi penuh makna. Dulu, aku hanya memaknai secara denotasi saja, hingga akhirnya aku jarang melihat langit-langit rumah atau kelas, heheh. Jika ada yang bertanya tentang hal itu aku menjawab “takut kelilipan”. Nasehat yang terus terngiang itu sekarang aku maknai dengan cara berbeda. Aku pikirkan apa sebenarnya maksud yang ingin diutarakan oleh si pemberi nasehat. Ya, walaupun belum terlalu tepat dan jeli, aku bisa menarik benang merah dari perkataan tersebut.

Aku memaknai nasehat itu sebagai bentuk syukur yang harus dimiliki oleh manusia. Seringkali kita mengeluhkan masalah yang dihadapi, penderitaan yang tak kunjung selesai atau takdir Allah yang kurang bersahabat. Kesedihan dan kekhawatiran berlebihan ini akhirnya menjelma menjadi sebuah penghakiman terhadap diri sendiri yang terlahir ‘sial’ atau mengatakan bahwa Allah tidak adil terhadap diri ini. Kenapa diri ini merasa sial, serba kekurangan? Itu karena kita terlalu sibuk membandingkan diri ini dengan mereka yang serba berlebihan. Kita selalu melihat orang lain yang mendapatkan apa yang kita impikan, nah kita? Sibuk dengan khayalan ‘andaikan aku yang memilikinya’ ahh.

Bagaimana jika ubah pembandingnya? Jika selama ini terlalu sibuk membandingkan dengan mereka yang berlebihan, maka cobalah sesekali bandingkan dengan mereka yang berada di bawah kita. Mereka yang hidupnya jauh lebih menderita, lebih kekurangan, lebih nestapa dari hidup yang kita alami. Jika tak bisa kau temui di dunia nyata, maka bukalah lembaran mushaf. Percayalah, kau akan menemukan sebuah kisah nestapa dari seorang pria tampan yang disayangi oleh ayahnya, didengki oleh saudaranya, dilempar ke sumur, dipungut oleh penjual, dijual murah sebagai budak, dijadikan pelampiasan nafsu majikan, difitnah, dipenjara, dilupakan oleh teman yang dulunya berjanji akan membebaskan hingga menjadi bendahara negaranya yang mengurusi permasalahan negara yang tak kunjung selesai. Semoga kalian tahu kisah siapa yang sedang aku ceritakan.

Dengan ‘melihat ke bawah’ setidaknya akan ada rasa syukur dalam hati bahwa ternyata hidup kita masih jauh lebih baik daripada orang lain. Allah masih memberikan anugerah kepada kita daripada orang itu. Kita masih bisa makan dengan enak, sementara mereka harus berkelana untuk seteguk air. Masih suka mengeluh lagi dengan penderitaan itu? Cobalah sesekali ‘lihat ke bawah’, kau akan benar-benar bersyukur dengan penderitaan yang dimiliki. Karena ternyata mereka jauh lebih menderita daripada kita. Setidaknya ini adalah makna yang aku dapatkan dari pesan ‘jangan terlalui sering melihat ke atas’.

Tetapi, apakah sebetulnya kita tidak diperbolehkan untuk melihat ke atas? Apakah sebaiknya kita hanya melihat ke bawah sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Allah? Pikiran seperti ini juga salah. Tidak selamanya melihat ke atas itu salah. Begitu juga, merupakan salah besar ketika kau terus melihat ke bawah. Lalu, ‘lihat ke atas’ seperti apa yang baik? Yang tidak menimbulkan rasa iri dan dengki berlebihan? Yang tidak membuat kita akan mengutuki diri sendiri?
Lihatlah mereka yang ibadahnya lebih darimu. Lihatlah mereka yang bisa memaksimalkan kemampuannya dalam belajar sehingga memanfaatkan ilmu itu untuk kepentingan orang lain. Lihatlah mereka yang tetap berbagi dalam kondisi lapang terlebih lagi dalam kondisi yang sempit. Lihatlah mereka yang menangis syahdu ketika mendengar ayat-ayat Robbnya dibacakan. Lihatlah mereka yang sukses dunianya, tetapi tetap zuhud dan tawadhu’. Masha Allah. Itulah mereka yang berada di atas kita, sehingga untuk melihat mereka kita harus melihat ke atas.

Dalam hal ini ‘melihat ke atas’ sangat dianjurkan. Iri terhadap mereka sangat diperbolehkan. Mempelajari kebiasaan, hal positif yang mereka bahkan bernilai pahala di sisi Allah. Maka, pelajarilah mereka! Belajarlah untuk menjadi seperti mereka. Jadikan ‘pandangan ke atas’ ini sebagai cambuk motivasi agar kita terus bermetamorfosa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Jangan hanya berkhayal menjadi mereka! Tidak cukup bermimpi dan bercita-cita akan seperti mereka suatu hari nanti. Tetapi buktikan bahwa kau bisa menjadi seperti mereka, kau bisa menyamakan mereka dalam kualitas ibadah dan kebaikannya.

