my lecturer world

PARTNER KERJA


Bukber with TIF Pagi B at Marelan, North Sumatera

Siapa mereka?
Teman satu SMA? Teman kuliah? Atau teman kerja?
Bukan. Sama sekali bukan. Mereka adalah mahasiswaku. Ahh, jika kalian hendak mengatakan bahwa wajah kami yang hampir seumuran, oh please jangan lakukan ya ! Aku sudah terlalu sering mendapat pujian seperti itu, hehehe.

Ya, mereka adalah mahasiswaku. Mereka adalah orang-orang yang dengan sukarela dan terpaksa memasang kedua telinga mendengarkan penjelasan materiku di depan kelas. Mereka juga yang berbesar hati mengerjakan tugas yang aku berikan dalam jumlah yang tiada tara. Mereka juga yang berlapang dada ketika aku tiba-tiba memberitahukan keberhalanganku hadir secara mendadak (maafkeun ya guys). Dan mereka juga lah yang duduk diam mendengar semua ungkapan kekesalan ketika aku lagi bĂȘte tingkat dewa. Hahaha.

Tapi buatku mereka bukan hanya sekadar mahasiswa belaka. Bukan hanya orang-orang yang aku ajari ilmu matematika setiap seminggu sekali. Mereka juga bukan hanya orang-orang yang nasibnya berada pada ujung pena nilai yang akan aku berikan. Mereka juga buka hanya orang-orang yang dengan sesuka hatiku bisa aku lakukan segala hal, entah memarahi, entah menyuruh ini itu.

Bagiku, mereka adalah pelukis senyumku saat sederetan dedline kampus berseliweran di kepala. Percaya lah, tingkah konyol mereka, candaan remeh mereka adalah hiburan terbaik yang pernah ada. Kadang aku begitu kesal karena suatu masalah, tetapi ketika memasuki kelas mereka, mulai mendistribusikan ilmu kepada mereka, kok ya rasa kesal, marah dan sedih itu berkurang ya? Seolah bersama mereka adalah anastesi terbaik ketika sakit ini mulai terasa. Saking luar biasanya mereka, bahkan mereka mampu mengganti lukaku dengan bahagia, atau menghadirkan senyum di tengah badai yang melanda.

Mereka juga adalah wayang terbaik dalam opera yang dimainkan. Mereka siap bertingkah konyol, melemparkan guyonan terbaik, candaan berkelas ketika suasana di kelas mulai gerah dan panas. Mereka bahkan tahu kalau suasana hatiku sedang tidak bersahabat. Lalu mereka akan berupaya menghancurkan gunung kegelisahan itu dengan berbagai cara. Sehingga tanpa aku sadari gunung itu telah meleleh, Masha Allah.

Itulah mengapa, bagiku mereka bukan hanya sekadar mahasiswa. Bagiku mereka adalah partner kerja. Ya. Mereka yang membersamai hari-hariku di kampus. Mereka yang aku jumpai di lorong-lorong kampus. Bukankah itu definsi lain dari partner kerja kan?

Dan foto ini juga berhasil menjadikan aku sebagai partner kerja terbaiknya. Lihat saja, mereka berhasil menculikku hari ini. Membuat sebuah janji buka bersama yang telah direncanakan dengan baik. Dan entah kenapa aku dengan sigap mengiyakan undangan buka bersama dari mereka. Tanpa aku peduli dimana tempat buka bersama itu diadakan, entah bagaimana caranya agar aku sampai di tempat itu atau siapa yang akan mengantarku pulang di tengah malam setelah acara itu? Aku sama sekali tidak memusingkan hal itu.

Dan benar sajalah. Ternyata partner kerja terbaik ini telah mempersiapkan itu semua. Dengan mengutus salah seorang dari mereka yang siap mengantar dan menjemputku. Oh Liza, thank you so much. Kalau gak ada Liza, gak tahu nih nasib perjalanan pulang pergi ku ke tempat itu.

