Wednesday 25 April 2018

Modal Penulis

Yagami Ramen House, Medan


Apakah penulis itu lahir dari rahim seorang penulis juga?
TIDAK. Buktinya aku, well, walau aku masih penulis kelas teri. Tetapi aku adalah seorang penulis dan kedua orang tuaku bukanlah penulis, bahkan tidak suka dengan aktvitas menulis.

Apakah penulis haruslah seseorang yang bergelut dengan dunia bahasa dan sastra?
TIDAK. Aku adalah seseorang yang setiap harinya bermain dengan angka dan perhitungan yang rumit. Tetapi, menulis tetap menjadi aktivitas harianku kok.

Apakah menjadi penulis itu hanya ketika galau saja?
TIDAK. Coba saja kalian baca tulisanku. Tidak semuanya menceritakan tentang kegalauan, karena aku juga menulis ketika bahagia.

Lalu, apa sih sebenarnya modal untuk menjadi seorang penulis? Baiklah, aku akan berbagi tips yang aku dapatkan dari kelas menulis online-nya pak Cah. Menurut pak Cah, setidaknya ada enam modal yang harus dimiliki oleh seorang penulis. What?  Enam modal? Jangan terkejut dulu. Mending kalian baca nih keenam modal itu baik-baik ya:

Modal Pertama : Tekad yang Mantap. Nah, ini merupakan modal paling penting yang harus dimiliki oleh seorang penulis. Jika seseorang betul-betul berkeinginan menjadi penulis, maka setidaknya ia memiliki tekad yang mantap dan azzam yang kuat untuk mencapai keinginannya tersebut. Kalau niat dan tekadnya aja udah nggak mantap, bakalan gak pernah jadi penulis tuh. Biasanya niat dan tekad yang mantap akan mengantarkan seseorang untuk melakukan ikhtiar maksimal, akan membuat seseorang tetap bertahan dan berjuang walau mengadapi kendala ketika mewujudkan impiannya. Nah, mulai sekarang niatnya di upgrade terus biar makin semangat. Kalau aku biasanya meng-upgrade niat dengan menempelkan beberapa reminder di dinding kamar, di notes hape, layar laptop atau buku diary, heheh.

Modal kedua : banyak membaca buku. Mulai dari sekarang, rajinlah membaca. Kita bisa membaca apa saja, gak mesti buku lho. Misalnya artikel, blog atau postingan mantan (eh, tapi kalau yang ini nggak usah dibaca ya, berat, kamu nggak akan kuat, hehe). Akan tetapi lebih bagusnya membaca buku siih, karena lebih terstruktur dan tentu informasinya lebih terpercaya. Kalau aku biasanya membuat prorgam one book one week. Jadi, setiap satu minggu aku harus menghabiskan satu buku, kemudian buku itu aku resensi-kan di media sosialku (kalian boleh cek di laman resensi buku, mana tahu nambah referensi buku kalian kan, hehe). Kata oom Fiersa Besari, penulis yang tidak suka membaca itu ibaratkan ikan yang berenang di kolam yang tidak ada airnya, nah lho. Jangan merasa rugi deh dengan kebiasaan membaca buku. Kegiatan ini akan menambah pengetahuan, ide dan membuka wawasan kita. So, yuk ahh baca buku!

Modal ketiga : banyak bergaul. Seringlah berinteraksi dengan orang lain. Menjadi penulis itu tidak mutlak berada di ruangan sepi, di depan laptop dan ditemani dengan secangkir kopi sebagai penangkal tidur. Penulis juga harus berinteraksi dong, terutama dengan teman-teman penulis. Melalui interaksi ini kita aka menemukan banyak ide, pengetahuan dan pengalaman. Bahkan, bisa jadi teman-teman itu menjadi solusi dalam masalah-masalah kita kan. Sekarang coba deh bergabung dengan beberapa komunitas yang positif, terutama komunitas penulis. Ada begitu banyak komunitas menulis lho, kalian tinggal join  salah satunya aja. Selamat menemukan teman baru ya!