Selamat melihat ke atas !
Tapi jangan salah lihat ya, nanti kamu bisa kelilipan.


Medan, 25 Maret 2018, 16 : 28 WIB
Kami melihat ke atas bukan karena ada seseorang yang bagus ibadah atau bermanfaat ilmunya. Tetapi karena kamera itu memang ada di atas, dan begitulah say cheese!



***
 

HAI DEADLINE!

Hasil gambar untuk lembaran buku
Sumber : rzkyyy.blogspot.co.id

Membaca buku adalah suatu hobi yang hampir bisa dikatakan candu untukku. Entah sudah berapa ratus majalah Bobo aku lahap dari kecil. Entah sudah berapa majalah Ino aku koleksi, beberapa komik dan novel tentunya. Kebiasaan ayah yang suka membaca buku alhamdulillah masuk ke sendi-sendi kehidupanku. Dan beginilah aku, menjadi seseorang yang sangat menyukai buku, melahapnya cepat-cepat dan menyimpannya di perpustakaan pribadiku.

Salah satu kebiasaan baca buku, yang menurutku agak aneh adalah aku suka melihat berapa lembar lagi agar aku bisa mengkhatamkan buku ini. Setiap membaca buku, aku selalu melihat berapa halaman jarak tanda bacaku dengan ujung buku, hihihihi. Masih banyak kah? Besok bisa selesai gak ya? entah kenapa jadinya membaca buku terkesan buru-buru. Padahal kan harusnya tidak begitu, nikmati saja proses membaca buku itu. Jangan terobsesi dengan cepat mengkhatamkan buku tapi tidak tahu apa maksud dari buku yang telah dibaca, oh my God. Aku menyadari sebuah keanehan itu, dan akhirnya aku berusaha untuk tidak terlalu terobsesi untuk sesegera mungkin mengkhatamkan buku. And well, aku rasa sekarang aku jauh lebih baik dalam menikmati setiap buku yang aku baca, yeaay !!

Kebiasaan membaca buku ala aku yang aneh ini ternyata sering kalian lakukan juga lho, eeh. Its mean ternyata bukan aku saja yang memiliki kebiasaan aneh ini, haha. Kapan kebiasaan ini muncul? Adalah ketika hidup dipenuhi dengan deadline yang ternyata deadline banget. Perhatikan kalimat berikut ini;
     Berapa lembar lagi?
     Ternyata masih banyak
     Selesaikah?
     Bagaimana kalau selesaikan yang itu dulu?
     Eh, tapi?
Ini tuh beberapa celetukan yang sering muncul ketika hidup kita banyak deadline. Ketika disibukkan oleh suatu pekerjaan, tiba-tiba otak mengarahkan pikiran dengan deadline yang lainnya. Ternyata kita bukan hanya harus mengerjakan lembaran yang ini, ada lagi lembaran yang itu, pekerjaan yang itu, yang di sana juga, yang di sini juga. Huaaa. Kemudian mulai panik, resah atau bingung, akhirnya semua deadline  dikerjakan ala kadarnya, bahkan menjadi lebih berantakan, aiihh. Pernah mengalaminya? Aah, kalau aku mah sering banget.

Itu adalah salah satu kebiasaan aneh yang tanpa sengaja dilakukan oleh banyak orang, mungkin salah satunya kita. Kebiasaan aneh yang sebenarnya memiliki dampak negatif terhadap kualitas pekerjaan, diri dan emosional kita tentunya. Banyak orang yang belum menyelesaikan satu pekerjaan, deadline, atau satu targetnya, malahan begitu asyik membolak balik target berikutnya. Pikirannya melanglang buana membentuk tulisan dan lembaran yang ternyata isinya adalah daftar target atau deadline yang harus segera dikerjakan. Tanpa disadari, ternyata begitu banyak deadline yang harus dikerjakan, harus banyak target yang harus dicapai. Mulai panik, mulai gelisah, mulai kacau, dan akhirnya semuanya berantakan. Aiih.

Mengingat – ingat seberapa banyak deadline itu penting, karena ia akan mengarahkan pekerjaan agar lebih sistematis dan membuat waktu lebih efektif. Tetapi jangan berlarut-larut dengan daftar deadline tersebut, karena ia akan memicu stres yang lebih tinggi, panik yang berlebihan. Ujungnya apa? Membuat pikiran tidak maksimal sehingga pekerjaan diselesaikan ala kadarnya. Tentunya bukan itu kan yang kita inginkan?

