Sunday 19 July 2020

Kawan Semasa S1




Kali ini aku ingin menceritakan beberapa sahabat terbaik yang pernah aku miliki. Ya, tepatnya ketika aku sedang menyelesaikan kuliah S1 di Pekanbaru. Bagi seorang anak kampung seperti aku, menemukan sahabat, tempat cerita adalah solusi terbaik ketika pertama kali sampai di kota besar ini. Makanya aku selalu berdoa agar Allah memberikanku sahabat terbaik ketika aku menyelesaikan study  S1.

Dan jeng…jeng…jeng..
Inilah sahabat terbaik yang pernah aku miliki. Eh, sebenarnya ada banyak sahabat terbaikku. Namun, kali ini aku akan menceritakan orang-orang yang ada dalam foto ini. Ntar kapan-kapan aku bakal share kebersamaanku dengan teman-teman lainnya.

Aku akan menceritakan gadis shalihah ini sesuai urutan ya, yaitu dari kanan ke kiri. Tolong jangan dibalik, ntar salah orang jadinya salah persepsi deh. Hehehe

Pertama itu mba Lan. Namanya sih Lani, jawa banget deh pokoknya. Makanya satu kelas memanggilnya mba Lan. Ngomongnya itu lembut dan sopan. Orangnya kalem, gak banyak cingkunek (istilah apaan sih ini, hehehe). Namun ngomong sama mba Lan itu menenangkan banget lah. Pokoknya kalau rada emosian, rada bĂȘte ketemu aja sama mba Lan, insya allah lebih tenang dan bahagia. Hehehe

Kedua, mba Susi. Kenapa dipanggil mba? Ya karena jawaaa banget. Karakter mba Susi hampir menyerupai mba Lan. Hanya saja kadang mba Susi ngomongnya agak nyelekit. Hehehe. Saking miripnya mereka ini juga satu kamar kos kosan lho. Nah, mba Susi ini paling rajin nasihati kami. Harus sholat di musholla, jilbabnya harus begini, pake manset, ketawa jangan ngakak, jangan sering nongkrong sama lawan jenis. Pokoknya panjaaaaaa lah. Apalagi kalau kami lagi banyak tingkah. Wah bisa tambah panjang tuh nasehatnya mba Susi. Hehehe

Ketiga, Ira. Nah ini tuh stand up comedian  kami. Asli ini anak lucuuuuu banget. Ada ada aja deh tu yang bikin lawak dan gemesh. Pokoknya kalau udah Ira ngomong pasti kami langsung ketawa terpingkal-pingkal. Jadi pas kami sedih, galau, putus asa, langsung ketemu Ira. Suruh ngelawak, auto hilang deh tuh sedihnya.

Keempat Hesty. Kalau yang ini mentor kami dalam belajar. Percaya deh, ini anak pinter banget. Buktinya sekarang jadi ASN sebagai dosen dong di kampus kami. Kurang keren apa coba. Pokoknya kalau kebingungan memahami materi, Hesty akan jadi guru les tambahan. Bingung ngerjain tugas, Hesty juga bakal direpotin, mau UAS atau UTS, Hesty harus siap ditanya-tanya pas kami belajar. Untung ini anak sabar banget ngajarin kami. Udah cantik, pintar, sabar juga. Duuh, masha Allah lah pokoknya

Terus aku deh. Aku tuh katanya paling cerewet, bawel. Dikit-dikit cerita, dikit-dikit heboh. Orangnya baperan tingkat dewa. Disentil dikit langsung nangis. Rapuh banget jiwanya. Eh, Hehe. Tapi gini-gini tetap periang habis, energik dan selalu semangat. By the way, ini omongan mereka ya, bukan dari aku. Aku Cuma nambahin dikit-dikit doang kok. Aihh.