Modal keempat : Belajar bahasa dan kosa kata. Menulis itu bukan hanya menumpahkan apa yang dirasakan hati atau terlintas di otak. Tetap ada beberapa aturan yang harus diikuti oleh penulis. Itulah yang dikenal dengan tata bahasa, PUEBI, majas, paragraf, kalimat. Kelihatan menyebalkan sih memang, tapi seorang penulis WAJIB dan KUDU mengetahui semua aturan ini. Coba deh mulai sekarang sering-sering buka kamus, belajar membuat kalimat dan paragraf yang baik dan benar. Sering juga membaca tulisan orang lain. Terkadang dari tulisan orang lai, kita sering menemukan kosa kata baru lho. Ambil kosa kata itu, lalu belajarlah menyelipkan kosa kata itu didalam tulisan kita. Eh, ini bukannya balik lagi ke modal kedua, banyak membaca buku.

Modal kelima : memiliki saran untuk menulis. Menulis itu butuh media kan? Nah pilihlah media yang akan menjadi tempatmu untuk menulis. Bisa menulis di laptop, komputer kantor, note di HP atau dalam lembaran-lembaran kertas.

Modal keenam : punya tekad yang kuat untuk melahirkan karya bermutu. Menjadi penulis ya bukan sekadar menulis apa yang kita pikirkan saja. Coba temukan manfaat apa yang orang lain bisa dapatkan setelah membaca tulisan kita. Berusalah agar setiap tulisan kita itu benar-benar bermanfaat bagi orang lain.

Nah, yang masih ragu-ragu memulai menulis, coba deh kumpulkan keenam modal ini sesegera mungkin. Dan mulailah menulis!



Medan, 25 April 2018, 09 : 13 WIB
Akhir-akhir ini produktivitas menulis agak menurun, hufthiks. Manage your time Suci!!

Tuesday 24 April 2018

Week End At Pondok Permai Beach



14 April 2018
Ingin rasanya melonjak kegirangan karena melihat tanggal itu. Bukan karena ada yang milad atau hari anniversary apaa gitu. Melainkan karena tanggal itu berwarna merah di kalender. Its mean holiday, yeaay!. Buatku hari libur dan hari biasa hampir tidak ada bedanya sih. Toh, pekerjaanku tidak menuntutku untuk berlama-lama di kantor, jadinya aku tidak begitu terbeban dengan urusan pekerjaan. Dan tentunya hari libur pun kadang-kadang aku masih berkutat dengan tulisan, papper, article¸modul atau apapun itu. But,  begitulah, aku selalu exicted sendiri ketika melihat tanggal yang berwarna merah, *aneh*.

Rencananya sih holiday  kali ini aku akan manfaatkan untuk menghabiskan waktu ku di rumah saja. Ya, setiap harinya aku selalu keluar rumah, tentunya untuk urusan pekerjaan, dan beberapa urusan lain yang beneran penting, bukan sekedar leyeh-leyeh aja di cafe *catet tuh, heheh*. Aku ingin menghabiskan hari dengan pekerjaan ala istri shalihah *eh*, yaitu mencuci pakaian, beres-beres rumah. Aku juga berencana menghabiskan beberapa bacaan buku yang sempat tertunda karena sibuk, menikmati segelas cappucino sambil dengerin lagu photograph nya Ed Sheeran. Ahh, perfectly holiday deh. Ya, mau gimana lagi, anak kos yang jauh dari orang tua, plus teman-teman yang pada udah nikah semua, dan sebagian diantara mereka adalah worker holic, membuat aku merasa sendirian, hufthiks.

Lalu, ternyata Allah mendengarkan keluh kesah anak kos yang hobi sendirian ini, hehe. Dengan kuasa Nya Allah gerakkan hati sebuah keluarga yang mulia, baik hati dan rajin sedekah ini untuk mengajakku bergabung di acara libuaran mereka. Nggak kebayang betapa senangnya anak kos yang satu ini. Tentu saja tawaran ini sangat sayang kalau dilewatkan begitu saja. Akhirnya tanpa pikir panjang, aku meng-iyakan jawaban mereka. Yeaay, akhirnya aku pergi liburan juga. Alhamdulillah, Allah itu baik banget ya!