Sekarang, coba tarik napas secara perlahan. Lupakan terlebih dahulu urutan deadline yang ‘menyebalkan’ itu, hehe. Pilihlah satu deadline yang benar-benar lebih prioritas dari pada yang lain. Deadline yang seperti ini biasanya merupakan sesuatu yang penting dan sifatnya mendesak, itu artinya harus diselesaikan dalam waktu sesegera mungkin. Mulailah kerjakan deadline yang telah dipilih. Cobalah untuk fokus dalam mengerjakannya. Jangan pikirkan deadline yang lain ketika sedang berkutat dengan deadline yang sedang dikerjakan. Kerjakan saja pelan tetapi pasti, perlahan tapi menjanjikan, dan selesaikan deadline dengan sebaik-baik hasil, sebaik-baik proses pengerjaanya.

Jika telah menyelesaikan satu deadline dan sudah merasa puas dengan hasil pekerjaan itu, maka lirik lagi daftar deadline yang harus dikerjakan. Pilih satu deadline  lagi yang sifatnya mendesak dan penting, kembali kerjakan deadline tersebut, cobalah untuk fokus, dan begitu seterusnya. Hingga semua deadline itu terselesaikan dengan baik. Bahkan tanpa kita sadari semua deadline telah dikerjakan dengan baik dan hasilnya sangat memuaskan. Yeay!

Berhentilah dengan kebiasaan-kebiasaan aneh itu (ini sebenarnya sedang menasehati diri sendiri, hehe). Terkadang kita suka berkeluh kesah dengan ribuan deadline. Menghabiskan ribuan detik hanya menatap deadline dengan tatapan kosong sambil mengasihani diri sendiri, ‘ah, betapa kasihannya aku yang banyak pekerjaan ini’. Apakah ritual itu akan menghilangkan satu deadline di daftar itu? Ah, tentu saja tidak, tetapi kenapa masih sering dilakukan? Aneh. Sudah cukup mengutuki deadline atau mengasihi diri sendiri, lebih baik kita sibuk mengatur strategi untuk menyelesaikan ribuan target tersebut.

Lalu tunggu apalagi! Tetapkan satu deadline, mulailah mengerjakannya, dan tetaplah FOKUS.



Medan, 08 Maret 2018, 13 : 38 WIB
Tulisan ini semata-mata hanya untuk memotivasi diriku yang sedang berjibaku dengan deadline yang ternyata deadline banget. Terus semangat Suci !



***



 SAMPAI DI PUNCAK


Wisuda Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, Oktober 2015

Foto wisuda adalah salah satu foto favorit yang suka aku amati lamat-lamat. Senyuman yang tergambar di sebuah foto wisuda itu benar-benar merekah, manis, dan penuh kemenangan. Seolah ingin menunjukkan sebuah kebebasan dan pencapaian terhadap sesuatu hal yang besar. Apakah ini hanya perasaanku yang berlebihan atau memang beginilah kondisi foto-foto wisuda? Hehe.

Kata ‘wisuda’ menjadi sebuah kata sakral bagi para mahasiswa. Bagaimana tidak, inilah puncak dari perjuangan yang telah dilakukan selama hampir empat tahun bagi mahasiswa s1, dua tahun bagi mahasiswa s2 atau tiga tahun bagi mahasiswa s3. Betapa moment  wisuda merupakan impian semua mahasiswa. Mendengarkan kata ‘wisuda’ atau melihat betapa meriahnya pesta wisuda para senior kampus membuat hati ini merinding dan berkata “aku kapaaan?”, apalagi melewati moment  wisuda itu sendiri. Mendengar nama dan gelar serta IPK tersebut dengan lantangnya melalui pengeras suara, membuat hati ini bergidik, “eh itu aku ya” hehe. Bahagia-nya itu rasanya klimaks banget, bahagia-nya itu muncak banget euy.

“Hey kawan, kita telah sampai di puncak” setidaknya itu kata yang selalu didengungkan oleh para wisudawan. Saatnya melepas lelah atas pendakian panjang nan melelahkan. Saatnya melupakan sejenak betapa luka hinggap selama perjalanan. Saatnya melihat kemenangan yang sedang didapatkan, melihat betapa indahnya hasil perjuangan selama ini, untuk kemudian menyadari bahwa tak ada yang sia-sia dengan perjalanan panjang itu.

Perayaan wisuda memang membuat kita melupakan rasa sakit untuk memperolehnya. Terlupa semua jerih payah masuk ke kampus nomor satu di kota itu. Terlupa rasanya bergadang karena harus mengerjakan tugas. Terlupa bagaimana rasanya kejar-kejaran dengan dosen pembimbing (eh, aku pernah nih kucing-kucingan sama doping, hehe). Terlupa rasa kecewa saat tugas akhir dipenuhi coretan oleh dosen pembimbing. Bahkan terlupa rasanya ‘dihajar’ habis-habisan ketika sidang tugas akhir. Entah kenapa mendadak lupa dengan peristiwaa naas di masa lalu, hanya karena sebuah toga yang terpakaikan elok menutupi raga. Tak hanya wisudawan yang getar-getir ketika wisuda, bahkan mereka yang menyaksikan pun ikut merasakan euforia sebuah perayaan wisuda. “ah, enak sekali mereka sudah wisuda, aku kapan?”, selintas pikiran dari junior kampus yang baru memulai perjalanan panjangnya.

