Friday 24 June 2022

KETEKUNAN YANG BODOH


Sebuah ungkapan Albert Einstein
"Cukuplah disebut sebagai ORANG GILA, seseorang yang mengulang-ulang cara yang sama dan berharap mendapatkan hasil yang berbeda"

Oke, mari kita membahas ucapan seseorang yang katanya jenius ini. Biasanya orang pintar itu kata-katanya bermakna. Jadi ada ribuan makna yang bisa kita bahas ketika orang pintar itu mengucapkan sebuah pernyataan.

Untuk memudahkan, mari kita memulai dengan sebuah cerita. Saya rasa melalui analogi sederhana, kita akan memahami maksud dan tujuan Albert Einstein mengeluarkan pernyataan tersebut. 

Misalnya begini :
Seorang siswa yang tidak mengerti rumus matematika, guru tetap menjejalinya dengan kalimat abstrak tanpa mencoba menyederhanakan kalimat yang rumit itu. Bagaimana menurut kamu? Ada yang salah dengan kasus guru tersebut?

Lanjut kita ke kasus berikutnya :
Seorang karyawan yang tidak paham dengan instruksi, sementara boss tetap meneriakinya dengan kalimat yang sama berulang-ulang tanpa mencoba menggunakan kalimat baru. Nah, ini boss nya gak kalah bikin greget karyawannya kan? Ingin rasa berteriak di telinga boss, mau elu apa sih boss? Hehehe

Ada lagi sebuah cerita :
Seorang pria yang selalu gagal meluluhkan hati kekasihnya dengan cara menggoda via media sosial, tetap melakukan hal yang sama tanpa berusaha untuk datang ke rumah dan langsung melamar si pujaan hati. Nah, sungguh pria yang tanpa kejelasan bukan? Saya rasa tidak ada wanita yang ingin diperlakukan seperti itu.

Kita liat dari beberapa kasus yang telah dijabarkan sebelumnya. Ada hal yang dapat kita ambil persamaannya? Salah satu hal positif yang bisa kita ambil dari kisah di atas adalah tentang ketekunan (persisten). Dari beberapa kisah di atas, terlihat betapa manusia itu cenderung persisten di dalam hidupnya. Lihat saja, guru yang tekun mengajari siswanya dengan old method nya. Begitu juga dengan boss yang gak kalah tekun meneriaki karyawan dengan kalimat yang sama. Termasuk pria yang terus menggoda perempuannya melalui media sosial. Ya, mereka begitu tekun.

Bahkan saking tekunnya manusia-manusia itu, ketika ia belum berhasil, ia cenderung mengulangi cara yang sama, lebih lama bahkan lebih sering. Mereka berharap dengan pengulangan ini, ia akan mendapat hasil yang berbeda. Terkesan lucu ya? Dengan cara yang sama dilakukan secara persisten, mereka berharap hasil yang berbeda. Ahh, sungguh ini merupakan ketekunan yang begitu bodoh.

Bagaimana guru bisa berharap siswanya paham dengan matematika jika ia hanya mengulang-ngulang kalimat rumit aljabar itu? Bagaimana seorang boss berharap karyawannya paham dengan instruksi jika ia tak berusaha menyederhanakan instruksi agar lebih dipahami karyawannya? Bagaimana seorang pemuda berharap seorang perempuan mau menikah dengannya jika ia hanya sibuk menghubungi media sosial tanpa eksekusi yang lebih pasti. Mereka tekun, sayangnya bodoh. Benar begitu kan?

Mungkin kita harusnya berpikir, ketika suatu cara belum membuahkan hasil, maka sudah saatnya kita mencoba cara lain. Ya, mungkin perlu refleksi terlebih dahulu, apakah cara ini efektif atau tidak? Apakah kekurangan dari cara ini sehingga iatetap gagal walau dicoba berulang kali? 

Satu hal yang perlu dipercaya bahwa ketika satu cara tidak berhasil, maka cara berbeda tentu akan memiliki peluang lebih besar daripada cara yang telah kita lakukan. Beda cara tentunya beda hasil dong, walau hanya sedikit, tetapi tetap berbeda. Nah, yang jadi masalah itu adalah kenapa kita begitu konsisten dengan cara-cara yang tak kunjung membuahkan hasil?

Para guru kekeuh dengan metode mengajar yang dilakukan karena menurutnya ia nyaman. Para boss tetap marah kepada karyawan karena ia merasa nyaman. Para orang tua sibuk memarahi anaknya karena ia merasa cocok dengan tindakan itu. Nyaman. Itulah alasan kita untuk tetap melakukannya. Kita merasa nyaman dengan apa yang tengah kita lakukan. 

Kita takut mencoba hal baru, malas merepotkan diri dengan ilmu baru atau tidak mau bertemu sesuatu yang baru. Zona nyaman begitu mengikat pola pikir dan mental kita. Sehingga kita benar-benar takut keluar darinya dan terjadilah ketekunan yang bodoh ini, lagi dan lagi.

