kisah merah jambu

DIAM-DIAM SUKA (PART 1)


13.45 WIB
 
Layar handphone menunjukkan waktu disiang hari itu. Seberkas cahaya handphone mengalihkan fokusku dari agenda rapat komunitas kami di siang ini. Bergegas aku mematikan layar handphone dan berusaha kembali fokus dengan pembahasan proyek kali ini

Ku edarkan pandangan pada orang-orang yang berada dalam ruangan ini. Semuanya fokus, mengerahkan  pikiran untuk memajukan proyek tersebut. Ya, sebuah proyek besar akan kami garap. Tentu saja membutuhkan perencanaan yang matang agar memberikan hasil yang maksimal.

Sayangnya, aku tidak seperti mereka. Walau kami berada di ruangan yang sama, kami membicarakan hal yang sama. Namun pikiranku tidaklah sama dengan mereka. 

Aku memang memegang berkas itu, sesekali ku bolak-balik dan mencoret tak tentu. Hal ini ku lakukan agar tak seorang pun di ruangan ini yang menyadari pikiran apa yang tengah menari-nari di dalam batok kepalaku. Tatapanku pun tak lagi fokus pada papan tulis yang ternyata telah penuh berisi target proyek kami ke depannya. Ahh, bahkan aku tak menyadarinya kalau papan tulis itu sudah penuh. Kemana saja sih aku?

Aku fokus pada dia.
Ya..
Dia yang sekarang berada di arah jam 11 ku. Dia yang sekarang memakai baju kotak-kotak hitam putih. Wah, ganteng sekali dia. Bibirku tersenyum malu setiap kali melihat wajah tampannya yang penuh dengan semangat.

Lihatlah, pria ini begitu antusias mengeluarkan ide briliannya. Dia yang terkadang menggeser layar smartphone nya dan mengetik beberapa kalimat disana. Nada bicaranya bersemangat, pilihan katanya apik dan rapi, dengan santai ia menjelaskan bahan rapat yang sebenarnya rumit dan memusingkan, bahkan sesekali ia mengelurakan jokes agar peserta rapat tetap rileks. Ahh, semakin menawan dan memikat hatiku.
.
"Oke guys, kita langsung ke pembagian kelompok untuk tugas masing-masing anggota ya" ucapnya
.
Kalimat ini adalah bagian yang paling ditunggu-tunggu dari sebuah rapat proyek. Disinilah kami tahu tim yang akan menjadi rekan dalam proyek ini, orang-orang yang akan menghabiskan waktu bersama-sama dalam waktu yang cukup lama.
.
Aku selalu deg-degan ketika berada di bagian ini. Mulutku tak henti-hentinya melantunkan doa banyak-banyak agar aku bisa satu tim dengan dia. Siapa lagi kalau bukan pria tampan berbaju kotak-kotak itu.
.
Akhirnya ~~~
Sekali lagi Allah masih kabulkan doaku. Ahh, sepertinya semesta memang bersahabat dengan diriku.
.
"Hai Kie, same group, agaian ?" lelaki bersuara bass itu menyapaku dengan semangat.
.
"Hai Ruu, yeah..," jawabku singkat menyembunyikan kegugupanku.
.
"Hope you not boring with me" dia kembali mengeluarkan kata-kata yang membuat jantungku bekerja lebih cepat.
.
"Of course. I will not boring, you are good friends" aku menjawab sambil memberikan senyum manis
.
"Okay, welcome to the jungle princess" dia menutup pembicaraan kami dengan kalimat yang membuat aku touching banget.
.
Dia berlalu untuk menyapa anggota grup yang lain. Oh My God. Kenapa dia begitu memesona? Terbuat dari apa makhluk Mu yang satu itu ya, kok dia begitu sempurna?
.
Aku segera membalikkan badan dan keluar ruangan rapat. Serasa ingin berteriak kesenangan. Karena kali ini Allah kabulkan lagi permohonanku. Aku kembali dipertemukan dalam kelompok yang sama.
.
Walau gembira, namun ada sedikit kecemasan dalam hatiku. Aku selalu deg-degan setiap memulai proyek dengannya. Aku berlebihan? Oh ya, tentu saja. Jika tidak berlebihan seperti ini, tentu saja itu bukan aku. Ehh.