Kesenangan itu semakin memuncak ketika mendengar bahwa kami akan menghabiskan liburan itu di sebuah pantai. Hey, anak gunung ini akan kembali bermain di pantai, yeaaaay!. Pantai Pondok Permai yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai menjadi destinasi kami. Posisinya berdekatan dengan pantai Cermin, pantai Bali Lestari. Ada banyak pantai deh di sekitaran situ, jadi kita bisa memilih pantai mana saja yang akan kita kunjungi. Dan berdasarkan hasil istikharah kami *ya ampun* , pantai Pondok Permai menjadi pilihan terbaik.

Perjalanan menuju ke Pantai Pondok Permai hampir terbilang safety banget deh. Kita bisa menempuhnya hanya tiga jam perjalanan darat. Ya, memang sih kita akan melintasi jalur lintas yang biasanya sering dilewati mobil atau bus besar. Tapi dengan kesiagaan, kehati-hatian, dan modal tawakkal kepada Allah, it is truly safety. Ada beberapa titik macet sih selama perjalanan, apalagi ketika memasuki kota Lubuk Pakam. Biasa sih, itu pusat kota plus hari ini long weekend, so wajar banget dong kalau macet di sana sini. Tetapi macetnya nggak separah macet jam pulang kerjanya kalau di Medan. Kalau itu mah, ampuun DJ, hehehe.

Ketika memasuki kawasan pantai, as my expectation, pantai ini ramai banget euy. Padahal kami landing di sana sekitar jam 11.00 WIB. Ya, maklumkan saja ini kan long weekend.  Para pemburu liburan tentu tidak akan menyia-nyiakan pantai ini, termasuklah kami. Walau kondisi ramai, parkir kendaraan tetap tersedia, aman, nggak senggol-senggolan *ih apaan sih*. Salut deh, manajeman pantai ini beneran pandai mengalokasikan lahan untuk parkir, luas banget euy.

Setelah menemukan tempat parkir yang cocok, akhirnya kami mencari pondok untuk istirahat dan menikmati bekal yang telah kami siapkan. Untuk menyewa pondok, kita harus mengeluarkan uang  sebesar Rp 75.000 dengan waktu yang unlimited. Aku rasa cukup mahal sih dengan ukuran kecil yang hanya sekitaran 2m x 2m (ihh, beneran deh, itu tuh kecil banget, atau kami yang kebanyakan yak, hehe). Tetapi jangan khawatir kehabisan deh, pihak pantainya memiliki stok pondok yang banyak banget, heh. Aku rasa manajemennya benar-benar best planner nih. Setelah menyusun perlengkapan makan, barulah kami menikmati makan siang yang ditemani dengan deburan ombak. Plus melengkapinya dengan berbagai dokumentasi *as an usually*.

Dokumentasi sebelum makan siang
 
Best lunch ever, hehehe

Akhirnya aku memutuskan untuk berkeliling pantai. Dan sekali lagi, ini beneran ramai dengan makhluk bernapas. Aku mencoba berdamai dengan kondisi ini. Tenang Suci, kamu akan baik-baik saja walau crowded  begini. Aku menemani dua krucil-krucil (read  :keponakan) untuk mandi di pantai itu. Hmm, menurutku kondisi air di pantai ini lebih meyakinkan ketimbang pantai Cermin atau pantai Sri Mersing. Airnya lumayan bersih, ya walau nggak sebersih pantai di Aceh atau di Padang. Oke, stop to compare, Suci. Ombaknya pun juga tidak begitu tinggi, jadi cocok banget deh buat anak-anak mandi disini, eeh bukan hanya anak-anak yang mandi di sini, tapi juga orang dewasa. Terus aku? Absolutely NOT.

