Monday 31 August 2020

Kenalilah Mereka

 


Menjadi seorang tenaga pendidik, baik itu guru, dosen, tentor atau ustadzah pasti memiliki masalah dengan mengingat siswa mereka satu per satu dengan detail. Sangat wajar sebenarnya. Lihat saja, guru memiliki ratusan bahkan hampir ribuan siswa untuk diingat. Ahh, bagi sebagian guru hal ini sungguh pe er yang sangat besar.

Tentu bukan hal yang mudah untuk mensinkronkan nama mereka dengan wajah masing-masing. Terlebih lagi siswa perempuan. Semuanya seolah kelihatan sama dan serupa dalam balutan jilbab dengan warna senada. Hal ini yang terkadang membuat seorang guru  dengan tidak sengaja sering menukar nama mereka. Mungkin wajah para siswa itu lebih sulit daripada rumus integral untuk mencari luas daerah di antara dua kurva.

Namun, walau begitu mengenali siswa itu adalah hal yang penting. Ingat ya, mengenali bukan hanya sekadar nama, nomor induk, ranking berapa atau ciri fisik saja. Guru seharusnya juga mengetahui cara belajar siswanya, hobi, bahkan termasuk hal kecil seperti makanan kesukaan atau masalah yang tengah dihadapinya.

Wah, berarti banyak banget dong tugas guru? Satu siswa aja udah banyak, bagaimana dengan ratusan atau ribuan siswa ya?

YAA. Tugas guru itu memang banyak. Itulah mengapa pekerjaan menjadi guru bukan panggilan dunia, melainkan panggilan jiwa. Hanya orang yang  tergerak hatinya memilih guru sebagai profesi dalam hidup mereka. Menjadi guru itu bukan semata pekerjaan dunia, melainkan panggilan hati. Menjadi guru juga bukan sekadar ajang pengumpul rupiah, melainkan sebagai sarana menambah saldo pahala.

Jikalau ada seorang guru yang masih kewalahan mengenali siswanya dengan baik, percayalah ia sedang belajar untuk mengenali siwa. Ada banyak cara yang bisa dilakukan guru agar bisa mengenali siswa mereka dengan baik. Salah satunya adalah dengan mengecek daftar hadir mereka.

Para guru bisa melakukan kebiasaan ini sebelum mengajar selalu mengecek daftar hadir siswa. Hal ini bertujuan untuk memastikan siswa datang tepat waktu di kelas. Nah, selain itu guru juga bisa menjadikan hal ini sebagai sarana untuk menghapal nama dan wajah mereka. Coba bayangkan jika seorang guru melakukan hal ini secara konsisten selama satu bulan, dapat dipastikan guru akan mampu mensinkronkan nama dan wajah siswa.

Nah, selain itu guru juga berlatih memanggila mereka dengan menyebut nama. Sebisa mungkin guru meminimalisir penggunaan kata “kamu”, “anda” atau “saudara”. Guru bisa menggantinya dengan langsung menyebut nama siswa yang dimaksud. Pelan-pelan guru akan bisa menghafal nama siswa di kelas tersebut.

Selain itu, memanggil nama secara langsung akan membuat para siswa merasa diperhatikan dan disayangi oleh guru. Perasaan ini adalah impuls paling mujarab untuk mendapatkan aktivitas belajar yang berkualitas. Jadi para guru jangan sungkan untuk memberikan perhatian lebih kepada siswa ya.

“Iqbal rambut baru ya?”

“Cantik banget pakai baju itu Liza”

Lebay sih, tapi ini beneran membantu untuk meningkatkan chemistry antara siswa dan guru


Tidak ada salahnya untuk mencoba kan wahai para pencerdas anak bangsa?

Kuy silakan dicoba dan selamat membangun chemistry dengan siswa.

 

 

 

Medan, 28 Agustus 2020; 23 : 14

Tuesday 18 August 2020

Memilih Pasangan

 


Perihal memilih pasangan adalah salah satu hal yang benar-benar dipikirkan secara matang. Bagaimana tidak, kita akan memilih seseorang tempat berbagi suka dan duka. Kita akan menentukan seseorang yang akan menemani hari-hari kita sampai tiada nantinya. Kita akan memilih seseorang yang tahu akan segala kekurangan yang kita miliki. Bukankah itu hal yang tidak mudah?