Kebanyakan orang melihat wisuda sebagai bentuk kesuksesan, bahkan puncak dari sebuah perjalanan panjang. Memunculkan bayangan yang menyatakan bahwa ternyata kuliah itu seindah wisuda lho? Pakai baju cantik, foto-foto, ketawa-ketawa. Eh, elu kuliah dimana tuh? Butuh usaha keras untuk bisa sampai ke perayaan wisuda, perlu tangisan agar bisa memakai toga dengan bangganya. Bahkan mengorbankan tenaga, waktu, pikiran agar senyum di hari wisuda benar-benar maksimal. Sayangnya tidak banyak orang yang menyadari hal ini karena mereka telah dibiaskan oleh bayang-bayang sebuah wisuda yang menyenangkan.

Bukankah hal itu sering kita lakukan? Sadar atau tidak sadar kita sering melihat kondisi hidup seseorang berdasarkan ‘perayaan wisuda’ nya saja. Sebut saja seorang pebisnis yang sukses, Ippho Santosa. Melihat kondisi Ippho yang sudah maral melintang di dunia bisnis memunculkan anggapan bahwa bisnis itu menyenangkan, banyak uang, kaya dan terkenal. Anehnya ketika Allah berikan sedikit cobaan, langsung down, menyerah, bahkan putus asa.  Perhatikan Bill Gates, seorang ahli perangkat lunak yang sukses. Kemudian kita mengikuti jejak beliau untuk mendalami ilmu komputer, sayangnya gagal. Kemudian akhirnya menyerah dan banting setir, eeh.

See, seringkali kita hanya melihat proses ‘wisuda’ nya saja dan melewatkan tahapan yang dilalui oleh Ippho Santosa dan Bill Gates agar mereka bisa sampai di titik sekarang ini. Who knows kan jika ternyata Iphho Santosa dan Bill Gates juga bersusah payah mencapai titik ini, mereka benar-benar mengerahkan waktu, tenaga dan pikiran, mereka melawan sekitar yang mungkin mencemooh kondisi mereka, mereka bahkan harus kehilangan orang-orang yang disayang, bahkan mereka harus mengubur masa muda yang katanya indah untuk memperjuangkan masa depan yang lebih cerah. Kita sering mengabaikan kisah-kisah yang sebenarnya menjadi penyebab utama kenapa orang-orang hebat berhasil mencapai puncak mereka masing-masing. Kita sering tidak memperdulikan betapa hebatnya perjuangan yang mereka lakukan. Kita men-skip  berbagai peristiwa penting hanya untuk menikmati sebuah ‘perayaan wisuda’ yang sejatinya hanyalah sebuah fatamorgana.

Iri melihat orang lain sukses? Boleh. Iri melihat orang lain hebat? Silakan. Jangan pelajari betapa hebatnya ia, jangan pelajari betapa suksesnya mereka. Pelajari langkah dan perjalanan yang mengantaarkan mereka sampai ke puncaknya. Berhentilah membayangkan dan memikirkan ‘nanti kalau aku bisa se-sukses dia, aku mau beli mobil seperti dia ah’, sejatinya pikiran seperti ini takkan membantu banyak, malah sering menjerumuskan dalam imajinasi belaka. Mulailah berpikir ‘kenapa dia bisa sukses? Kalau dia berlatih lima jam setiap harinya, maka aku harus berlatih enam jam setiap hari”, aku rasa pikiran seperti ini sangat membantu.
Lagipula, membayang-bayangkan kesuksesan dan kehebatan orang lain hanya akan mengikis kepekaan hati. Ia hanya akan menimbulkan kedengkian mendalam, khawatir yang teramat berlebihan, bahkan panjang angan-angan. Please, berhentilah melakukannya (talk to my self). Mulailah berpikir cerdas dengan cara mempelajari bagaimana orang hebat itu berjuang, apa yang sebenarnya mereka lakukan, apa yang mereka makan, apa kebiasaan positif mereka, dengan siapa mereka bergaul, bahkan apa film, makanan ataupun lagu kesukaan mereka, hehe.
Mencapai puncak itu memang penting, tetapi ada hal yang lebih penting untuk sekadar menjejakkan kaki di puncak, yaitu menikmati perjalanan untuk mencapai puncak.


Medan, 21 Februari 2018, 09:53
Pagi ini tiba-tiba dikejutkan oleh whatsapp seseorang yang ngajakin S3. Aah, apa seharusnya aku harus melanjutkan studiku? Tiba-tiba aku rindu di ‘wisuda’ lagi, eeh.