Bukan hanya airnya yang ‘cukup bersih’, pantai ini juga memiliki tempat favoritku. Apalagi kalau bukan spot untuk dokumentasi. Ada beberapa tempat yang didesain oleh pihak pantai sebagai tempat untuk mengabadikan momen. Ada yang berupa miniatur rumah, plang dengan ucapan i love you, replika lumba-lumba, kapal, dan masih banyak jenis spot foto lainnya.
 
Where are you Jack? aiih
 
Lumba-lumba aja ada pasangannya, nah kamu?

Selain itu kita juga bisa merasakan sensasi naik boat  dengan gaya meliuk-liuk di tengah laut. Pihak pantai ini menyediakan boat yang (tentunya ada tarif dong) bisa digunakan untuk mengelilingi lautan. Boat ini bisa mengangkut sekitar sepuluh orang.

Urusan fasilitas, pantai pondok Permai pantas diacungi jempol deh. Mulai dari tempat parkir yang luas sehingga setiap mobil yang masuk pasti selalu ada tempat, hehe. Kamar mandi dan toilet juga bagus dan bersih. Ada beberapa kamar mandi yang terdapat di pantai, sehingga para pengunjung pantai nggak perlu rebutan apalagi ngantri berjam-jam. Begitu juga dengan tempat ibadah, oke punya deh, mushollah nya bagus dan bersih, ada mukenahnya lagi. Sayangnya, posisi mushollanya agak jauh banget dari pantai, jadi butuh energi ekstra untuk mencapainya. Dan kita tidak perlu khawatir soal makanan. You can found millon foods here, sate kerang, sate jengkol, bakso, makanan ala-ala cafe pantai, bahkan kacang dan jagung rebus juga, hehe.
Kami akhirnya menghentikan perjalanan ini ketika lelah mulai melanda. Sore menjelang dan kami bergegas meninggalkan pantai. Kembali menikmati perjalanan ke ibu kota, menghadapi macet lagi, menghadapi jalan berlubang lagi, menghadapi bunyi klakson dan teriakan, menghadapi tumpukan deadline pekerjaan dan tentunya menghadapi kenyataan bahwa kamu masih tidak menyadari keberadaanku, aiih.



Medan, 24 April 2018, 20 : 22 WIB
I still waiting for the next journey yaa!

Sunday 22 April 2018

Resensi : Beauty Case




Judul             : Beauty  Case
Penulis           : Icha Rahmanti
Penerbit          : Gagasmedia
Halaman         : 286

Kesan pertama melihat cover  dari buku ini adalah “wah, aku bakalan baca buku romansa ala-ala remaja nih”. Well, sebenarnya paling nggak banget kalau disuruh baca cerita seperti tenlit-tenlit gitu, ketuaan aku rasanya, hehe. Tapi beberapa teman tetap menyarankan aku agar memasukkan tenlit sebagai bahan koleksi bacaan. Kata mereka nambah kosa kata, nambah ide, dan tentunya nambah tingkat kebaperan *aiih*. Kalian bisa melihat sendiri cover nya kan? Ya, sesuai sih dengan judulnya. Covernya  jelas menampilkan wajah seorang perempuan yang cantik plus kacamata plus lipstik. Terbayang banget nih bahwa novel ini akan menceritakan remaja yang heboh dengan masalah fisik, masalah kecantikan atau kepopuleran. Ya, my guess sih.

But, have you heard? Don’t judge a book by its cover. Ungkapan ini tuh sesuai banget sama buku ini. Antara cover yang alay menurutku very totally different dengan isi cerita yang luar biasa. Well, ini memang bercerita tentang masalah asmara, persahabatan, persaingan dan tentang kecantikan. But, ternyata tidak sesederhana yang aku kira. Cerita dalam novel ini benar-benar di luar prediksiku. Ahh, i fall in love with this novel.

Novel ini bercerita tentang seorang gadis 25 tahun, Nadja Sinka Suwita,  yang hidup di tengah hiruk pikuknya kota Jakarta. Ia adalah seorang freelancer jasa desain interior. Tentunya sebagai seorang freelancer membuat dirinya sering mengalami permasalahan ekonomi. Job yang kadang datang kadang tidak, jelas-jelas membuat her financial management is mess. Beruntung ia tinggal di rumah kakak satu-satunya, kak Shana, sehingga ia tidak perlu memikirkan masalah biaya tinggal dan biaya makan.