Di sebelah aku ada Ana. Gadis satu ini pendiaaam banget. Ana gak bakal ngomong kalau gak perlu. Beneran deh. Jadinya sekali Ana ngomong itu kami dengerin dan rasanya seneeeeng. Akhirnya ana ngomong juga. Hehehe. Walau pendiam, Ana ini jago banget soal IT lho ya. Pokoknya kalau laptop bermasalah, kami cuss langsung nanya ke Ana. Bikin email, Ana lagi. Ahh, pokoknya urusan dunia digital, serahkan kepada Ana.

Nah, ada satu gadis yang tak terlihat karena lagi motion kami. Hehe. Namanya Danny. Gadis ini tomboy banget. Usil tingkat dewa. Nah Danny inilah yang suka bikin banyak tingkah. Ntah apa-apa aja yang dilakukannya sehingga mba Susi selalu kasih nasihat panjangnya.

Jujurly, kami semua tidak pernah berjanji untuk masuk ke jurusan yang sama di kampus ini. Bahkan kami tidak mengenal satu sama lain. Orang tua kami pun berbeda. Bahasa, budaya, kebiasaan, tanah kelahiran, semuanya jelas tak sama.

Namun kami dipersatukan disini. Kami dipersatukan oleh Sang Maha Baik. Tanpa perlu dikomandoi kami saling meng-gravitasi satu sama lain. Kami berusaha membentuk epsilon sekecil mungkin agar tak ada lagi jarak yang membatasi.

Hingga akhirnya sang waktu membuat kami bermetamorfosa menjadi saudara satu darah. Ya, kami seolah memiliki darah yang sama.
Dan ternyata tentu saja.
Bukankah kita memang saudara?
Saudara se iman
Saudara se Allah
Saudara se Rasulullah

Allah benar-benar Baik ya.
Bukan aku yang meminta orang-orang ini untuk menjadi sahabatku selama berjuang menamatkan S1. Namun Allah pertemukan kita semua. Aku hanya meminta sahabat-sahabat terbaik dan lihat, Allah memberikan kalian semua untukku.

Dan pantaslah mengapa orang-orang ini adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki. Ternyata mereka semua adalah jawaban dari doa-doaku kepada Sang Khalik




Medan, 20 Juli 2020, 00 : 00
Sedang mengenang masa 10 tahun yang lalu. Ya, waktu itu aku masih berjibaku dengan urusan Analisis Real, organisasi, rapat, ngajar les, ngumpul bareng kawan-kawan.

Saturday 18 July 2020

Berorganisasi itu





pertamaku bergabung dengan organisasi kampus adalah biar kelihatan eksis. Ya, walau di zaman yang belum open window seperti saat sekarang, eksis tetap menjadi hal penting dalam kehidupan seseorang. Sebagai seorang mahasiswa baru, anak kampung yang baru belajar main di kota dan main di mall tentu eksis adalah caraku menemukan jati diri.

Waktu itu aku sering melihat senior di kampus yang aktif di berbagai organisasi. Jujurly, aku bangga sekali melihat mereka. Aku sering ngomong dengan diri sendiri bahwa aku harus seperti mereka. Melihat mereka rapat kesana kesini, ikut aksi, banyak relasi, ketemu para pejabat kampus, wiiih kok keren banget ya. Apalagi melihat senior yang berorasi lantang di depan mahasiswa baru. Auto melted aku tuh.

Inilah yang kemudian aku buat tekad dan niat yang kuat. Pokoknya aku harus seperti mereka. Pokoknya aku harus gabung organisasi di kampus. Walau tidak hebat seperti mereka, setidaknya aku harus merasakan gimana sih rasanya rapat, rasanya panas-panasan ikut aksi, rasanya ngomong langsung dengan pak rektor.

Alhamdulillah. Alhamdulillah. Allah akhirnya mengabulkan permohonanku yang satu ini. Tepat tahun 2019 aku berhasil menjadi anggota organisasi di kampusku. Aku bangga akhirnya aku menjadi salah satu dari mereka. Ya, mereka menyebutnya aktivis kampus.