 ***


 MELINGKAR (Komunitas Hitam-Putih-Kuning)




Tulisan kali ini agak ilmiah dikit yaa, Hehe. Karena di tulisan kali ini aku akan menjelaskan tentang matematika. What?. Oke, jangan panik, ini hanya matematika kok. Percayalah, ini hanya matematika, eehh.

Lingkaran. Kenal dengan lingkaran? Aah, tentunya sangat mengenal dong. Salah satu bangun datar yang dipelajari dari SD sampai tingkat SMA ini sangat populer. Karena menggambarnya lebih gampang dari bangun yang lain, selain itu lingkaran menjadi bangun yang sering diaplikasikan dalam kehidupan kita. Jam dinding, permukaan kipas angin, piring, permukaan mangkok, kompor, bahkan godok pisang juga menyerupai lingkaran. Heheh. Begitulah, lingkaran merupakan bangun datar yang sangat istimewa.

Berapa sih jumlah sisi pada lingkaran? Nah, kita mulai membahas yang agak menguras otak nih. Hayo, berapa? Kebanyakan orang menjawab lingkaran terdiri dari satu sisi yaitu sisi melengkung tersebut. Hmm, yakin?. Lingkaran bukanlah bangunan yang terdiri dari satu sisi, karena sebuah bangun datar harus dibuat minimal dari tiga sisi, alhasil segitiga merupakan bangun datar yang paling sederhana. Lalu, lingkaran?

Sebenarnya lingkaran merupakan bangun datar yang terdiri dari banyak sisi. Nah lo? Dimana sisi yang banyak itu? Kenapa gak kelihatan? Sekali lagi, itulah uniknya bangunan ini. Karena terlalu banyaknya sisi lingkaran, maka tak terlihat lagi sudut antara sisi, tak terlihat patahan-patahan sisi yang menyusun lengkungan lingkaran itu. Semua sisinya yang banyak itu menyatu sehingga hanya terlihat sebagai satu sisi. Begitulah lingkaran, menarik bukan?

Sekarang, coba perhatikan di sekitarmu. Apakah kau telah temukan lingkaran-lingkaran kecilmu? Tak terlihat kah ? ahh, mungkin saja kau yang tidak menyadarinya. Para muslim pun adalah miniatur sebuah lingkaran.

Di dunia yang Allah rancang ini bahkan di lingkungan kecil kita saja terlalu banyak sisi bukan? Hampir semua kita mempunya sisi yang berbeda. Kita sering menyebut istilah sisi dengan suku, warna kulit, rambut, bentuk wajah, bahasa yang berbeda, cara berjalan bahkan cara berbicara. Terlalu banyak sisi-sisi para muslim. Yang jika kita satukan akan membuat patahan, sudut yang tajam sehingga sangat bisa melukai.

Dan ternyata, ada satu hal yang membuat sisi yang banyak itu bersatu, layaknya sebuah lingkaran. Ada satu hal yang membuat patahan sisi dan sudut itu tak lagi melukai. Ialah keimanan kepada Allah. Rasa ketaqwaan yang hadir dalam setiap jiwa muslim membuat mereka merasakan perasaan yang sama, perasaan yang juga ikut sakit ketika sisi lain tersakiti, perasaan sedih jika sisi yang lain dikecewakan dan tentunya perasaan gembira jika sisi yang lain mendapat nikmat. Begitulah iman kepada Allah, yang benar-benar menyatukan semua sisi berbeda sehingga menjadi satu sisi yang tak lagi ada patahan, tak lagi melukai, tangguh dan kuat. Masha Allah.

Setiap muslim adalah bagian dari sisi itu. Masing-masing kita mempunyai andil untuk membuat lingkaran itu menjadi lebih kuat. Silakan cek kembali iman kita, sudah benarkah peran kita dalam menguatkan lingkaran tersebut?. Jika masih ada rasa tak peduli dengan kondisi saudara sesama muslim, periksa keimananmu. Jika masih kesal dan sakit hati ketika ada sahabat yang memperoleh keberhasilannya, cek lagi. Jika berniat menolong hanya untuk kaum atau suku tertentu, aah perbaiki lagi. Jika masih tutup mata dan telinga terhadap kasus Palestina, imanmu benar-benar harus kau periksa. Jika masih berpikir bahwa masalah Suriah bukan masalah islam tetapi masalah negaranya, kau harus memperbaiki syahadatmu. Perbaikilah, jangan sampai kehadiran kita di lingkaran itu membuat patahan sisinya semakin tajam.