Kebosanan yang kerap melanda hidupnya berhasil ia atasi dengan kehadiran dua sahabat terbaik, yaitu Obi dan Dian. Obi adalah anak orang kaya, terkenal, serta memiliki relasi yang luas. Obi adalah seorang cowok pebisnis, semua bisnis digawanginya, sehingga Obi adalah the best gimp for Nadja. Semua proyek yang Nadja lakukan berasal dari Obi. Sementara Dian adalah gadis lulusan hukum yang menghabiskan hari-harinya dengan bekerja di sebuah firma hukum. Walau background  ketiga sahabat ini sangat berbeda satu sama lain, tetapi mereka benar-benar saling melengkapi. Bercanda, menghabiskan waktu bersama, mengumpat bersama, menceritakan orang lain pun bersama. Sahabat yang benar-benar klop deh.

Cerita serunya dimulai ketika Nadja bertemu dengan keponakan Haslan Nasution, yaitu Budiarsyah  Nasution. Haslan Nasution sendiri adalah seorang pemimpin partai yang akan maju di arena pemilu waktu itu. Itu artinya, Budi Nasution sendiri di gadang-gadang sebagai replikanya Haslan Nasution. Well, Nadja langsung suka kepada Budi pada pandangan pertama. Secara, Budi itu ganteng, keren, cool, smart, populer, aah eligible man  pokoknya.
Nadja menjadikan Budi sebagai the one and only drop dead gorgeous. Dengan segala keberanian ia berusaha mendekati Budi, membangun komunikasi, and she gets what she wants. She makes a contact, makes a call, and makes a SMS with Budi. It is awesome, isn’t it?
Ia merasa bahwa Budi juga menaruh simpati kepadanya, ya, mungkin menyukainya.

Sampai akhirnya ia bertemu kenyataan bahwa sosok artis yang dikaguminya, Dania Amaranti Soedjono, seorang cover girls tabloid kesayangannya, memiliki hubungan khusus dengan Budi Nasution. Seketika itu ia menjadi begitu benci dengan sosok artis itu, bahkan mengatur berbagai cara agar Dania yang konon katanya cantik jelita itu benar-benar memiliki imej yang jelek di depan publik.

Kekesalan itu semakin memuncak ketika ia harus berada di proyek yang sama dengan Dania. Nadja benar-benar berjuang untuk mendapatkan perhatian Budi. Ia ingin membuktikan bahwa sejatinya ia lebih pantas mendampingi Budi daripada Dania. Well, memang sih ia tidak secantik Dania, tetapi Nadja merasa memiliki kemampuan otak yang tidak dimiliki Dania. Akhirnya ia mulai melakukan hal-hal aneh untuk memenangkan pertandingan yang ia ciptakan sendiri ini. Akankah Nadja memenangkan hati Budi? Kuy dibaca langsung bukunya.

Mba Icha Rahmanti, kok bukunya bagus banget siih? Beneran, aku suka banget. Well, kalau masalah ide udah biasa sih. Persahabatan, cinta, dan kecantikan serta kepopuleran. Aku sering menemukan kisah ini di berbagai buku. Tetapi mba Icha benar-benar apik, rapi, sistematis dalam menggabungkan semua hal itu dalam buku ini. Pesan yang ingin mba Icha sampaikan juga bisa aku serap dengan baik, sangat baik malahan. Mba Icha menjelaskan bagaimana definisi cantik itu sebenarnya, apakah kecantikan itu perlu untuk sebuah hubungan.

Beneran deh aku salut banget. Mba Icha menabrak semua tombol-tombol perasaan di dalam otakku. Aku bisa menangis, gembira, kesal, dan itu berubah-ubah dalam jeda waktu yang singkat. Aah, buat perempuan segera deh baca buku ini, dan pastikan kalian menemukan the new inner beauty  dalam diri kalian. Dan yang paling aku suka, mba Icha meng-combine percakapan dengan bahasa Inggris, iih, aku suka banget mba, beneraaaan.