Walau organisasi yang kujalani ini masih tingkat program studi, aku tetap bangga. Aku jalani dengan sepenuh hati. Aku ikuti semua kegiatan. Aku belajar banyak dari senior yang tak kenal lelah membimbing kami. Hingga aku menemukan banyak hal di dalam organisasi. Hal yang selama ini luput dari penglihatanku, aku temukan secara nyata dan jelas ketika aku bergabung dalam sebuah organisasi.

Dulu, aku pikir organisasi adalah bentuk peng-eksis-an diri. Ya, agar lebih dikenal banyak orang, agar terkenal, agar banyak relasi, agar dikenal oleh para jajaran pejabat kampus, agar diidolakan. Ternyata tidak. Organisasi tidak seremeh temeh ete deng. Aku belajat banyak dari berorganisasi. Ada banyak hal baru yang kutemukan. Hal yang kemudian membentuk karakterku, membentuk pola pikirku. Hingga jadilah aku seperti saat ini.

Organisasi mengajarkanku bahwa sebelum memulai sesuatu harus diawali dengan doa. Sebelum rapat berdoa, sebelum acara berdoa, sebelum berangkat rihlah doa. Hingga akhirnya berdoa menjadi habbit dalam kehidupanku.

Organisasi mengajarkanku bahwa ada adab laki-laki dan perempuan yang dijaga, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi bagaimanapun. Gak boleh berdua-duaan, gak boleh ngomong aneh-aneh. Ini pun menjadi habbit dalam kehidupanku. Aku benar-benar menjaga tindak dan perilaku ketika berhubungan dengan lawan jenis.

Bahkan aku menyadari bahwa ada misi dakwah yang dijalankan di setiap organisai. Ada tugas-tugas langit yang harus dilaksanakan. Ada amanah luar biasa yang tak boleh ditinggalkan. Ada ancaman dalam setiap tindakan, begitupun ada godaan untuk berhenti di setiap lelah yang dirasakan.

Ternyata benar kan, organisai bukan sekadar aktualisasi diri. Ia bukan sekadar ajang cari sensasi atau sekadar memperbanyak relasi. Namun organisai adalah sebuah dakwah. Ia merupakan tugas mulia yang wajib dikerjakan oleh seluruh umat manusia. Tugas mulia yang nantinya Allah ganti dengan balasan luar biasa.




Medan, 15 Juli 2020, 22 : 19
Sambil menulis ini aku flaschback dengan kenangan berorganisasi. Duh, betapa rindunya rapat, ikut aksi, bersihin sekre atau sekadar numpang tidur siang menunggu jam pergantian kuliah.

Wednesday 15 July 2020

Jadilah Bijaksana




Bismillah,
Tulisan ini khusus aku persembahkan untuk diriku sendiri. Ya, dikala sedih, kecewa, gelisah, cemas, terkadang kita perlu untuk berbicara dengan diri sendiri. Menjenguk jiwa yang tengah gersang, menyiraminya dengan air kebahagiaan. Dan aku memilih menulis sebagai caraku untuk berbicara dengan diri.

Jangan mengira apapun dari tulisan ini. Jangan sibuk menerka apa yang sedang aku rasakan. Aku juga manusia, wajar jika emosiku bergejolak tak stabil. Hanya maklumi saja, aku hanya butuh meringankan beban yang tengah ku rasakan.

Wahai diriku, yang telah berjuang sejauh ini.
Tenanglah !!
Bersabarlah !!
Bertahanlah !!
Berbahagialah !!
Terima kasih kau begitu kuat telah berjuang selama ini. Aku tahu ini semua sulit, bahkan begitu memayahkanmu. Tapi lihat, kau melewatinya, kau berhasil. Itu artinya kau tangguh, kau begitu hebat. Jadi tolong jangan menyerah. Insya allah sedikit lagi, insya allah sedikit lagi.

Harapan-harapan yang terus kau langitkan satu per satu memang telah berguguran. Namun kau masih saja disibukkan untuk merangkai kembali harapan itu. Kau begitu percaya akan harapan yang terus kau langitkan. Padahal engkau tahu bahwa semuanya telah pupus, semua telah berguguran.