Maka itulah kita banyak belajar dari lingkaran. Dan tidak masalah jika kita menyerupai lingkaran bukan? Jadi, tidak ada salahnya jika kita melingkar. Melingkar adalah membentuk komunitas yang berisi kajian positif, saling menguatkan dan saling membangun kecakapan orang-orang di dalamnya. Melingkarlah dengan orang-orang sholeh, melingkarlah dengan orang-orang yang mengajakmu untuk terus berbuat baik. Melingkarlah dengan orang-orang yang tak henti menyampaikan risalah Illahi. Melingkarlah dengan mereka yang begitu peduli dengan saudaranya, bahkan saudara yang tak dikenalnya sekalipun. Melingkarlah dengan mereka yang mencintai saudaranya bukan karena genetis atau ada keperluan tertentu melainkan karena keimanan kepada Allah. Inilah bentuk cinta dan kasih sayang paling romantis kan?

Melingkarlah, temukan komunitasmu, temukan orang-orang yang akan menjagamu dari aktivitas yang tak seharusnya. Temukan mereka yang akan menguatkanmu ketika lemah, bukankah serigala hanya akan memangsa domba yang berada di luar gerombolannya? Begitulah, syetan juga akan bersiap memangsa jika kita berada di luar lingkaran, gak mau jadi mangsa syetan kan?
Maka melingkarlah !
Melingkarlah bersama kami, komunitas hitam-putih-kuning. Eeeh.

 

Medan, 11 Januari 2018. 14:38 WIB
Sebenarnya ingin menceritakan tentang Palestina, tapi tangan ini tak berdaya mengetikkan kalimat menyayat dari tanah Palestina. Bahkan tulisan ini harus terhenti beberapa saat karena tak terasa air mata ini menetes, entah kenapa di playlist lagu we will not go down terdengar. Ahh..


***                                                                       



BUKAN ARLOJI


 “Jam berapa kamu bisa datang?”
“Tugas ini harus selesai besok ya!”
“Selamat ulang tahun Ani”
“Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, pak Budi meninggal dunia tadi malam”

Tahukah apa kesamaan dari cerita di atas. Cerita yang sangat berbeda bahkan tidak berhubungan. Perhatikanlah! Beberapa pernyataan di atas menceritakan sesuatu. Apa yang diceritakan? Adalah tentang sebuah kehidupan, tentang deadline, tentang target, tentang sebuah kelahiran dan tentang kematian. Yap. Ini semuanya adalah tentang waktu.

Apakah kamu tahu apa itu waktu? Tentunya. Karena hampir semua orang di dunia memilikinya. Hampir semua orang? Bukannya semua manusia diberikan waktu? Iya, tapi kenapa manusia selalu beralasan tidak ada waktu, aneh ya..(heheh)

Ahh, waktu. Benda ini merupakan benda paling berharga di dunia. Mungkin lebih berharga dari mobil ferrari keluaran terbaru atau jalan-jalan keliling Eropa selama satu bulan. Kenapa ia bisa sangat berharga? Karena tak satupun orang bisa membelinya. Tak ada satu manusiapun yang bisa membeli kehidupannya 1 minggu yang lalu, bahkan tak mampu mengulangi kejadian 1 detik yang lalu. Bahkan sebegitu berharganya sang waktu, Allah bersumpah di dalam kitab Nya.
            “Demi Masa”
            “Demi (waktu) Dhuha”
Ya..semua orang paham dan mungkin sangat paham akan betapa pentingnya sebuah waktu.

Tentunya pernah dengar quote yang begini :
·         Jika ingin tahu betapa berharganya waktu setahun tanyakan kepada siswa yang tinggal kelas
·         Jika ingin tahu betapa berharganya waktu satu bulan tanyakan kepada ibu yang melahirkan premateur
·         Jika ingin tahu betapa berharganya waktu 1 minggu tanyakan kepada seorang editor majalah mingguan
·         Jika ingin tahu betapa berharganya waktu 1 hari tanyakan kepada seorang yang bekerja dengan gaji harian
·         Jika ingin tahu betapa berharganya waktu 1 jam tanyakan kepada seorang gadis yang sedang menunggu kekasihnya
·         Jika ingin tahu betapa berharganya waktu 1 menit tanyakan kepada seorang yang ketinggalan kereta api
·         Jika ingin tahu betapa berharganya waktu 1 detik tanyakan kepada atlet pelari 100 meter
·         Jika ingin tahu betapa berharganya sebuah kehidupan tanyakan kepada seorang yang akan dihukum mati besok
Lihatlah!
Waktu akan menjadi sesuatu hal yang sangat penting. Setiap detiknya akan mempunyai makna tersendiri bagi masing-masing orang yang menjalani.