Perjalanan dengan Liza benar-benar luar biasa. Kami tuh mendadak banget berangkat ke tempat bukbernya. Karena Liza yang juga harus mempersiapkan buka puasa di rumahnya, belum lagi dia yang tersesat menemuka kos kosan kecilku. Hehehe. Alhasil kami baru berangkat sekitar 20 menit menjelang waktu berbuka tiba. Oh my god. Padahal perjalanan ke tempat bukber itu hampir 45 menit lho. Belum lagi macet karena sore begini adalah jam pulang kantor semua orang.

Tapi tenaaang, kami tidak harus berkecil hati atau patah semangat. Setelah berhasil mendaki gunung dan melewati lembah, saling berebutan jalan dengan kendaraan lain, dan terpaksa berbesar hati dengan berbuka di pinggir jalan, kami sampai ke tempat buka bersama ini. Jujur ya, aku baru ngeh kalau Marelan itu jauuuuuhh banget. Karena pegal banget pinggangku melewati perjalanan panjang ala Ninja Hatori.

Semua itu terbayarkan kok. Dengan sikap mereka yang sigap menyediakan tempat duduk istimewa, menyediakan bukaan special untukku. Luarrr biassa. Dan di akhir kebersamaan kami, akhirnya foto-foto ini adalah penutupnya. Hadir di tengah mereka benar-benar membuat aku merasa muda. Benaraaan deh. Hahahahaha.

Terima kasih untuk undangan buka puasa yang berkesan ini ya guys. Aku tahu, akan susah untuk menghadiri acara buka puasa bersama kalian lagi. Tetapi yakinlah, acara ini akan selalu tersimpan dan terkenang dalam setiap memori otakku.





Medan, 10 Juni 2019, 09 : 57 WIB
Pas buka galeri laptop, terus terpampang foto bersama mereka. Kok ya jadi pengen nulis sesuatu tentang mereka ya.






***






UNTUK APA MATEMATIKA?
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan


6 Mei 2017

Aku melintasi kawasan Universitas Negeri Medan. Ya, waktu itu pagi-pagi sekali. Aku menuju ke sebuah gedung bertuliskan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Terlihat beberapa orang berkerumun menuju ke sebuah ruangan di lantai tiga. Ahh, sepertinya tujuan kami sama, batinku. Aku pun mengikuti langkah mereka. Sesampainya di lantai tiga, beberapa orang dengan id card menggantung di lehernya mengarahkanku untuk mengisi beberapa data dan menyelesaikan administrasi. Aku menurut. Hingga aku diinstruksikan untuk memasuki ruangan besar, ya kurang lebih seperti aula.

Di dalamnya aku melihat ratusan kursi telah disusun menghadap ke sebuah panggung. Ada banyak orang yang telah duduk di kursi. Saling bercengkrama dengan teman sebelahnya. Ada juga yang menikmati kue pemberian panita, bahkan ada juga yang sibuk dengan smartphone nya. Aku terpaksa duduk di kursi belakang. Huffht, batinku. Padahal aku rasanya udah (lumayan) cepat menghadiri acara ini, tetapi ada mereka yang jauh lebih cepat datang dariku. Alhasil aku terpaksa duduk di kursi barisan belakang. Aku meletakkan ransel dan menyisir pandangan ke seluruh ruangan. Penglihatanku terhenti di sebuah spanduk bertuliskan “Seminar Nasional Matematika

Ya, aku sedang mengikuti salah satu ritual (izinkan aku menyebutnya begitu) seorang dosen. Menjadi dosen bukan hanya mengajar di kelas, membimbing mahasiswa, mencoret-coret skripsi mahasiswa apalagi sekadar memberi tugas lalu kabur dari kampus, astaghfirullah. Ada beberapa kewajiban yang harus diikuti oleh dosen lho. Salah satunya adalah menjadi pembicara di seminar nasional atau internasional dengan targetnya adalah menghasilkan prosiding. Jadi, jika kalian sering beranggapan bahwa dosen itu pekerjannya enak, duduk-duduk saja, eitss, coba cek kembali ya.