Aku selalu tak bisa mengontrol jantungku ketika dia memberikan perhatian lebih, walaupun hanya sekadar bertanya aku sudah makan atau belum.
Dan aku sering salah tingkah ketika dia mengatakan "Kie, cantik deh kalau pakai baju itu"
.
.
Ahh..
Ruu..
Aku memanggilnya Ruu..
Lalu kenapa harus Ruu?
.
Tunggu kisah Ruu dan Kie di part 2 yaak


RASA YANG LEZAT (2)

www.berasmaknyuss.com

Sebuah bekal biru dalam genggamanku. Aku membawanya dengan bangga melintasi koridor yang penuh dengan lautan manusia. Ya, ketika jam makan siang datang, koridor itu akan sangat hiruk pikuk. Aku mencoba melintasinya dengan sangat hati-hati, tentu saja agar stelan yang aku kenakan tidak kusut. Aku takkan menyia-yiakan kesempatan ini.

Aku berhenti di ujung koridor. Tepat di hadapanku adalah sebuah ruangan yang bertuliskan ‘ruangan makan’. Ini dia, batinku. Ruangan yang gadis itu sebutkan beberapa waktu yang lalu. Aku memegang ganggang pintu dengan erat, perlahan membukanya. Berharap gadis itu ada di sana. Aku tak mau gagal lagi untuk kali ini.

Ruangan ini cukup luas dan ada banyak meja dan kursi di dalamnya. Karena ini bertepatan dengan jam makan siang, tentu saja aku akan menemui banyak orang di dalam ruangan ini. Banyak orang dengan riuhnya aktivitas. Sebagian dari mereka sibuk menyantap bekal makan siangnya. Sebagian lagi ada yang bercerita sambil tertawa. Ya, ada banyak orang di sini. Aku agak kesusahan menemukan gadis yang aku maksud. Dimana dia?, puluhan manusia ini seolah menutupi keberadaannya dari pandanganku. Aah.

Ku edarkan pandanganku ke seluruh ruangan, menyisir setiap sudut ruangan, memastikan bahwa orang per orang adalah gadis yang aku cari. Hey, aku sudah menyisir ruangan ini hampir dua kali. Dan nihil, aku tidak menemukannya. Sekali lagi, dimana dia?. Apakah dia membohongiku? Apakah bekal makan siang itu hanya alasan untuk menolak ajakan makan siangku?

Aku akhirnya melangkah gontai ke salah satu kursi, duduk di sana dan mulai membuka bekalku. Nasi putih, rebus bayam dan semur ayam, aah sebuah perpaduan menu yang begitu menggoda. Ibu memang chef  terbaik dalam menyajikan makanan. Aah, tetapi menu ini sama sekali tidak menggoda bagiku. Bahkan sejatinya aku telah kehilangan selera makan. Aku lapar, tetapi tidak berkeinginan untuk memakan menu lezat di hadapanku ini. Ini semua karena gadis itu.

Ingin sekali rasanya aku berteriak Fatiaaa, kamu kemanaaa. Apakah ini benar-benar pertanda bahwa takdir tidak berpihak kepadaku? Aku sudah berusaha maksimal untuk mendekatinya, tetapi kenapa selalu gagal?

Pelan-pelan nasi dan semur ayam itu masuk ke dalam mulutku. Aah, kenapa masakan ibu kali ini terasa hambar ya? aku benar-benar tidak menikmati makan siang kali ini. Otakku mulai berpikiran macam-macam. Apakah gadis itu membohongiku? Ia mempermainkanku?. Aku merasa aliran kekecewaan itu mengaliri setiap bagian arteriku, masuk ke jantungku, semakin sakit. Ada rasa tidak percaya, gadis mulia dan baik hati seperti dia begitu teganya membohongi aku? Aah.