Lihatlah wahai diriku
Sekarang kau masih berkubang. Berkubang dalam ingatan yang semakin menyesakkan. Berkubang dalam serpihan-serpihan luka akibat harapan yang telah berguguran itu. Kau masih menganggap harapan itu adalah kenyataan, hingga ketika kau sadar akan yang sebenarnya kau begitu terluka, bermandikan air mata. Itu sakit, aku pun ikut merasakannya.

Kau mencoba untuk mengubah keadaan. Kau melakukan banyak hal untuk menutupi luka yang masih menganga lebar. Tapi ternyata tidak gampang. Ya, ternyata menguatkan diri sendiri jauh lebih sulit daripada menguatkan orang lain. Menenangkan diri sendiri pun jauh lebih sulit daripada menenangkan orang lain. Dan benarlah, merancang mimpi sendiri itu pun jauh dan jauh lebih sulit.

Wahai diriku yang tangguh.
Itulah makanya kau harus bijaksana. Jadilah bijaksana.
Kau tahu kenapa?
Karena orang yang bijaksana bukanlah orang yang ingin merubah dunia, melainkan ingin merubah dirinya sendiri. Kau harus menjadi lebih baik dan lebih setiap harinya. Ya, setidaknya ini akan membantumu untuk merasakan bahagia.
Wahai diriku yang baik hatinya
Bertahanlah dengan segenap harapanmu
Hingga kau bisa melampaui dirimu sendiri
Tenanglah !!
Meski gelap hitam pekat itu melumatmu erat-erat.
Aku masih disini untukmu,







Medan, 13 Juli 2020, 22 : 14


Monday 13 July 2020

Karena Kita Telah Sepakat Bukan?




Karena kita telah sepakat bukan?

Kita telah sepakat untuk tidak bertanya kabar satu sama lain. Kita telah sepakat untuk menjadi yang terbaik bagi yang lain. Kita juga telah sepakat untuk bermetamorfosa menjadi sebaik-baik hamba Robb kita. Lalu kenapa kita masih gelisah? Cukup tunaikan saja kesepakatan itu.

Dan kita telah sepakat untuk saling menunggu bukan?

Menunggu dengan mantap bahwa semuanya akan datang sesuai janji Nya. Menuggu jadwal dimana Sang Pemilik Kehidupan akan mempertemukan kita. Dan kita juga sudah sepakat untuk tidak datang terlambat kan? Ya, kita sudah berjanji untuk tidak datang terlambat. Masihkah wajar jika kita masih gelisah?

Ternyata kesepakatan bukan hanya ucapan belaka.
Ia memerlukan segunung kesabaran, perlu sedalam-dalamnya kepasrahan.
Kita perlu mempersiapkan apa yang perlu dipersiapkan
Kita perlu memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki

Maka, teruslah menjadi baik, teruslah mempersiapkan diri.
Akan tiba masanya saat segunung kesabaran itu Allah ganti dengan sesuatu yang teramat indah, yang bahkan tak pernah terpikirkan. Misalnya saja hari itu, ya hari itu.
Hari dimana kita akan dipertemukan.

Tulisan ini aku persembahkan untuk para singlelillah yang terus berjuang menggenapkan agamanya. Bersabarlah, ia takkan datang terlambat. Jodoh akan datang sesuai dengan waktu yang telah Allah tetapkan. Dan waktu itu sangat tepat sekali, tidak lebih cepat dan juga tidak lebih lama.

Teruskan saja menunggu kedatangan  jodohmu. Teruskan saja memperbaiki dirimu. Agar ketika jodoh itu datang, dirimu sudah benar-benar siap dan mampu mengemban amanah rumah tangga. Percayalah, berumah tangga itu bukan sekadar menikah, pesta lalu pergi bulan madu. Ada banyak rintangan setelah episode merah jambu itu. Nah, jika semasa single tidak belajar tentang pernikahan, malah diisi dengan kegiatan unfaedah, maka bersiaplah gamangnya diri menghadapi dunia pernikahan.