Memilih pasangan tidaklah segampang memilih baju di toko. Ahh, jika segampang itu semua orang akan menikah dengan mudahnya. Tahu kan cara memilih baju di toko? Lihat, pegang, coba-coba dulu, jika cocok langsung beli. Nah, jika ternyata gak pas atau ada cacatnya, kita masih bisa mengembalikan atau menukarnya di toko. Wah, gampang banget kan? Sayangnya memilih pasangan itu memang tak semudah memilih baju di toko.

Memilih pasangan itu harus dengan penuh keyakinan. Kamu yakin gak dengan calon pasanganmu itu? Ada sreg nya gak? Atau masih banyak keraguan? Masih banyak hal yang memberatkan?

Keyakinan itu dalam segala hal. Bukan hanya dari segi fisik semata. Kamu harus yakin dengan agama pasanganmu, dia sholat gak? Tilawah gak? Ikut ngaji gak? Dan berbagai pertimbangan lainnya. Temukan keyakinanmu dengan kualitas agama calon pasanganmu. Kamu harus yakin dengan baik buruknya? Dia suka mukul? Suka berkata kasar? Suka nongkrong? Dan berbagai hal lainnya. Termasuk juga yakin dengan pekerjaannya. Dia beneran kerja gak sih? Seperti apa pekerjaannya? Dimana kantornya? Pokoknya kamu harus benar-benar yakin dengan semua apapun tentang seseorang yang akan dijadikan pasangan.

Lalu keyakinan itu bersumber darimana? Ia bersumber dari istikharah dan doa-doa yang dimunajatkan kepada Nya. Selain itu tentu saja kamu butuh ikhtiar duniawi, misalnya mencari tahu tentang calon pasanganmu. Zaman sekarang ada banyak lini yang bisa kamu gunakan untuk “kepo” dengan orang lain. Media sosial, relasi, teman sungguh berperan penting dalam hal ini. Setelah itu pasrahkan hati kepada Nya. Jika memang hati diniatkan menikah karena Allah, maka Allah sendiri yang akan memberikan rasa yakin itu. Percaya deh, kamu akan merasa “kok dia pas banget ya buat aku”. Nah, itu tandanya Allah sudah ridho. Oh ya, jangan lupa untuk mengantongi ridho orang tua. Percaya deh, ridho orang tua beneran ampuh banget untuk membuat hati semakin yakin dengan calon pasangan.

Bagaimanapun kondisimu nanti, jangan pernah memilih pasangan karena iba atau kasian. Hingga dengan alasan iba ini kamu menurunkan standar kualitas agamanya. “Gak apa-apalah sholatnya berantakan, yang penting masih sholat. Ntar kalau nikah sama aku, pelan-pelan  aku ajak untuk rajin sholat”. Jangan. Ini tuh ibaratkan kita sedang menolong seseorang yang jatuh ke jurang. Pilihannya hanya ada dua, dia yang selamat atau kita yang ikut masuk ke jurang bersamanya. Nah, kamu sudah siang menghadapi hal ini?

Begitupun dengan alasan yang ingin “mewarnai” pasangan dengan warna kebaikan. “Gak apa-apa deh aku menikahi perempuan yang seksi, nanti setelah menikah aku bakal ajak dia untuk berhijab”. Gini deh, jika seseorang yang kamu pilih itu warnanya hitam, apakah kamu siap mewarnainya hingga menjadi terang? Lalu bagaimana jika nantinya kamu yang terwarnai menjadi hitam? Bukankah lebih baik jika keduanya berasal dari warna yang terang, itu akan lebih mencerahkan.

Itulah mengapa memilih pasangan itu harus dilakukan secara selektif. Kita sedang mempercayakan syurga kepada dia yang kita pilih. Kita akan melakukan kebaikan secara bersama. Jika ternyata kita memilih orang yang kurang tepat, masih adakah jaminan syurga? Masih adakah kebaikan bersama yang kita lakukan?