Aku menutup bekal makan siang itu dengan separuh nasi tersisa di dalamnya. Aku tahu ini mubazir, tetapi apa daya, mulutku tak ingin lagi menguyah dan lambungku juga tak ingin lagi mengolahnya. Aku melanjutkan langkahku menuju ke tempat sholat. Ya, walau isi otakku sedang tidak karuan, tetapi perintah Tuhan yang satu ini tidak pernah lupa aku kerjakan.

Tempat sholatnya lagi rame nih, batinku. Ada beberapa temanku juga di sana. Aahh, betapa tidak inginnya aku bertemu dengan siapapun saat ini. Suasana hatiku sedang tidak bersahabat. Aku terus mendekati tempat sholat lalu mataku mulai menangkap bayangan mereka yang aku kenali satu per satu, ada Alan, Fery, Pras dan hey ada dia di sana. Gadis itu.

Seolah mendapat suntikan adrenalin, aku mempercepat langkahku menuju ke tempat sholat. perlahan mendekati gadis itu yang sedang membaca selebaran di depan tempat sholat.. Bermodalkan serpihan kekuatan di antara segunung kekecewaan, aku mencoba mengatur kata.

“Buk Fatia?”

“Eeh, iya pakk Faiz” dia menjawab dengan setengah terkejut. Sepertinya aku mengagetkannya.

“Maaf, saya mengagetkan ibu. Mau sholat ya buk?” aah, pertanyaan macam apa yang aku keluarkan dari mulut ini?

“Gak apa-apa pak. Alhamdulillah saya sudah selesai sholat kok. Pak Faiz mau zuhur juga ya?” sebuah kalimat santun dan bersahabat ini  keluar  dari mulutnya. Aku hampir tidak bisa mengendalikan perasaan bahagiaku. Oh ya, tapi aku harus ingat, bahwa ada pertanyaan yang harus aku tanyakan kepada gadis ini.

“Iya buk. Hmm, tadi ibu gak makan siang di ruang makan ya?”

“Owh gak pak, kebetulan saya hari ini gak bawa bekal pak. Saya hari ini sedang berpuasa pak” jawab gadis itu sambil tersenyum ke arahku.

Deg. Aku merasakan sesuatu yang berbeda. Apakah bumi sedang kehilangan gravitasinya? Kenapa aku merasa melayang-layang? Dia sedang berpuasa. Salah satu ibadah yang diajarkan oleh agama yang juga aku anut. Apakah dia benar-benar se-shalihah itu?

“Puasa apa nih buk?” aku iseng bertanya.

“Senin kamis pak, kan hari ini kamis kan?” jawabnya

Derrrrr. Jawaban itu menghancurkan gunung kekecewaaanku. Hancur sehancurnya. Serpihan kehancuran itu menjadi bulir-bulir kekaguman yang bertebaran di imajinasiku. Menguatkan rasa yang telah berakar kuat dalam hatiku.

Jauh dalam hatiku
Rasa tentangnya semakin lezat



Medan, 18 Mei 2018, 14 : 47 WIB
This romance story is the end. And for you, the tall man! Im sorry if i always refuse your lunch invitation. –Fatia.




***


 RASA YANG LEZAT (1)

Sumber : www.Papasemar.com

Aku melihat ke arah arlojiku, ternyata sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB. Itu artinya waktu istirahat telah datang. Aku bergegas membereskan berkas pekerjaanku. Lalu melihat ke cermin yang terpasang di sudut ruangan kerja. Merapikan rambut dan kemejaku, memastikan pakaianku rapi dan terlihat tampan. Aku tampan? Aah.

Aku melintasi koridor kantor, bergegas menuju ke ruangan dia. Dia? Ya, seorang gadis yang diam-diam aku kagumi. Rekan kerja yang membuatku jatuh cinta karena senyum yang dimilikinya. Gadis pintar yang menjadi alasan agar aku selalu tampil menawan di kantor. Dan, gadis berjilbab lebar ini juga berhasil membuat otakku berpikir keras bagaimana mendekatinya.