Sekali lagi wahai singlelillah.
Jangan cemas, jangan takut jangan khawatir. Tidak ada orang yang terlambat menikah. Semua orang menikah pada waktu yang tepat. Ingat itu.

Nah, sambil menunggu kedatangan pangeran berkuda putih atau putrid bermahkota perak, yuk baca buku lagi, nonton kajian pernikahan lagi, diskusi pernikahan lagi. Intinya mah belajar terus.




Medan, 10 Juli 2020, 09 : 55



Thursday 9 July 2020

Mendengar lah !




Hari ini disentil oleh sebuah ungkapan ini :

Aktifkan dua telingamu daripada mulutmu. Karena engkau diberi dua telinga dan satu mulut agar engkau lebih banyak mendengar daripada berbicara (Abu Darda)

Sebuah teori kehidupan yang indah sekali bahasanya. Teori kehidupan yang ‘ngena’ banget lah pokoknya. Namun sayangnya teori ini susah sekali untuk diterapkan. Kita tahu bahwa ungkapan itu betul adanya, namun kia seolah enggan untuk melakukan apa yang dianjurkan dalam ungkapan tersebut.

Lihat saja, bukankah manusia ingin didengarkan agar terlihat pintar? Manusia ingin sekitar menyimak dengan baik setiap ucapannya agar keberadaannya diakui. Bermodalkan benda tak bertulang itu, manusia berkoar-koar menceritkan ide dan pemikirannya. Manusia tiada henti berbicara agar ia selalu didengarkan sekitarnya. Manusia tidak bosan berbicara agar selalu menjadi pusat perhatian. Hingga akhirnya manusia sering lupa bahwa ia tak seharusnya menghabiskan hidupnya hanya untu berbicara, ia perlu mendengar.

Mendengar bukan berarti mengubah derajat seseorang menjadi lebih hina. Ia juga tidak membuat kita terlihat bodoh di depan orang lain. Percayalah, itu hanya stigma negative yang terus dibangun agar orang-orang malas untuk mendengar. Mendengar akan membuat kita mendapatkan berbagai informasi dan pengetahuan. Lihat saja, ketika kita fokus menonton pemberitaan di televisi, kita akan mendapatkan informasi bukan?

Tidak hanya itu, mendengar membuat kita mengenal sosok lawan bicara dengan baik. Kita mampu menyimpulkan bahwa ia adalah orang periang jika kita mendengar setiap pilihan kata yang keluar dari mulutnya. Percayalah, mendengar akan membuat kita lebih anggun dan lebih gagal. Kalau bahasa milenialnya stay cool.

Makanya kita harus sering-sering mendengar. Ya, tentu saja mendengar hal-hal baik. Mendengar sesuatu yang akan mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik lagi. Misalnya saja firman Tuhan. Ya, kita perlu mendengar, menyimak dan memahami setiap firman Allah dengan seksama. Ambil segala hikmah yang Allah sampaikan dalam setiap ucapan Nya tersebut.

Dengarkan juga setiap perintah dan larangan Allah. Dengan begini kita akan menjadi hamba yang sempurna bagi Nya. Jika setiap perintah dan larangan betul-betul didengar, maka tentu saja tidak akan ada kejahatan lagi di muka bumi. Hanya aka nada tersisa orang-orang baik. Walau kelihatan mustahil, namun apa salahnya kita mulai dari diri sendiri kan. Diawali dengan mendengarkan setiap perintah dan larangan yang telah Allah tetapkan.

Kita juga perlu mendengarkan nasehat-nasehat kebaikan yang diberikan oleh titisan para Nabi. Siapa saja mereka? Ada ustad, ulama ataupun guru. Bahkan orang biasa yang menyampaikan kebaikan pun, layak untuk didengarkan. Ambil setiap pelajaran kehidupan dari setiap orang-orang yang singgah dalam episode kehidupanmu. Dengan begitu jiwa akan terisi dengan hal-hal baik, pikiran akan selalu positif dan hati akan selalu bahagia.