Ini pesan buat seseorang yang tengah memilih pasangan hidupnya. Jika ada netizen yang men-cap dirimu terlalu pemilih, aah sudah, abaikan saja mereka. Biarkan saja mereka sibuk dengan pikiran dan halusinasi mereka. Aku doakan semoga kamu semua tidak benar-benar salah menetapkan pilihan, begitupun dengan diriku juga.

 

 

 

Medan, 11 Agustus 2020, 22 : 39

Friday 7 August 2020

Pemimpin Muda


Salah satu fenomena yang aku alami selama berorganisasi adalah dipimpin oleh seseorang yang berusia lebih muda. Ini aku alami ketika tahun kedua aku mulai terjun ke dunia organisasi kampus. Kala itu aku harus merelakan diri untuk “diperintah” oleh seseorang yang usianya setahun lebih muda dariku.

 

Berat?

Oh ya tentu saja.


Jujur, ada sedikit rasa berat menerima kondisi ketika “anak kemarin sore” itu dengan tegas memberikan perintah kepada kami, yang berusia lebih tua darinya. Berusaha untuk melapangkan hati menerima dirinya sebagai pemimpin kami. Bersabar dengan sedalam-dalamnya sabar mendengar celotehan di sana sini. Sungguh tak bisa terbayangkan berdamai dengan kondisi seperti ini. Kami, yang lebih dulu merasakan asam garam dunia organisasi kampus, kami yang telah membina relasi dengan para pejabat organisasi. Akhirnya kami dipaksa takluk dihadapan seorang anak yang kemarin kami latih dan kami bina untuk ikut organisasi.

 

Namun, ternyata kami bisa melewati semuanya. Allah kuatkan kami sehingga kami bisa menjalani fase ini. Selama setahun kami berhasil mengarahkan “kapal” kami ke arah yang lebih baik. Ya, walau ada cek cok, berantem, merajook, diam-diaman. Namun kami berhasil menuntaskan semuanya, dengan baik dan sempurna. Alhamdulillah.

 

Hal ini menyadarkanku bahwa usia bukanlah penentu kadar kepemimpinan seseorang. Usia bukan juga indikator kedewasaan seseorang. Tahu kan kalimat mujarab itu? Semua orang akan pasti tua, tapi hanya sedikit orang yang menjadi dewasa. Dan sedikit orang yang bisa menjadi seorang pemimpin.

 

Teringat dengan kisah seorang sahabat di zaman Rasulullah. Rasulullah mengangkat Attab bin Usaid sebagai gubernur Makkah kala itu. Luar biasanya, Attab adalah seorang pemuda yang belia. Waktu menjadi gubernur Makkah ia masih berusia belasan tahun. Bahkan Rasulullah tetap kekeuh untuk mempertahankan Attab. Rasulullah tetap tegar menghadapi celotehan  para elite politik kota Makkah yang begitu mengkritik keputusan Rasulullah tersebut.

 

Hingga sebuah pernyataan dari Rasulullah membuat semuanya lebih jelas

“Tak seorang pun dari kalian yang berhak menolak pemuda Attab bin Usiad, karena kehebaran dan keunggulan tidak bergantung kepada tuanya usia. Apa yang menjadi kriteria kehebatan dan keunggulan manusia adalah spritualitasnya”

 

Pernyataan Rasulullah sungguh sangat menjelaskan semua. Tidak ada yang salah dengan usia muda atau belia. Jika memang ia mampu memimpin ya silakan saja. Lagipula setelah memimpin nanti kan yang dilihat adalah kecakapannya bukan usianya. Jadi tak ada yang salah dengan pemimpin berusia muda.




Medan, 7 Agustus 2020, 22 :16

Foto ini adalah dokumentasi pelantikan pengurus Himapentika FKIP Unri.

KAU TAK SENDIRI

Tulisan ini saya persembahkan untuk mereka yang tengah merasa sendiri. Pernahkah merasa sendiri? Merasa seolah tak ada orang lai...