Tentunya bukan perkara yang mudah bagiku untuk mendekatinya. Buatku, dia bukan gadis biasa yang bisa sekenanya diajak nonton, makan apalagi jalan-jalan. Salah satu simbol agama yang dikenakannya itu sudah sangat jelas menggambarkan bagaimana kualitas dirinya. Lalu aku? Ahh, bukankah tidak ada salahnya jika seorang lelaki yang (belajar) taat ini mengharapkan perempuan shalihah seperti dia. Toh, aku juga nggak bejat-bejat amat kok.

Aku membuka ruangannya pelan. Di sana terlihat ada beberapa meja tersusun. Mataku liar, berusaha menemukan gadis itu. Dan i got it. Dia sedang duduk di meja kerjanya, menatap serius dan fokus ke arah layar laptop yang sedang menyala. Betapa manisnya ia.

“Assalamualaikum buk Fatia” aku menyapanya

“Waalaikumsalam pak Faiz” ia menjawab singkat sambil memberikan senyuman. Ahh, senyuman itu benar-benar mempesona. Sekali lagi, aku merasakan energiku meningkat ketika gadis itu memberikan senyumannya.

“Gak makan siang buk?” aku mulai memberikan pertanyaan basa-basi. Eh, apakah ini terlalu standar? Ahh, sudahlah

“Iya pak, sebentar lagi” ia menjawab sambil membereskan pekerjannya.

“Makan siang bareng yok buk” aku memberanikan diri untuk mengajaknya. Aku sangat berani melakukan hal ini, lagi. Ajakan ini tentu bukan untuk yang pertama kalinya. Entah sudah berapa kali aku mengajak gadis itu makan siang bersama di cafe kantor. Tetapi begitulah, seolah takdir tidak memihak kepadaku, selalu ada alasan ajakanku di tolaknya. Kali ini aku kembali mencoba, aah mana tahu hari ini takdir berpihak kepadaku kan?

“Wah, maaf ya Pak, saya sudah ada janji dengan buk Rita dan pak Ihsan” jawab gadis berjilbab ungu itu sembari memasang wajah penuh bersalah.

Deg. Aku terdiam (lagi). Ajakanku ditolak lagi? Hanya karena aku terlambat membuat janji dengan dia? Aah. Aku akui, di kantor gadis ini sangat ramah, baik hati, shalihah, pintar dan tidak sombong. Sifat inilah yang membuat ia memiliki banyak relasi, banyak sahabat dan banyak teman nongkrong. Mungkin saja banyak orang di kantor yang berlomba-lomba agar bisa makan siang bersamanya. Dan sayangnya, aku termasuk di dalam para kompetisi untuk memenangkan lomba itu.

Mengajaknya makan siang bersama bukan hal yang mudah. Aku harus mengumpulkan segunung keberanian dan se samudera kepercaya dirian. Tetapi begitulah, takdir tetap tidak berpihak kepadaku. Entah sudah berapa ajakan makan siangku yang dia tolak. Bukan karena dia tidak menyukai ajakanku. Tetapi memang karena dia sudah ada janji, ada pekerjaan, atau sedang bekerja di luar kantor. Aku merasa takdir benar-benar tidak berpihak kepadaku, aaaahhhh.

“Ohh, gitu ya buk” aku menjawab singkat. Otakku berpikir keras, hal apa yang bisa aku lakukan lagi ya? Lalu..

“Kalau begitu, besok saja kita makan siang di kantin kantor gimana buk?” ide ini benar-benar keluar begitu saja dari mulutku. Aku mem-booking nya, eeh apakah itu terlalu frontal? Aah, biar saja. Biar dia tahu betapa aku mengaguminya.

“Maaf ya pak, saya gak bisa juga. Saya selalu bawa bekal ke kantor, jadi saya makannya di ruangan makan saja. Jadi gak di kantin, maaf ya pak” ia kembali menjawab, dengan sebuah penolakan lagi.

Aku terdiam. Huffht, sesusah ini kah? Apakah takdir benar-benar tidak ingin menyatukan aku dengannya?

Akhirnya aku putuskan untuk berbalik arah meninggalkannya. Tentu saja dengan ucapan basa basi pamitan. Otakku kembali bekerja, memikirkan sebuah ide gila lagi. Tapi apa ya?