Lihat, kehidupan menjadi lebih baik dan lebih bermakna jika kita mengubah gaya hidup. Ya, kurangi bicara dan banyaklah mendengar. Tunggu, berbicara itu boleh, sangat dianjurkan malahan. Hanya saja, perlu diperhatikan, apakah hal yang akan diucapkan bermanfaat bagi saya dan orang lain ndak? Karena memang dalam hidup ini kita tak perlu banyak bicara, cukup mendengarkan saja.



  

Medan, 7 Juli 2020 22 : 38

Monday 6 July 2020

Duhai Anak Perempuanku




Duhai anak perempuanku, dapatkah kau mendengar ucapan Umma?
Oh ya, tentu saja. Kau dianugerahi pendengaran yang baik oleh Tuhanmu. Kau mungkin dapat mendengar nak, tapi kau belum bisa memahami apa yang Umma katakan ini. Tak apa nak. Umma akan coba tuliskan di sini. Semoga suatu hari nanti kau dapat membacanya nak. Baik itu masih ada Umma di sisimu atau tiada lagi ada Umma.

Duhai anak perempuanku.
Bolehkah aku menyebutmu dengan panggilan Uni?
Ya, darah minang memang mengalir dalam ragamu nak. Jadi Uni adalah panggilan yang pantas disematkan kepadamu. Walau kau saat ini masih menjadi the only one daughter buat Umma, tapi jika Allah berkenan, kau akan menjadi seorang Uni nak. Semua itu hanya masalah waktu ya kan Uni?

Uni, bisakah kau mendengar permintaan kecil dari Umma mu ini?
Ahh sepertinya salah nak. Ini bukan permintaan kecil, namun ini permintaan besar bahkan permohonan Umma yang sangat berharap Uni mampu melakukannya. Tentu saja bukan untuk Uni kecil Umma, tapi untuk Uni yang nantinya akan tumbuh dewasa, shalihah dan pintar. Tolong uni pahami setiap kata yang Umma ucap ya nak.

Duhai anak perempuanku.
Sudilah kiranya Uni mau menolong kami ya nak, Umma dan Ubba mu.
Kelak ketika Uni sudah tumbuh dewasa, jangan sampai perkara dunia menggelapkan kehidupanmu ya nak. Jangan sampai gemerlap dunia merusak semua amalan dan ibadahmu. Uni harus terus berhati-hati ya nak, karena perkara dunia ini begitu membingungkan. Salah sedikit saja Uni mengambil langkah, maka hidup Uni akan berantakan nak.

Duhai anak perempuanku.
Umma dan Ubba sama sekali tidak membutuhkan harta yang berlimpah darimu. Kami juga tidak memerlukan kedudukan yang tinggi atau kemilau ilmu yang kau miliki. Bukan itu yang kami butuhkan nak. Asalkan Uni tahu, semua perkara itu hanyalah aksesoris dunia semata nak. Mereka hanya bersifat sementara. Lalu mengapa kita harus bergantung kepada sesuatu yang sifatnya fana?

Duhani anak perempuanku.
Umma dan Ubba hanya butuh jikalau kau dapat mengurangi hisab kami kelak di hari akhir. Kami berharap Uni mampu menjembatani kami agar sampai ke Surga Nya. Kami berharap Uni adalah alasan yang menguatkan Umma dan Ubba agar bisa masuk ke Surga Allah. Dan tentu saja, Kami selalu berdoa agar Umma, Ubba dan Uni bisa bersemayam di taman Surga. Bukankah itu indah nak? Kebersamaan kita bukan hanya di dunia, namun juga di surga Allah. Masha Allah.


Duhai anak perempuanku.
Jangan kau siakan perjuangan Ubbamu yang tidak kenal lelah mengumpulkan pundi rupiah demi biaya persalinanmu nak. Ubbamu tiada henti memotivasi Umma agar terus semangat dan bahagia sela proses kehamilan dan persalinanmu. Jangan juga kau siakan kuasa Nya yang menitipkan Uni di dalam rahim Umma. Jangan pula kau siakan kehidupan penuh cinta kasih yang sedang kami berikan kepadamu.