Tidak ada yang menarik dari acara seminar nasional ini. Well, mungkin karena aku sudah sangat sering mengikuti yang beginian, jadinya ya gitu. There is nothing special lah. Semuanya berjalan layaknya seminar seperti biasa. Sampai akhirnya salah seorang pembicara dari ITB mulai mengambil alih acara seminar itu. Ia akan menyampaikan beberapa penjelasannya tentang matematika dan pengalamannya selama ber-matematika.

Ialah ia, bapak Dr. Saladin Uttungadewa. Salah seorang pengajar dan praktisi matematika dari Institut Teknologi Bandung. Suasana seketika mencair ketika beliau menyampaikan orasi ilmiahnya. Tentu saja aku tidak akan menceritakan perihal matematika yang akan memusingkan kepala kalian. Aku akan sharing sebuah cerita menarik yang beliau ceritakan sebagai opening story kami.

Cerita ini khusus untuk kalian, orang-orang yang berkutat dengan matematika. Para praktisi matematika, dosen matematika serta mahasiswa matematika, dan terlebih lagi untukku juga. Ahh, cerita ini juga sering aku alami ketika pertama kali memutuskan untuk menjadikan matematika sebagai salah satu bagian dari hidupku.
Banyak yang bertanya, apa yang bisa dikerjakan oleh para mahasiswa matematika ketika ia sudah menyelesaikan kuliah matematika? Apa sih yang bisa dilakukan dengan matematika? Menjadi guru tentu adalah pilihan yang cukup bagus. Sayangnya, tidak semua orang berminat dan berbakat untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. Sehingga menjadi guru bukan pekerjaan yang didambakan. Hingga akhirnya pertanyaan itu muncul lagi, apa yang bisa dilakukan oleh matematika? Pekerjaan seperti apa yang membutuhkan kemampuan matematika secara general?

Doktor ITB ini juga bingung untuk menjelaskan perihal ini kepada orang lain. Jangankan kepada orang lain, ia sendiri juga bingung tentang kegunaan matematika yang dipelajarinya. Ia mencoba menemukan jawaban itu selama kuliah. Apakah ia menemukannya? Tidak. Bahkan sampai tamat kuliah, pak Saladin tidak menemukan jawaban apa kegunaan matematika.

Hingga akhirnya  beliau memutuskan untuk melanjutkan S2. Tentunya dengan asumsi bahwa ia akan bisa menjawab pertanyaan itu dengan baik dan benar. Sayangnya TIDAK. Beliau masih kebingungan dengan segala pertanyaan yang terus menghantuinya selama ini.

Masih bosan menghadapi kebingungan itu, akhirnya S3 di Belanda pun menjadi pilihan beliau. Berburu ke negeri kincir angin benar-benar membuka cakrawala pikirannya mengenai matematika seutuhnya. Beliau akhirnya menemukan bahwa matematika bukan sekadar ilmu hitung yang melibatkan perhitungan yang rumit. Beliau tahu betapa pentingnya ilmu matematika di dalam kehidupan sehari-hari. Betapa banyak orang-orang yang tidak menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi di dalam hidup adalah sebuah masalah matematika. Dan tentu saja harus diselesaikan secara matematika.

Incredible opening story sir. Jujur, aku kagum dengan mereka yang benar-benar concern menemukan hakikat ilmu yang dipelajari. Betapa hebatnya perjuangan sang doktor satu ini untuk  memenuhi rasa ingin tahunya yang begitu besar. Sebuah pesan tersirat yang disampaikan oleh DR. Saladin. Jika kamu masih bingung tentang sesuatu hal, maka teruslah belajar. Puaskan rasa ingin tahumu dengan belajar. Jika ternyata proses belajar itu masih membingungkan dirimu juga, maka ada baiknya kamu kuliah (lagi). Dan apakah ini saatnya bagiku untuk kuliah lagi? Karena sepertinya belajar tidak berpengaruh besar memenuhi rasa ingin tahuku. Yuk ahh, cari beasiswa!!





Medan, 18 Juli 2018, 09:38
Tulisan ini diselesaikan ketika mengawas Ujian Akhir Semester mata kuliah Kalkulus 2 kelas TIF Pagi D, Universitas Potensi Utama.

No comments:

Post a Comment

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...