Bekal.
Ya, sepertinya membawa bekal adalah ide yang bagus. Bagaimana jika aku melakukannya? Bukankah aku bisa menghabiskan waktu makan siang bersama dengannya? Oke baiklah, aku akan menyiapkan bekal setiap harinya, kemudian bertemu setiap hari dengannya di setiap jam makan siang.

Sebuah bekal makan siang.
Sebuah rasa yang lezat

Medan, 11 Mei 2018, 11 : 50 WIB
Tulisan ini aku selesaikan ketika mengawasi Midterm Test of Statistic Subject. Sepertinya aku lebih suka mengajar 3 SKS daripada mengawasi ujian 60 menit, nguantuuuk bangett !!



 ***

 

HUJAN ITU SEROMANTIS INI?

“Hujan nih, gimana?” suara bassnya terdengar.

Tetesan air langit itu aku rasakan mengenai wajahku. Aku terdiam, tak tahu apa yang harus aku lakukan.

“Sepertinya makin deras nih. Aku antar pulang ya?” suara bass itu kembali mengejutkanku.
“Gak usah” jawabku datar
“Terus kamu pulangnya gimana?” dia bertanya.
Aku diam.
“Aku antar aja yok. Sepertinya hujan ini semakin deras” 

Aku akui kalimat terakhirnya memang benar. Aku merasakan buliran air itu menghantam hampir semua tubuhku. Tetapi aku tentunya takkan lupa dengan nasihat guru ngajiku. Tentang bagaimana seharusnya adab seorang ikhwan dan akhwat yang belum mahrom. Jika aku mengiyakan permintaanya, maka aku akan berdua saja dengan lelaki yang sampai detik ini belum menjadi mahromku itu. Apakah malaikat akan mencatat hal ini sebagai bentuk khalwat? Atau apakah ini termasuk kasus darurat yang sering menjadi alibi bagi sebagian orang? Aah, kenapa harus hujan sih?

“Gimana? Makin deras nih” dia kembali bertanya. Kali ini dengan intonasi yang lebih tegas.

Akhirnya aku mengangguk pelan. Bismillah, aku berharap Allah memaklumi keputusanku. Aku terus beristighfar dan bertaawudz agar keputusan yang ku ambil ini tidak akan menjerumuskanku.

Dia memimpin arah perjalanan kami, menuju ke mobil putihnya.
Dia duduk di depan memegang kendali setir, sementara aku memilih untuk  duduk di bagian belakang, tanpa suara.

Dia menghidupkan mesin mobil, memulai ancang-ancang untuk memulai perjalanan kami. Dan tiba-tiba ‘klerk’. Pintu mobil itu otomatis terkunci. Jantung ini berdegup tak karuan. Hey, kami hanya berdua di dalam mobil yang terkunci? Aku tak kuasa mengendalikan detak jantungku yang semakin kencang, sama dengan kencangnya mobil ia kemudikan.

Sekali lagi, kami hanya benar-benar diam. Tiada percakapan. Hanya terdengar bualan dan ocehan seseorang dari radio yang ia hidupkan sejak awal perjalanan kami. Ahh, radio, kau benar-benar menyelamatkan suasana kaku ini.

Aku melihat kedua tangannya memainkan setir mobil. Sesekali ia menekan tombol klakson, mengarahkan pandangannya ke arah spion kanan dan kiri.
Dan tiba-tiba...
Pandangan kami bertemu di kaca spion dalam mobil
Deg..
Astaghfirullah.

Hanya beberapa detik saja, aku segera mengalihkan pandanganku ke arah jendela. Beberapa detik yang membuat aku merasa berbeda. Beberapa detik yang menghadirkan betapa tajamnya pandangan seseorang yang sedang mengantarku pulang. Beberapa detik yang membuat jantungku berdetak tak karuan.

Ini semuanya karena hujan. Aku merasa bahwa hujan kali ini benar-benar istimewa. Apakah hujan itu memang selalu seromantis ini? Dan sepertinya aku mulai menyukai fenomena alam yang satu ini.



Medan, 07 Mei 2018, 06 : 22 WIB



No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...