Sayangnya, banyak orang (bahkan mungkin kita) pura-pura tidak tahu bahwa ternyata waktu itu sangat penting. Selalu beranggapan bahwa memiliki waktu yang banyak, padahal sejatinya manusia itu tidak memiliki waktunya. Selalu beranggapan bahwa esok akan melihat matahari terbit lagi, esok masih bisa melakukan pekerjaan ini, esok masih bisa bertaubat dan menangisi semua kesalahan. Aah..esok? apakah yakin akan ada hari esok untuk kita? Seolah kita memiliki banyak waktu sehingga waktu yang ada sering disia-siakan. Waktu yang ada digunakan untuk melakukan hal-hal yang dzolim, hal-hal yang tak berguna, lalu berencana bahwa esok pagi akan berubah, esok akan meminta maaf. Ahh..sekali lagi, akankah ada hari esok untuk kita?
Sehingga tak jarang banyak mahasiswa yang terlena di awal semester, lalu ngos-ngosan memperbaiki nilai di akhir semester. Tidak sedikit karyawan yang sibuk main game di awal bulan, lalu wara wiri mengejar target perusahannya di akhir bulan. Dan sangat banyak manusia yang bermaksiat ketika di dunia dan merasakan adzab yang pedih di akhirat (naudzubillah)

Apa sebenarnya masalah mereka? Waktu. Semuanya hanya soal waktu.
Percayalah, waktu yang kita miliki bukan seperti jam tangan. Yang berputar dari pagi ke malam ke pagi lagi dan begitu seterusnya. Jam tangan akan selalu menyediakan waktu esok untuk seseorang. Akan selalu menyediakan pagi untuk seseorang yang terkekang dengan dinginnya malam. Juga menyediakan malam untuk seseorang yang lelah menghadapi rutinitas dunia.
Indah bukan? Ya...sayangnya waktu kita bukanlah seperti jam tangan. Lalu?
Waktu kita adalah stopwatch.
Stopwatch yang telah di “klik” oleh Sang Penguasa ketika kita melihat dunia untuk pertama kalinya. Stopwatch yang bilangannya telah ditentukan oleh Sang Maha Raja. Stopwatch yang terus bergerak mundur ke angka 0. Stopwatch yang kitapun tidak tahu sudah sampai di angka berapa sekarang. Ialah stopwatch yang benar-benar akan berhenti bergerak ketika angka 0 sudah muncul di layarnya.
Ahh..

Jangan terlena !
Jangan sampai kita tersadar di 10 detik terakhir kehidupan kita. Lalu kemudian menyesali kenapa kita tak dari dulu menggunakan waktu yang telah Allah jatahkan untuk kita.
Gunakan terus waktu yang kita miliki.
Kapan waktu yang benar-benar kita miliki? Sekarang, detik ini, saat ini. Karena sejatinya waktu kita adalah sekarang, bukan esok apalagi seminggu yang lalu.
Manfaatkan waktu untuk hal yang positif, beribadah kepada Sang Maha Raja, membantu orang lain, mengejar target, membuktikan impian, dan menjadi sebaik-baik manusia.
Jangan biarkan satu detikpun untuk hal yang dzolim, untuk hal yang tidak layak kita lakukan. Ya..walaupun hanya satu detik.
Karena waktu kita sedang dihitung mundur..
Tick Tock !!
Tick Tock !!
Tick Tock !!



Medan, 14 Desember 2017. 14:00 WIB
Menikmati gregetnya deadline dengan lantunan lagu perfect by Ed Sheeran.
Mungkin masih suka berpikiran bahwa hari esok masih ada. Ahh..Suci !!
Cobalah berpikir lebih cerdas. Eeh..  

__________                                                                  





Ya Allah, Request Dong !

Pict: me, location : gundaling hills, North Sumatera

Siapa yang tidak mau ?
Siapa yang menolak ?
Siapa yang menolak harus terlahir dari keluarga kaya yang segala kebutuhannya, bahkan keiginannya terpenuhi. Siapa yang tidak mau memiliki orang tua yang berpendidikan, cerdas, bijak serta mengikuti zaman. Tak akan ada yang bermasalah jika terlahir dengan kondisi fisik yang bagus, bahkan memiliki paras rupawan, kulit putih, tinggi semampai. Siapa yang tidak menginginkan lahir dari rahim seorang ibu yang paham agama, kemudian dididik oleh ayah yang sangat paham batas larangan halal dan haram. Dan merupakan impian bahwa kita terlahir dari keluarga bangsawan, terlahir menjadi salah satu keturunan Raja Salman, atau Ratu Inggris, wahh, speechless deh.
Adakah yang bermasalah dengan itu semua? tentunya  TIDAK. Bahkan banyak di antara kita, eeh...hampir semua manusia begitu menginginkan semua hal itu. Menginginkan ia akan terlahir dari keluarga kaya, harmonis, memiliki orang tua yang sukses dunia dan paham akan akhirat serta memiliki paras yang rupawan. Bahkan sangat berangan-angan bisa menjadi salah satu bagian keluarga Raja Salman (ehh...). Manusia memang begitu, jika ia bisa memiliki 2 hal kenapa harus cukup dengan 1 hal, jika ia bisa memiliki semesta, kenapa harus berbangga dengan dunia yang dimilikinu. Ahh...
 