Duhai anak perempuanku.
Tumbuhlah dengan cinta ya nak.
Umma dan Ubba akan selalu mendoakan agar Uni bisa menjadi salah satu penghuni surga. Aamin



Medan, 6 Juli 2020, 21 : 48


Sunday 5 July 2020

Aku



 

Ini adalah cerita tentang aku.

Tentang aku yang dulunya harus dibantu setiap akan makan, minum, berjalan atau hanya sekadar mengambil sesuatu.

Tentang aku yang dari kecilnya begitu suka bermain alek-alek (baca : masak-masakan) dengan krucil-krucil di sekitar rumah.

Tentang aku yang dengan mata berbinar menunggu kedatangan papa pulang kerja. Sambil mengkhayalkan “duuh, papa bawa makanan apa ya?”

Tentang aku yang dulu selalu pakai baju adat Jogja setiap karnaval sekolah. Yang ini beneran aku gak tahu apa alasannya. Entah kenapa aku begitu suka sekali memakai baju adat Jogja. Hmm..hmmm, jangan..jangan..

 

Ini masih tentang aku yang dulu berjuang melawan sakit itu. Tanpa kenal lelah kuhabiskan hampir satu bulan lamanya hanya berbaring di atas tempat tidur. Sejenak melupakan rutinitas sekolah, melupakan enaknya bermain atau sekadar mengejar capung bertebangan.

Waktu itu aku harus merelakan diri untuk cukup rawat jalan saja. Semua itu disebabkan kondisi finansial yang memprihatinkan kala itu. Kedua orang tuaku tidak punya dana untuk opname di rumah sakit. Alhasil  aku harus berdamai dengan penyakit itu. Mengandalkan ramuan kampung untuk kesembuhanku.

Ya, walau sesekali aku harus cek kesehatan ke rumah sakit. Aku merelakan tubuhku melewati serangkaian tes medis yang cukup menyakitkan untuk anak umur 7 tahun. Tubuhku harus meberima suntikan di bagian sana dan sini. Belum lagi obat-obatan yang harus rutin diminum setiap harinya. Semua kulakukan demi agar bisa sekolah lagi. Bahkan aku ingat ketika aku menangis sejadi-jadinya karena ternyata aku tidak dapat ranking di kelas. Ini semua disebabkan oleh penyakit itu.

 

Sungguh, ada banyak hal yang telah aku lalui.

 

Aku yang dulu membuat diriku menjadi seperti aku yang sekarang.

Aku yang sekarang masih lembut hatinya.

Aku yang sekarang masih menangis manja kalau lagi telponan melepas rindu kepada bunda dan papa.

Aku yang sekarang masih menangis setiap masalah menghampiriku.

Aku yang sekarang masih setia menunggu papa pulang kerja karena ingin bergelayut manja. Bahkan otakku pun masih berkhayal tentang hal yang sama. Papa pulang bawa apa ya?

Aku yang sekarang masih suka minta disuapin makan oleh bunda. Dengan dalih, lebih enak makan langsung dari tangan bunda.

Aku yang sekarang masih saja sedih dan kecewa maksimal ketika targetku gagal

 

Dan aku baru sadar. Ternyata aku yang sekarang tak jauh berbeda dengan aku yang dulu. Ternyata anak sulung papa dan bunda masih kecil dan belum dewasa. Aku masih sepenuhnya bergantung kepada papa dan bunda. Aku yang masih bersandar kepada bunda dan bergelayut manja dengan papa. Ternyata aku masih membutuhkan lambaian tangan papa dan bunda setiap pergi meninggalkan rumah. Aku masih membutuhkan nasehat dari papa dan bunda. Sepertinya papa dan bunda tahu bahwa aku selalu menjadi anak kecil mereka.

 

 

 

Medan, 5 Juli 202022 : 37

Sebongkah rindu begitu membuncah di dalam dada. Semoga akhir tahun ini bisa segera bertemu.

 


KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...