Bagian favoritku itu ada di part 15  “Trophy vs Partner (page 231-244). Kenapa aku bisa suka? Mungkin karena inilah yang paling relate  dengan kondisi yang aku alami sekarang. What? . Percakapan antara Max dan Nadja. Kamu itu mau mencari trophy atau partner sih? Kalau cuma memimpikan pasangan yang populer, dipuja, kaya, ganteng atau sekadar muasin ego itu mah kamu mau dapat trophy aja. After that?  Ya bakal ditaruh dan dibiarkan berdebu. Nah, kalau kamu nyari partner  yang orientasinya lebih kepada kecocokan jiwa dan visi misi kan lebih keren. Kamu sendiri kalau disuruh memilih mau dijadikan trophy atau partner?




Medan, 22 April 2018, 15 : 12 WIB
Buku ini menamparku dengan keras. Hey Suci, jangan-jangan dia bukan partner  hidupmu, dia hanya sebatas trophy  yang dipuja, diagung-agungkan. Masalahnya sekarang kamu mau nyari trophy atau partner? oke Suci, think smart !

Saturday 21 April 2018

Amradul Ummah Fi Dakwah




Minggu, 15 April 2018

Ketika membaca whatsapp tentang kajian ini, otakku berpikir keras. Menerjemahkan judulnya saja aku harus memanggil neuron yang menyimpan beberapa kosakata bahasa Arab. Ya, bermodalkan kemampuan bahasa Arab yang ala kadarnya, aku bisa memahami judul ini. “Penyakit umat dalam dakwah”, well setidaknya begitulah terjemahan ala aku, hehe.

Sebenarnya penuh godaan banget ikut kajian ini. Mengingat tema kajian yang pastinya akan membuat otak berpikir keras, serta waktu kajian yang ternyata berada di ujung minggu. Itu artinya week end  harus dikorbankan, aiih. Tetapi bermodalkan ta’limat dari Sang Murobbi dan mengingat betapa urgensinya kajian ini aku benar-benar harus mengikutinya. Allahu Akbar!!

Sebelum menginjakkan kaki di Aula Masjid Baiturrahman, Universitas Negeri Medan (tempat kajian ini berlangsung), aku sempat membuat janji dengan beberapa teman untuk barengan datang. Maksudku, biar enak ada teman yang diajakin diskusi (bukan ngobrol, hehe). Tapi ya gitulah, qodarullah aku akhirnya mengikuti pengajian ini sendiri (lagi). But, that is not problem lah, toh sudah terbiasa sendiri kan *eh, apaan sih*.

Ketika memasuki aula masjid, masih sepi peserta. Aku melirik jam tangan, 08.50 WIB. Aah, aku lupa ini kan Indonesia, kalau di rundown acaranya dimulai jam 09.00 WIB, itu artinya ....  aah sudahlah, aku malas membahas yang ini. Terlihat beberapa akhwat luar biasa itu memegang mushaf masing-masing, ada yang murojaah hafalannya, ada yang menyelesaikan target tilawahnya. Masha Allah, aku berdecak kagum dengan mereka. Nah aku? Ahh, masih harus banyak banyak banyak banget banget banget belajar.

Akhirnya acara itu dimulai pukul 09.30 WIB, not too bad lah untuk di Indonesia, hehe. Seorang akhwat membuka acara dan menginstruksikan kepada kami untuk memurojaah hafalan. “silakan cari pasangan sendiri ya”. Aku terkejut. Hey, ini bukan perkara yang mudah untuk seorang introvert sepertiku. Berada di sebuah tempat dengan tak satupun orang yang aku kenal dan kalian menyuruhku mencari pasangan untuk memurojaah hafalan? Are you kidding me? Hufft. Dan begitulah, finally aku memurojaah hafalanku sendiri, karena memang di sekitarku, semuanya telah memiliki pasangan masing-masing, ahh dasar jomb*o, eeh.