Hanya saja, siapa yang menjamin kita bisa memiliki semua hal di atas?. Siapa yang menjamin bahwa kita akan terlahir dari keluarga kaya?, siapa yang bisa memastikan bahwa kita akan memiliki orang tua yang pintar, sukses serta paham agama?, dan tentunya tidak ada yang benar-benar menjamin bahwa kita akan memiliki wajah yang rupawan kelak. Lihatlah dirimu?, apakah engkau memiliki semuanya ?. Alhamdulillah jika engkau memiliki semua hal yang hampir diimpikan oleh seluruh manusia. Tapi jika tidak, engkau hanya memiliki 2 hal saja, tidak, hanya 1 hal saja, dan tidaaaak, bahkan kesemua itu tidak dimiliki. Lalu engkau berteriak-teriak ke langit mengatakan dengan lantangnya bahwa ALLAH itu tidak adil. Engkau mulai membanding-bandingkan dirimu dengan mereka, yang menurutmu mendapatkan keadilan ALLAH.   
     
Ketidak terimaan itu akhirnya menjadi penolakan tajam terhadap takdir Allah. Banyak manusia yang tidak mau mengakui keluarganya karena malu dengan status keluarga. Tidak sedikit pula orang yang merombak total wajahnya agar “terlihat” cantik, dan mungkin melakukan hal (gila) lainnya untuk mendapatkan beberapa predikat yang hanya dinilai di mata manusia. Picik sekali kita bukan?. Kita bahkan sangat mempermasalahkan hal itu, berjuang keras mewujudkannya sehingga melupakan hal utama yang jauh lebih penting dari hal tersebut. 

Ingat, ALLAH sama sekali tidak akan meminta pertanggungjawaban atas hal yang merupakan takdir Nya yang tak kuasa kita ubah. ALLAH tak akan meminta  tanggung jawab atas bentuk rupa yang kau miliki, ALLAH juga tidak akan menghinakan engkau ketika hanya terlahir dari rahim seorang perempuan yang dipandang hina di dunia. Lalu ? kenapa kebanyakan kita malah begitu disibukkan dengan hal ini?(berpikirlah !). Sudah cukup rasanya menghabiskan waktu hanya untuk memikirkan hal yang di akhirat kelak juga tidak akan ditanya oleh Allah. Bukan lagi waktunya untuk menceritakan permasalahan yang akan selesai seiiring bergeraknya tubuh kita ke liang kubur.

Hanya karena memiliki keluarga yang tidak paham agama, menjadikanmu juga menomorduakan urusan agama. Hanya karena berparas tak rupawan, engkau benar-benar tak memperdulikan kesehatan. Hanya karena tak terlahir dari orang tua berpendidikan engkau menjadi malas belajar dan bekerja. BUKAN !!. Bukan itu yang ALLAH mau. ALLAH memang tak akan mempermasalahkan keluargamu, bentuk fisikmu, kepintaran orang tuamu, tapi yang ALLAH minta adalah bagaimana agar lingkunganmu bisa menjadikamu menjadi sebaik-baik hamba Nya. Bagaiamana agar manusia bisa menyikapi lingkungan agar terus berproses menjadi pengikut Rasul Nya. 

ALLAH akan melihat usahamu untuk terus istiqomah dalam agamamu, meskipun memiliki orang tua yang bahkan tak pandai membaca Al Quran. ALLAH akan memujimu yang giat belajar agar memperoleh beasiswa sementara orang tua tidak tamat SD. Dan ALLAH akan menyebut-nyebut dirimu yang begitu apik menutup aurat, menjaga pandangan walaupun hanya memiliki wajah yang menurut mereka alakadarnya. 

Lihat, sudah tahu apa yang ALLAH inginkan? Masih mau minta yang aneh-aneh sama ALLAH? Masih mau berkhayal yang macam-macam jika aku menjadi ...., jika aku menjadi....?. tak ada yang salah kok dengan lingkungan kita, hanya saja cara kita menyikapinya saja yang agak keliru. Jika di sekitar kita adalah lingkungan yang bagus, bersyukurlah, jadikan itu sebagai jembatan untuk terus berproses menjadi baik. Jika di sekitar adalah lingkungan yang kurang baik, bersabarlah, teruslah bersinar di antara ketidakbaikan itu. Jangan-jangan engkau adalah orang yang ALLAH kirim untuk memperbaiknya kan?.  

Jangan request  yang aneh-aneh lagi yaah..
Cukup minta ALLAH karuniakan kebaikan dan keberkahan dalam hidup.
Cukup minta ALLAH karuniakan keimanan yang terus naik ke arah Nya
Cukup minta ALLAH berikan rasa cinta Nya kepada kita.
Dan...
Cukup minta sama ALLAH saja !!

Note :
Engkau pernah merasa lingkunganmu begitu menyesakkan? Pernah merasa bahwa di sekitar mu sedang terjadi sesuatu?. Ya...itu yang sedang aku rasakan
--------------------------

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...