Move on Dude!
Berhentilah dengan pikiran jaman old kita. Keluar dari zona nyaman yang kita banggakan. Mungkin diawal agak berbeda, karena kau tengah memberikan rasa baru dalam hidupmu. Wajar. Nikmati perubahan itu, dan lihatlah keajaiban akan terjadi ketika kau memutuskan keluar dari zona nyaman yang begitu mengekangmu.

Berikan ruang untuk hal-hal baru dan lihatlah, kita akan mendapatkan hasil yang jauh lebih baik. Berani mencoba? Ahh, harusnya yok coba !!



Medan, 24 Juni 2022, 22:10 WIB

Thursday 16 June 2022

PERCAYAKAN KEPADA ALLAH

Adalah ia, seorang ibu dari anak yang masih sangat kecil serta istri kedua dari manusia kekasih Allah. Tanpa membantah, ia mengikuti perintah Allah yang diturunkan melalui suaminya berhijrah ke sebuah lembah yang jauh.

Bermodalkan bekal yang ala kadarnya, perjalanan jalan kaki yang dilakukan hampir berbulan-bulan serta membawa seorang bayi di bawah sinar matahari yang menyengat di siang hari serta dingin udara yang menusuk di malam hari.

Akhirnya perjalanan panjang itu berakhir di sebuah lembah bernama Bakkah. Tiada kehidupan yang menjanjikan di sana. Tiada masyarakat, sumber air atau pepohonan. Sejauh mata memandang, hanya hamparan pasir yang tampak.

Keluarga kecil itu bertahan disana dengan bekal seadanya yang masih tersisa. Kondisi yang benar-benar memperihatinkan. Hingga sang suami memutuskan untuk kembali ke Palestina, tempat mereka bermula.

Sang istri begitu terkejut mendengar suaminya yang akan pergi meninggalkan dirinya dan seorang bayi di sebuah tempat yang benar-benar tidak ada apa-apanya. Tetapi ketika suaminya menjelaskan bahwa Allah yang menyuruhnya kembali, maka sang istri dengan bijaksana;

"Pergilah, sesungguhnya Allah tidak akan mengecewakan kami"

Akhirnya sang suami pergi dengan ridho meninggalkan keluarga kecilnya dalam Kuasa Allah.

Ya, sepenggal kisah heroik Siti Hajar, Ibrahim dan Ismail kecil. Betapa payahnya kondisi mereka ketika awal berhijrah. Ternyata kepayahan itu tidak menyurutkan rasa yakin mereka kepada Allah.

Hajar yang begitu yakin bahwa Allah akan mengurusi ia dan Ismail di tempat yang gersang ini. Ibrahim begitu mempercayakan keluarganya kepada Allah. Dan lihatlah, Allah membalas keyakinan mereka dengan menghadirkan mata air zamzam yang sangat berkah. Masha Allah.

Bisa jadi kita selama ini tidak mempercayakan urusan kepada Allah. Makanya sering berantakan, gagal atau tidak sesuai harapan. Kita percaya dengan hukum orang lain, percaya dengan diri sendiri atau percaya dengan logika yang dibangun di kehidupan kita

Kalau rajin bekerja harusnya hidup sukses. Itu kan logika kehidupan yang entah siapa penciptanya. Padahal kan sukses itu indikator nya banyak. Terkadang ada yang sukses tapi tidak bahagia, namun ada juga yang bahagia tetapi kesuksesannya ditunda dulu. 

Lalu, siapa yang paling kecewa?
Mereka yang tidak mempercayakan urusannya kepada Allah lah yang akan kecewa. Bukankah sudah jelas jika kita bergantung atau berharap kepada selain Allah, maka kekecewaan yang akan kita peroleh?

Dalam hidup, sejatinya kita hanya dituntut untuk melakukan ikhtiar maksimal, namun kita tidak berhak mendikte Allah atas hasil dari usaha tersebut. Disinilah Allah menuntut kita untuk percaya kepada Nya. Bahasa lainnya itu tawakkal. Berat sih, tapi bukan berarti tidak bisa kan? Yok kita mencoba untuk bertawakkal dengan segala ketetapan Allah.

Belajarlah dari Hajar. Lihat, beliau begitu yakin dan percaya dengan Allah. Bahkan ketika ditinggalkan bersama bayi merah di tanah yang tandus, tak ada getir takut menghampirinya. Kenapa Hajar begitu berani? Karena Ia yakin bahwa Allah tidak akan mengecewakan dirinya.
Masha Allah

Gak terasa sebentar lagi sudah lebaran Idhul Adha saja ya kan? Kira-kira apa yang akan kita kurban di tahun ini? Apakah kita masih berkurban perasaan (lagi)?


Medan, 17 Juni 2022, 06.20 WIB

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...