Salah
satu kebiasaanku adalah menyilangi setiap tanggal yang terlewati di kalender
rumah. Entahlah, aku memulai kebiasaan ini sejak beberapa tahun yang lalu. Well, sebenarnya karena mataku yang
kurang autofocus melihat kalender
dengan jarak jauh, sehingga menyilangi tanggal yang telah dilewati membuatku
mengetahui tanggal hari ini dengan cepat.
Sebuah
kalender dengan pemandangan seperti ini selalu menjadi perhatianku, entah
kenapa. Melihat kalender menyisakan beberapa angka saja untuk disilang
membuatku berpikir “aah, satu bulan telah terlewati”. Apa yang telah aku
lakukan selama satu bulan? Bagaimana pencapaian targetku selama satu bulan ini?
Apa dosa yang telah aku lakukan terhadap Tuhanku? Apa kesalahan yang telah aku
perbuat pada orang-orang di sekitarku?
Biasanya
akhir bulan menjadi salah satu waktu kontemplasi terbaik. Menyadari bahwa satu
bulan telah terlewati dan bulan berikutnya akan datang menyapa, membuatku
tersadar bahwa aku masih banyak kurangnya. Well,
yang paling jelas itu aku masih kurang ‘kamu’ nya, hehehe.
Tentu
saja bukan ‘kamu’ saja yang masih kurang dalam hidupku, ada banyak hal yang
masih sangat kurang. Ini tentunya bukan perihal harta, kekuasaan, tapi lebih
kepada sikap, karakter dan penghambaan kepada Tuhan.
Lihat
saja, betapa diri ini masih bergumul dengan dosa setiap harinya. Diri ini masih
begitu jauh dari kata suci dan bersih. Disadari atau tidak, besar atau kecil,
tampak atau tidak tampak, dosa itu menggerayangi seluruh aktivitas kehidupan. Sayangnya,
kita malah ikut terjebak di dalam permainan dosa itu, bahkan cenderung menikmatinya.
Nauudzubillah. Begitulah, diri ini masih sangat jauh dari kata-kata suci dan
bersih dari dosa dan kesalahan. Astaghfirullah.
Kita
juga masih disibukkan dengan urusan dunia dan menomorduakan urusan akhirat.
Bahkan jika terjadi perdebatan urusan dunia dan akhirat, kita tanpa pikir
panjang langsung memilih urusan dunia. Katanya diri ini mengaku cinta kepada
Tuhan, tetapi ketika Dia meminta bukti keseriusan mencintai-Nya, kita malah
melakukan hal yang sebaliknya. Tidakkah itu artinya kita benar-benar tidak adil
kepada Sang Maha Kuasa?. Dan begitulah kita, masih terus sibuk dan disibukkan
dengan urusan dunia yang tiada kunjung habisnya.
Sekali
lagi, begitulah kita. Yang terus menari indah di atas gunungan dosa. Berpikir
selalu ada hari esok, selalu ada matahari yang akan menyinari pagi, selalu ada
rembulan yang menghiasi malam, selalu ada oksigen untuk mengisi paru-paru. Kita
bahkan tidak pernah berpikir tentang sebuah hari yang tidak ada lagi matahari,
rembulan, bahkan oksigen. Tentang hari, dimana manusia akan dikumpulkan dan
dimintai pertanggung jawaban atas perbuatannya masing-masing. Tentang hari
dimana seorang ibu akan lupa terhadap anaknya, kekasih tiada mengenal kekasihnya.
Ya, pada hari itu semua orang akan sendiri, tiada mengenal sesiapa pun, dan
sibuk dengan urusannya masing-masing.
Jangankan
berpikir, bahkan terlintas saja sangat tidak mungkin di dalam benak kita. Ahh,
sesekali kita perlu melatih diri agar menghadirkan pikiran itu dalam benak. Sesekali
kita butuh melakukan terapi hati dan iman dengan memikirkan hal-hal seperti
itu.
Coba
deh sesekali bayangkan jika tak ada lagi tanggal yang bisa disilang di
kalender. Ketika kalender itu tidak lagi menyisakan satu angka apapun untuk
disilang. Tidakkah diri ini terkejut? Coba bayangkan betapa terperanjatnya diri
ini karena ada sosok yang tiba-tiba meneriakkan ‘ini waktunya pulang’. Sosok
itu tak memberikan tambahan waktu, menarik diri dengan paksa tanpa memberikan
sedikit jeda untuk membawa segala sesuatu yang kita perlukan.
Saat
itulah kita mungkin akan tersadar betapa diri ini terlalu konyol, terlalu
gegabah karena sama sekali tidak benar-benar mempersiapkan segala sesuatu untuk
hari ini. Ketika sosok itu menjemput secara paksa, kita benar-benar tak
mempersiapkan apapun. Lalu dengan pasrah diri ini bermodalkan seadanya, mengikuti
langkah sosok itu, entah akan dibawa kemana. Ingin sekali menariakkan,
‘tunggulah sebentar lagi’, tapi diri ini sudah tak kuasa. Mulut sudah terlalu
kelu untuk berucap. Yang hanya bisa dilakukan adalah terus bergerak menuju ke
hari yang jauh lebih besar dan sangat mencekam.
Sudah
selesaikah membayangkan hal itu? ini bukan sekadar cerita seram ala-ala insidious atau the conjuring. Ini adalah sebuah cerita nyata di masa depan yang
benar-benar akan kita lewati. Sudah siapkah diri ini melewatinya? Aah,
membayangkannya saja membuat bulu kuduk berdiri, apatah lagi kita mengalaminya
kelak?
Sehingga
itulah, selama jantung masih berdetak sesuai ritmenya, itu artinya Allah
menginginkan kita untuk terus mengumpulkan segala persiapan menghadapi hari
itu. Allah tidak ingin sesiapapun hamba Nya menyesali kebodohan ketika hari
kesaksian nanti. Maka teruslah bersiap, teruslah bersiaga. Karena bisa jadi
waktu itu sebentar lagi. Karena bisa jadi ketika diri ini membuka kalender,
hanya terlihat laman kosong, tiada lagi tanggal yang bisa disilang. Dan karena
bisa jadi ada sosok yang tiba-tiba membisikkan ‘ayo pulang’. Wallahu ‘alam
bisshawwab.
Medan,
28 Juni 2018, 08.46
Foto
ini adalah sebuah kalender tahun 2017. Ketika suatu pagi aku ingin menyilang
tanggal kemarin, dan entah kenapa pemikiran semacam ini menyadarkanku. Entah
apa yang sudah aku persiapkan? Ahh, sepertinya bahkan belum ada satupun yang
aku siapkan. Astaghfirullah.
_pendosa
yang ingin bermanfaat_