Kemudian seorang ummahat mengambil alih acara itu. Beliau bukan pemateri, tapi apa yaa, entahlah aku juga bingung menjelaskan posisi beliau. Lisa Aryanti Pohan, begitu beliau memperkenalkan dirinya. Bu Lisa menjelaskan mengapa kami semua harus berkumpul di sini, mengapa seorang aktivis dakwah harus melek politik, apa artinya politik untuk kepentingan dakwah. Officially,  kalau ibarat makanan, bu Lisa itu seperti appetizer, hidangan pembuka sebelum kami menikmati main course, hehehe. Yang paling menarik itu ketika kami mendapatkan kertas kecil (yang aku posting) berisikan lirik sebuah lagu. Yap, itu lagunya Shoutul Harokah. Bu Lisa meminta kami untuk berdiri dan menyanyikan lagu itu bersama-sama. Aah, merinding deh ketika menyanyikan lagu ini. Buatku, semua lagu Shoutul Harokah benar-benar membangkitkan semangat dakwah, memompa semua motivasi yang melemah. Ruangan kecil ini menggema dengan suara kami yang ala kadarnya. Eits, jangan fokus ke suaranya, tapi fokus ke semangat kami *cie elah*.

Tiga puluh menit bersama Bu Lisa, akhirnya seorang ber-kopiah *its mean ikhwan* muncul di hadapan kami. Sepertinya, beliau adalah pemateri yang akan membahas tema pengajian yang cukup berat ini. Moderator mengenalkan Ustadz Rofiq sebagai namanya. Beliau adalah salah seorang dosen di Universitas Islam Sumatera Utara. Tanpa ba bi bu, Ustadz Rofiq langsung menjelaskan bahwa setidaknya ada empat penyakit umat, terutama aktivis dakwah  dalam menjalankan visi misi dakwah, yaitu :
          1. Bodoh
Seseorang yang terjun dalam dakwah seharusnya ia PAHAM dan MENGERTI. Paham mengenai islam, kenapa harus berdakwah dan bagaimana caranya berdakwah. Sudah sepatutnya seorang aktivis dakwah mempelajari islam dengan benar lalu ajak orang lain untuk ikut memahami islam.

   2. Tidak menganggap dakwah sebagai kewajiban.
Seringkali aktivis dakwah beranggapan bahwa dakwah hanya tanggung jawab Nabi atau ulama semata. Dakwah hukumnya WAJIB bagi setiap muslim. Coba renungkan firman Allah dalam An-Nahl : 125.

n  3. Tidak memahami amal jama’i
Berdakwah artinya berjamaah, sehingga ada etika jamaah yang harus dipenuhi. Misalnya adab seorang jundi kepada qiyadahnya. Seorang aktivis dakwah seharunya memahami etika berjamaah itu dengan baik.

4  4. Egois, yang mengerucut ke arah sombong
Menjadi seorang aktivis dakwah bukan membuat diri ini merasa lebih baik sementara orang lain itu hina. JANGAN. Selalu berhusnudzon dengan orang lain. Jangan fokus pada kekurangan orang lain, cukup fokuskan saja diri ini untuk memperbaiki kekurangan sendiri.

Ustadz Rofiq menutup kajian ini dengan sebuah kalimat motivasi bahwa seorang aktivis dakwah tidak boleh lemah. Dan jika penyakit di atas ada dalam seorang diri aktivis dakwah, maka segeralah obati, kalau tidak ia akan semakin kronis.



Medan, 21 April 2018, 18 : 09 WIB
Sebuah pesan tersirat adalah kami harus berjuang untuk kemenangan gubernur Sumatera Utara. Aku bergidik ketika memahamkan hal ini. Sepertinya bulan Juni nanti adalah perjuangan jihad paling ekstrim. Persiapkan diri dari sekarang ya! Insya Allah SUMUT NOMOR SATU, eeh, udah tahu pilih nomor berapa kan?

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...